BAB I : METODE
Playlist
Fatin - Away
.
.
.
Metode adalah prosedur atau suatu cara yang ditempuh untuk mencapai satu tujuan tertentu
.
.
.
Kolaborasi ini sebagai bentuk dedikasi kami untuk menemukan kata sederhana dari ribuan tujuan belajar
.
.
Semoga kalian suka ^^
.
.
Vote x Komen jangan lupa
.
.
.
Happy Ready
***
Senyum manis mengembang, langkah percaya diri dari perawakan mungil itu akan selalu menjadi sisi positive seorang Shasha Armeta Husain. Usianya mungkin memang sudah tidak bisa dibilang muda, dan pengalamannya tidak bisa dibandingkan dengan suasana baru yang akan dia geluti mulai hari ini, maka dengan jantung berdebar juga keringat yang mulai membasahi telapak tangannya, Shasha memenuhi panggilan ini.
Kedatangannya sontak membuat seisi ruangan yang semula tegang berangsur kembali tenang. matanya menelisik satu persatu para pengisi ruangan tersebut. Sepertinya perdebatan hebat baru saja terjadi di sini. Ekspresi tegang yang menghiasi raut-raut itu terbaca dengan mudah olehnya.
"Selamat datang, Bu Shasha. Silahkan duduk," ucap Daniel. Dan hanya dengan anggukan kepala sebagai balasan, Shasha mendudukan dirinya pada satu kursi dari dua kursi yang kosong.
"Ini adalah Shasha Armeta Husain, sebagaimana yang dikatakan oleh beliau, dia yang akan saya tunjuk sebagai guru Bk sementara di SMA Wijaya," Daniel kembali bersuara. Dan sontak setelah bibirnya terkatup, semua mata mulai tertuju pada wanita mungil nan asing yang tengah membalas tatapan mereka. Dengan senyum yang tidak berubah, Shasha menganggap ini adalah salah satu penyambutan.
***
"Selamat datang di sekolah kami," ucap Daniel. Mereka kini hanya tinggal berdua saja di ruangan. Ruangan yang semula penuh dengan para guru-guru seketika terasa lebih luas setelah Daniel menutup rapat mereka beberapa menit yang lalu. "Dan terima kasih atas kesediannmu untuk memenuhi permintaanku. Aku tahu, kamu sebenarnya tidak pernah mau bekerja dibawah naungan satu instansi. Tapi setelah menerima teleponmu semalam, aku bersyukur karena ternyata sekolah ini masih punya harapan."
Shasha tersenyum masam mendengar nada frustrasi dari bibir sahabatnya ini, untuk pertama kalinya Shasha melihat Daniel begitu kalut. Apa separah itu kedaan di sekolah ini? Shasha hanya mampu membalas ucapan Daniel dengan sebuah senyuman. Dia tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Entah kenapa atmosir di ruangan ini seketika berubah lagi menjadi suram.
"Untuk hari pertama sampai satu minggu, mungkin kamu hanya akan kuminta untuk berkeliling sekolah. Menilai sendiri betapa kacaunya sekolah ini jika dilihat dari dalam. SMA Wijaya mungkin memang salah satu sekolah menengah atas terfavorite di kota ini, namun tanpa disadari nilai-nilai sebagai sekolah terbaik mulai retak bahkan nyaris hancur. Bahkan bisa dibilang sekolah ini bukanlah sekolah melainkan salah satu bentuk bisnis untuk memperkaya seseorang."
"Aku tidak akan menuntut banyak, hanya meminta tolong untuk mengubah pola pikir masyarakat sekolah ini. Bahwa bukan hanya masalah nilai, kedudukan, juga kekuasaan yang terpenting dunia. Tapi, rasa bahagia sebagai makhluk sosial juga penting. Aku tidak suka dengan strata kasta yang sepertinya sudah menggerogoti sebagian besar para siswa hingga kasta terendah mulai diintimidasi dan dikucilkan. Aku hanya ingin semuanya normal dan kembali pada hakikatnya yang semula. Para wali murid akan menjadi urusanku, dan maka para murid menjadi tanggungjawabmu."
Shasha yang sejak tadi hanya diam mulai merasa sedikit tidak tenang, dia bahkan menelan ludah dengan susah payah. Ternyata SMA Wijaya yang terkenal itu mempunyai banyak masalah internal yang memprihatinkan, berbanding terbalik dengan status dan betapa kokoh dan mewahnya sekolah ini.
"Aku nggak bisa janjiin apapun dan aku hanya akan mengatakan kalau aku akan berusaha membantu semampuku. Terima kasih karena udah mau mempercayakan kepadaku. Amanat ini akan kubalas dengan cara sebisa mungkin untuk membantu dan tidak mengecewakanmu."
Daniel tersenyum mendengarnya. "Iya. Selamat menjadi warga dari SMA Wijaya mulai hari ini." Katanya sambil mengulurkan tangan, menyalami sahabatnya ini.
***
2019, akhirnya tiba saatnya untuk mengabdi sepenuhnya pada bidang yang sudah dia ampu. Mulai hari ini, kehidupan barunya dimulai. Dia akan mengaplikasikan apa yang selama ini dia timba ke dunia nyata. Sejak dulu, menjadi seorang guru adalah cita-citanya. Namun, Shasha memilih program study yang sedikit lebih menantang ketimbang program study lain yang mungkin hanya akan berputar pada lingkaran yang sama, nilai.
Semenjak lulus kuliah, Shasha tidak pernah masuk ke instansi manapun, dia hanya membuka tempat khusus untuk menjadi tempat bagi orangtua yang kesulitan membimbing anak-anaknya. Menjadi tempat dimana para orangtua berbagi keluh kesah akan betapa susahnya mendidik seorang anak. Dan sekarang, Shasha harus keluar dari zona nyaman dengan segala sudut pandang tentang metode pendidikan yang ia miliki, mulai menggeluti bidangnya dalam zona yang benar-benar asing karena tidak pernah dia sentuh. Itu tantangan baru dan ia harus bisa menakhlukannya.
Shasha memang pernah menjabat sebagai guru konseling di sekolah, hanya dalam masa PLPP, hanya dua bulan lamanya. Itupun hanya untuk memenuhi salah satu mata kuliahnya jika ingin dapat mengikuti tugas akhirnya sebagai mahasiswa. Itu sudah lama sekali bukan? Bahkan saat itu, ia masih terlalu muda untuk memahami semua permasalah, atau menyelesaikannya. Shasha bahkan mulai gugup sekarang.
Shasha memilih program study Bimbingan Konseling saat kuliah, salah satu program study yang nantinya akan membuatnya terjun pada macam-macam masalah yang masih tidak bisa diprediksi. Terlebih untuk era milenial seperti sekarang, di mana kasus-kasus kekerasan kepada guru mulai dilancarkan oleh anak-anak sekolah tingkat menengah atas.
Sekolah adalah rumah kedua bagi para siswa. Rumah di mana mereka akan dididik secara akademik. Namun tentu saja bukan hanya itu yang menjadi patokan. Nilai hanya sekedar angka belaka. Mudah untuk didapatkan jika kamu belajar dengan tekun. Tapi dunia tidak hanya berputar pada sisi tersebut.
Shasha sebenarnya tidak mau mengakuinya, jika nilai bahkan bisa didapat dengan cara kotor seperti menyogok, tapi setelah masuk ke sekolah ini Shasha tahu, bahwa ternyata dunia pendidikan sudah menyimpang terlalu jauh dari yang seharusnya.
Jika dilihat sekilas, SMA Wijaya adalah sekolah termewah yang pernah dia lihat. Sekolah negeri tempatnya praktik mengajar dulu saja tidak semewah ini. Mungkin, ini adalah salah satu efek dari bisnis yang dijelaskan Daniel tadi. Bahwa beberapa orangtua seperti menanam saham dalam jumlah besar untuk membuat anaknya lulus dengan mulus di sekolah ini. Tentu ini mudah untuk orang-orang dari tingkat menengah ke atas, tapi bagaimana dengan yang sebaliknya? Shasha juga menerima informasi jika di sekolah ini juga mengadakan sistem beasiswa untuk anak-anak yang berprestasi, dan kebanyakan dari penerima beasiswa itu adalah golongan menengah ke bawah yang Shasha khawatirkan.
Dewasa ini, status adalah sesuatu yang menyilaukan mata. Hukum pun kadang runcing ke bawah tumpul ke atas. Ini adalah salah satu yang Shasha hindari, salah satu alasan besar mengapa dia tidak pernah mau terikat pada suatu instansi meski sebenarnya itu adalah tempat di mana dia harus berada.
Di hari pertama kedatangannya, Shasha yang sudah mengantongi ijin dan mengetahui apa tugas pertamanya itu akan mulai melakukan pergerakan awal—perkenalan, dan oraganisasi siswa intrasekolah adalah tempat pertama yang akan dia datangi.
Sejak langkah pertamanya keluar ruangan, Shasha tidak berhenti berdecak kagum. Sungguh ini adalah tempat yang bagus, terkesan terlalu mewah malah. Tadi dia sempat menengok sebentar ke perpustakaan, dan isinya benar-benar bukan main. Tidak hanya berisi buku pelajaran. Di sini juga dilengkapi dua puluh unit komputer untuk memaksimalkan fasilitasnya.
"Heh, lo tuh kalo jalan yang bener! Punya mata gak sih? Lihat baju gue kotor gara-gara lo!" sebuah keributan membuat perhatian Shasha teralihkan. Sekitar tujuh meter dari tempatnya berdiri, ada seorang gadis kecil yang sedang memarahi gadis lain.
"Maaf, kak—"
"Maaf, maaf! Lo pikir dengan maaf doank bisa bikin baju gue bersih lagi? Bisa mikir gak sih lo?!"
"A—aku ada baju olahraga di loker. Kakak bisa pakai itu dulu. nanti bajunya bisa—"
"Gak! Najis tangan lo kalo nyentuh baju gue. Sana minggir, sepet gue lihat lo!" gadis itu maju lalu mengadukan bahunya dengan seseorang yang tadi dia damprat habis-habisan, membuatnya tersungkur jatuh hingga hampir menangis.
"Lo tunggu aja. Kayaknya nasib lo di sekolah ini udah masuk masa tenggang. Gue ucapin selamat tinggal. Bye maksimal!"
Dan benar saja. Gadis yang masih terduduk itu mulai menangis tersedu. Apa katanya tadi? Nasibnya selesai? Apa maksudnya?
Shasha hendak menghampiri siswi itu, hingga satu siswi lain dengan buru-buru datang lalu membantunya lebih dulu.
"Kakak gapapa? Ayo aku bantu berdiri," ucapnya yang masih bisa didengar Shasha. "Kak Thalita bikin ulah lagi?"
"Iya. Tadi aku gak sengaja numpahin air karena nabrak dia. Tapi beneran Kem, yang nabrak duluan itu dia. Dan dia bilang nasibku cuman tinggal nunggu waktu. Apa aku juga bakal dikeluarin dari sekolah sama kayak Rivana dulu? aku masih kelas dua, Kem. Gimana ini?"
"Ayo kita minta bantuan kak Azkara aja. Semoga dia bisa bantu." Kedua gadis itu pergi berlalu. Dan lagi-lagi Shasha mengikuti mereka. sepintas bisa dia lihat jika sistem kasta memang sangat berlaku di sini. Sejak tadi bahkan tidak ada anak lain yang berani mendekat saat keributan terjadi, mereka hanya menjadi penonton, bahkan tadi Shasha lihat ada yang tertawa bahkan berucap senang atas kejadian itu.
Shasha yang berjalan melewati para murid benar-benar diacuhkan. Apa karena dirinya ini hanya guru baru yang kedatangannya belum diumumkan secara resmi, jadi sopan santun mereka sama sekali tidak dipakai? Padahal jelas-jelas seragam yang Shasha pakai ini adalah seragam guru. Tapi saat berjalan pelan melewati mereka pun, mereka hanya menatapnya miring, tidak ada rasa hormat sama sekali.
Shasha melihat kedua gadis itu memasuki sebuah ruangan yang dia yakini itu adalah ruang osis. Bagus. Shasha bisa menggali informasi lebih dalam di sana.
"Kak Azka. Kak Thalita berulah lagi, gimana dunk?" salah satu siswi yang tadi membantu mulai mengadu.
"Kemilau, udah berapa kali kakak bilang, kamu jangan punya urusan sama dia!"
Oh, namanya Kemilau? Manis. Dan cocok untuk gadis ramah dan hangat seperti dia. Dari matanya saja bisa Shasha tangkap jika gadis itu adalah tipe yang sangat peduli terhadap sesama.
"Ih, orang bukan aku juga yang cari gara-gara. Aku cuman nolong. Nih kakak ini nih yang dapat masalahnya." Kemilau menepuk pundak siswi lain yang berdiri di sampingnya.
Azka menghela napasnya lalu netranya beralih menatap gadis lain yang datang bersama Kemilau. "Kenapa? Bikin ulah apalagi dia?"
"Dia bilang nasibku bentar lagi selesai. Apa itu artinya aku bakal dikeluarin dari sekolah ini?"
"Hah?! Ini pasti gak terjadi gitu aja kan? Kamu nyinggung dia?" Tanya Azka sambil melotot.
"Sumpah. Engga. Dia nabrak aku yang lagi minum. Dan minumanku basahin baju dia. Ya Alloh itu cuman air putih doang," jawab gadis itu sembari menunduk frustrasi.
"Hhhh, yaudah, nanti biar aku yang bicara sama dia," putus Azka pada akhirnya. Anak lelaki itu memijat keningnya, nampak sangat dibuat pusing. Demi Tuhan ini hanya masalah sepele. Yang harusnya bisa selesai dengan kata maaf. Tapi di sekolah ini, semuanya akan berujung pada tingkat yang sangat sulit. Bukan satu dua orang yang sudah menjadi korban. Sejak dia duduk di kelas satu, siswa yang didepak sudah tak terhitung.
"Yaudah, yuk kak kita keluar. Nanti biar kak Azka yang urus, kakak tenang—" Kemilau tidak sampai melanjutkan kalimatnya karena matanya beradu pandang dengan sosok asing.
Gadis bernama Kemilau itu berbalik dan sepertinya hanya dia yang menyadari kehadirannya. "Selamat siang, Bu," sapa gadis itu sambil tersenyum kecil. tanpa sadar Shasha balas tersenyum. Gadis ini memang punya aura positive dan juga sepertinya Kemilau sempat bertemu dengannya saat memberikan gulungan petisi susulan tadi. Ah, Shasha baru ingat dengan gadis ini.
"Selamat siang," balas Shasha. Ini adalah sapaan pertama yang diajukan padanya oleh seorang siswa.
"Ibu ada perlu dengan kak Azka?" tanya gadis itu.
Shasha mengerjap. "Azka?"
"Iya. Kak Azka. Dia ketua osis sekolah ini. Atau ibu salah masuk ruangan? Mau saya antar ke kantor guru?" tawar Kemilau dengan ramahnya.
"Tidak. saya memang ingin mendatangi ruang osis. Bisa saya bicara dengan kalian juga?"
"Kami? Kami bertiga?"
"Ya. sebelumnya perkenalkan, saya Shasha. Guru BK baru di sekolah ini.saya butuh beberapa informasi tentang para murid di sekolah ini dari kalian.bisa kalian membantu saya?"
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top