◈HAPPINESS◈

____________________________________

"Nona!"

Naruka seketika terlonjak kaget ketika ia mendengar suara yang sangat tidak asing terdengar dari arah belakangnya, sontak ia segera menoleh sambil melotot ke arah sosok laki-laki yang memanggil dirinya tersebut.

Sosok laki-laki itu adalah pelayan yang diutus oleh Ayahnya. Entah benar nama aslinya ataupun bukan, namun laki-laki tersebut dipanggil dengan nama Obi, ia dulu terkenal sebagai seorang pembunuh bayaran, jauh sebelum ia datang ke kerajaan ini.

"Obi?! Sedang apa kau di sini?"

Laki-laki bersurai hitam itu terkekeh pelan, "Mengawasi Nona, sesuai dengan tugas saya," ucap nya setengah berbisik.

"Aku bukan anak kecil."

"Tapi memang tugas saya seperti ini, Nona. Mau bagaimana lagi?"

Ah, Naruka menyerah untuk berdebat dengan orang ini, buang-buang waktu saja. Lagi pun, ia tidak akan mungkin menang bila bersilat lidah dengan Obi.

Helaan nafas berat keluar dari mulut Naruka, "Pasti memang ada sesuatu, kan? Ada apa kau kemari?"

"Kita tidak bisa membicarakan ini di sini, Nona. Mari pergi tempat yang lebih aman."

Satu helaan nafas lagi terdengar dari Naruka, tanpa pikir panjang gadis tersebut segera menarik tangan Obi dan membawanya pergi ke sebuah jalan kecil yang sepi.

Ctak! Wosh!

Dalam kurang dari satu detik mereka berdua sudah berpindah tempat, Naruka membawa Obi pergi ke taman di istananya.

"Wah, Nona. Jika Anda melakukan ini di kerajaan tetangga, mungkin Anda sudah berada di dalam bahaya," ucap Obi, mengingat dulu ia sering melihat reaksi orang-orang di kerajaan luar terhadap seorang penyihir.

"Kalau kau lihat apa dan siapa kedua orang tuaku, bukankah sudah pasti aku juga bisa menggunakan sihir?"

Netra kucing milik Obi bersembunyi tatkala laki-laki tersebut tersenyum, "Benar juga, ya."

"Sihir di kerajaan ini adalah hal yang wajar, Obi. Malahan sepertinya cuma kau di sini satu-satunya yang tidak bisa menggunakan sihir."

"Aku tidak butuh sihir untuk bertahan di tempat ini, Nona〜"

"Nyatanya, minggu lalu kau hampir saja kehilangan nyawamu saat berusaha menangkap pemberontak di area timur."

Ucapan sarkas itu sudah menjadi ciri khas dari Naruka, walaupun begitu Obi tetap tertawa, menanggapi ucapan Naruka yang berhasil menghancurkan kepercayaan dirinya.

"Baiklah, lima menit."

Mendengar ucapan Naruka, laki-laki itu segera merogoh tas kecil yang ia gantung di pinggangnya, kemudian ia menyerahkan secarik kertas kepada Naruka.

"Ini?"

"Surat dari Yang Mulia Permaisuri."

Aneh sekali, tidak biasa nya Ibunya mengiriminya surat seperti ini. Malahan biasanya Ibunya akan langsung memanggilnya dengan cara paksa, yaitu dengan teleportasi.

____________________________________

Naruka, temui ibu.

N.Kenta

____________________________________

Naruka hanya bisa terpaku saat membaca surat dari Ibunya sendiri.

"Obi."

"Ya, Nona?"

"Sepertinya kita harus mengecek bahan-bahan di dapur."

Raut wajah Obi menjadi serius, tatapannya berubah menjadi tajam, bahkan suaranya tiba-tiba menjadi berat dan dingin, "Apakah sesuatu yang buruk telah terjadi pada Yang Mulia Permaisuri, Nona? Apakah saya harus mengancam koki istana―"

"Tidak―Uh, yah―"

"―Kau baca saja sendiri isi pesannya."

Alih-alih menjawab, Naruka malah memberikan secarik kertas tersebut kepada Obi, meminta laki-laki tersebut untuk membaca isi pesan dari Permaisuri.

Obi segera menerima surat itu dan membacanya, namun setelah membaca keseluruhan nya, laki-laki itu malah semakin kebingungan.

"Apakah ada masalah, Nona?"

"Ya, Obi, ku rasa Ibu salah makan sesuatu."

"Hah?" sahut Obi secara spontan.

"Obi, tunggu di sini."

Ctak! Wosh!

Keringat imajiner muncul di atas kepala Obi, laki-laki tersebut menghela nafas pelan, mencoba memaklumi 'Nona-nya' yang lagi-lagi pergi meninggalkannya tanpa mengatakan tempat yang akan di kunjungi.

Sedangkan di lain sisi Naruka berpindah tempat ke depan pintu kamar Permaisuri.

Yah, se-tidak pandainya Naruka dalam pelajaran tata krama kerajaan, ia masih tau sopan santun dan tidak seenaknya berteleportasi ke ruangan pribadi seseorang termasuk orang tuanya.

Tok.. Tok.. Tok..

"Masuklah."

Setelah diizinkan masuk, Naruka segera mendorong pintu yang berukuran lima kali dari dirinya tersebut, dan mendapati Ibunya tengah duduk di atas sofa sambil membaca beberapa dokumen yang Naruka tebak pasti berisi laporan keadaan dari berbagai wilayah kerajaan.

"Naruka, pakaianmu," tegur Nora, Sang Permaisuri, Ibu dari Naruka.

"A――Saya sebenarnya masih dalam tugas berpatroli. Jika saya memakai pakaian formal, orang-orang yang menurut saya mencurigakan tidak akan melakukan aksinya saat melihat saya. Karena itu maafkan ketidakpantasan cara saya berpakaian saat menghadap Anda."

Impressive, seketika tata bicara Naruka yang sedikit kasar dan sarkas, berubah menjadi sopan dan lebih tertata.

Nora tersenyum, mengingat dulu ia juga berusaha keras untuk menjaga sikap dan perilakunya demi suaminya; Raja, hanya karena ia adalah seorang siluman, dan juga sejak awal ia bukanlah keluarga bangsawan.

"Naruka, ibu ingin bertanya. Menurutmu apa itu kebahagiaan?"

Naruka terdiam sesaat, kemudian ia segera menjawab pertanyaan dari Ibunya, "Kebahagiaan menurut saya adalah sesuatu yang membuat hati saya merasa senang yang teramat luar biasa."

"Contohnya?"

"Saat saya bisa berbincang dengan Ibu seperti ini, juga merupakan kebahagiaan untuk saya."

Nora terkekeh pelan sambil meletakkan kertas dokumen yang sedari tadi dia pegang, kemudian ia menatap lekat wajah putrinya tersebut.

"Lalu, apakah kau memiliki rasa bahagia ketika bersama orang lain?"

―🌹🗡️🌹―

"Jadi?"

"Aku tidak mungkin menjawab 'rakyatku' karena Ibu tau kalau aku menganggap mereka semua sebagai keluargaku! Argh, aku harus bagaimana?!"

Netra kucing laki-laki tersebut melirik ke arah Naruka, namun sedetik kemudian netra nya beralih ke arah pasar.

"Nona, apakah itu orang-orang yang Anda cari?"

Naruka terdiam sesaat, matanya melirik ke arah Obi seakan memberi kode.

"Ayo, Nona."

Dalam sekejap mata Naruka dan Obi berpindah menuju tempat dimana para bandit tersebut bersembunyi.

"Apa ini? Kita kedatangan tamu!"

Di balik tudung jubahnya, [Name] tersenyum.

"Maaf, Tuan. Tapi tindakan kalian sangat merugikan kami, bagaimana jika sebaiknya kalian kembalikan barang-barang yang telah kalian rampas dari para warga?" usul Naruka, sebenarnya ia tidak perlu mengatakan ini, tapi memancing emosi para bandit ini membuat Naruka cukup senang.

"Hahaha! Ambil saja sendiri!" teriak salah satu dari bandit tersebut, kemudian ia dan beberapa rekan nya mulai menyerang [Name] dan juga Obi.

Tidak butuh waktu lama [Name] dan Obi dapat mengalahkan para bandit tersebut dan menangkap mereka semua.

"Kerja bagus, Obi," ucap Naruka sambil menepuk pelan bahu Obi, ia juga cukup lega setelah mengetahui bahwa Obi sama sekali tidak terluka.

"Nona juga," sahut Obi sambil tersenyum.

"Ah, sudah ku duga, menangkap para bandit ini memang lebih mudah dan lebih menyenangkan jika aku dengan Obi" ucap Naruka sambil mengumpulkan barang-barang yang sudah di curi oleh bandit-bandit tersebut.

"Benarkah? Nona, apa Nona bahagia jika bersama saya?" tanya Obi, kemudian di sahuti anggukan oleh Naruka.

"Kalau begitu, bukankah pertanyaan dari Yang Mulia Permaisuri sudah terjawab?"

Naruka tiba-tiba terdiam, kemudian mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Ya, terima kasih, Obi."

____________________________________

― Fin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top