[three]

Jonas masih kaget dengan info yang baru ia dapatkan ini. Ini benar-benar pembunuhan berantai.

"Bu, Maria. Bisa aku mewawancaraimu sebentar?" Tanya Jonas.

"Tentu saja, ayo kita ke ruang tamu lagi." Ajak Bu Maria.

Jonas berjalan di belakang bu Maria, ia mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi perekam suara untuk wawancara ini. Notesnya ketinggalan di mobil, jadi ia menggunakan alat yang ada saja.

"Apa yang ingin kau ketahui?" Tanya Bu Maria.

"Semuanya, coba jelaskan soal persahabatan anakmu ini." Pinta Jonas.

"Aku sudah lama sekali tinggal di sini, ini rumah yang dibeli suamiku saat kami menikah. Jadi Antoni lahir dan besar disini. Lingkungan sini memang padat penduduk, tapi itu membuatku dan orang-orang makin akrab.

"Anton sedari TK bersahabat dengan Reza, dan Danny. Mereka berteman baik, mereka juga seumuran. Lalu saat Anton kelas 3 SD, keluarga Pak Aji pindah ke rumah yang ada di ujung jalan, anak perempuan mereka, Luna. Berteman baik dengan Anton, Danny dan Reza, hanya saja Luna memang lebih muda setahun tapi mereka tetap akrab. Dua tahun setelahnya keluarga Giovani lah yang pindah kemari, mereka berempat langsung akrab dengan Gio yang setengah bule itu.

"Mereka anak-anak baik, mereka tidak pernah membuat keonaran, mereka saling menjaga. Mereka sering bertengkar khas anak muda, yaa mereka marah tapi keesokannya mereka tetap main bersama, kau tahukan? Layaknya saudara?"

Jonas mengangguk, ia mendengarkan Bu Maria dengan seksama.

"Mereka masuk ke SMP yang sama, SMA yang sama dan kuliahpun di tempat yang sama,

"Lalu, keempat anak itu terpukul saat Luna, satu-satunya wanita dalam geng kecil mereka hilang. Padahal mereka semua sudah menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Luna di markas mereka."

"Markas?" Tanya Jonas.

"Saat datang kesini, kau melihat rumah besar tak terawat yang ada di dekat pom bensin?" Tanya Bu Maria.

Jonas bukan hanya sekedar tahu, ia bahkan bermalam disitu sepertinya, dan tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Ia merasa ada sesuatu yang aneh antara rumah itu dan anak-anak ini.

"Ya, aku melihatnya." Jawab Jonas.

"Itu rumah keluarga Suadji yang dibiarkan begitu saja saat renovasi karena keluarga itu pindah ke luar negeri, sudah bertahun-tahun lamanya seperti itu. Karena kosong tak berpenghuni, Anton dan teman-temannya menjadikan itu markasnya."

"Jadi, Luna hilang begitu saja?" Tanya Jonas.

"Yaa tak ada tanda-tanda dia kemana, orang tuanya bilang kalau Luna izin keluar untuk bermain bersama Anton, Gio, Danny dan Reza. Namun keempat anak yang menunggu itu tak pernah melihat Luna datang."

"Dia dibunuh?" Tanya Jonas.

"Tak ada mayat yang di temukan, tak ada apapun. Anak itu seolah hilang ditelan bumi." Jawab Bu Maria.

Jonas makin penasaran dengan kasus ini. Ini super langka baginya, padahal ia sudah 5 tahun menjadi detektif di divisi pembunuhan.

"Di mana anak-anak yang lain sekarang?" Tanya Jonas.

"Setelah lulus, Danny memutuskan pindah ke pusat kota. Ia mendapat pekerjaan dengan gaji yang lumayan, kudengar selama 6 bulan ini ia sudah menyewa sebuah rumah karena dapat pekerjaan yang lebih baik. Lalu Gio, dia juga di pusat kota, kerja di salah satu kantor hukum swasta. Sedangkan Reza, ia masih tinggal di sini bersama orang tuanya, bekerja menjadi pengawas di pom bensin dekat sini." Jelas Bu Maria.

"Kau belum tahu, Bu? Danny meninggal kemarin. Ia di temukan menggantung diri di rumahnya, aku detektif yang ditugaskan untuk kasusnya." Kata Jonas.

"Astagaa!" Lalu Bu Maria menangis, ia menangis seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya sendiri.

Jonas mengambil beberapa lembar tissue dari meja dan memberikannya pada bu Maria.

"Maaf, aku membawa berita buruk." Kata Jonas.

"Tolong, temukan orang yang membunuh anak-anakku ini. Mereka tidak mungkin bunuh diri, mereka anak-anak yang ceria, semangat dan sangat optimis!" Pinta bu Maria di sela-sela tangisannya.

"Aku akan melakukan apapun yang kubisa, Bu." Kata Jonas.

Bu Maria mengangguk, ia berusaha mengendalikan tangisnya. Setelah sekian menit, akhirnya tangisannya mereda.

"Baik bu, aku akan kembali ke kantorku, aku akan mengabarkan apapun yang kudapat, tapi tidak secepatnya karena aku perlu memproses data-data, yang jelas kasus kematian anakmu dibuka kembali, dan aku beserta pihak kepolisian akan melakukan yang terbaik untuk menemukan pelakunya." Kata Jonas.

Bu Maria mengangguk, lalu Jonas berdiri dari kursi kayu dan keluar. Ia masuk ke mobilnya dan segera melaju, Jonas sempat berhenti di rumah besar markas kelima anak ini, setelah melihat sekilas. Ia langsung menuju kantornya.

Ia harus melaporkan apa yang didapatkannya hari ini. Kapten Mendes harus tahu kalau dugaan pembunuhan ini sudah berlangsung dari dua tahun yang lalu.

Sudah ada 3 korban sejauh ini, dan Jonas akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada korban ke 4 dari 5 sekawan ini.

***

Selepas makan siang, Jonas berhasil mendapatkan surat dari Kaptennya, surat panggilan untuk Reza, Prima dan Giovani untuk memberi keterangan soal kasus ini.

Jonas juga sudah menyamakan tulisan tangan dari surat Antoni dengan ucapan ulang tahun yang ada di celana Danny. Keduanya sama, tapi sialnya tak ada sidik jari apapun di kertas itu, membuat Jonas makin frustasi.

"Haris!" Panggil Jonas.

"Ya, Joe. Ada yang bisa kubantu?" Tanya Haris.

"Antarkan surat-surat ini ke alamat yang tertera. Bilang kalau besok aku menunggu mereka di sini."

"Ohh, siaap!" Seru Haris.

Jonas merenggangkan tubuhnya, ia lelah. Ia bahkan belum pulang ke rumahnya. Ia butuh tidur layak. Sepertinya malam ini tidak ada minum-minum di bar. Ia harus pulang dan mengistirahatkan badan.

Ia pamit ke Kapten Mendes untuk pulang duluan karena hari ini dia memulai kegiatan dari pagi, Kapten Mendes pun memberikan izin padanya.

"Detektif Joe!" Jonas menoleh, ia melihat Debora berjalan ke arahnya.

"Ada apa?" Tanya Jonas.

"Orang tua Danny ada di ruanganku, apakah jasadnya sudah boleh di bawa? Kalau boleh mereka akan menguburkannya sore ini."

"Aku ikut denganmu!" Seru Jonas.

Ia berjalan bersama dengan Debora ke lantai bawah, menuju ruang kamar mayat. Di bawah, Jonas melihat orang tua Danny, keduanya tampak terlihat sedih, sedang mengobrol beraama Milea.

"Pak Mulya, ini Jonas, detektif yang bertugas untuk kasus anak Anda." Kata Debora.

"Hallo, Detektif Jonas. Saya Mulya dan ini istri saya Fathia." Kata Pak Mulya sambil mengulurkan tangan pada Jonas.

"Jonas!" Seru Jonas, menjabat tangan pak Mulya dan bu Fathia.

"So?"

"Danny sudah boleh dibawa Pak, Bu." Jawab Jonas.

"Mengenai kasusnya, apa dia benar bunuh diri?" Tanya Bu Fathia, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Saya berasumsi ini pembunuhan, tapi saya masih harus mengumpulkan banyak bukti, karena kalau asumsi saya benar, korbannya bukan hanya anak Anda, bu." Jawab Jonas.

"Maksudnya?" Tanya Pak Mulya, heran.

"Saya tidak bisa memberitahu banyak, ini belum valid, dan saya masih ingin menyimpan asumsi ini dulu, tidak mau bocor." Jawab Jonas.

"Yasudah kalau begitu, saya percaya kepolisian akan melakukan yang terbaik." Kata Pak Mulya.

Jonas tersenyum, begitupun yang lain. Lalu, Pak Mulya memanggil orang untuk membawa jasad Danny pergi.

"Aku akan pulang!" Seru Jonas pada Debora dan Milea sambil berbalik meninggalkan kamar mayat.

Jalanan siang ini cukup lancar ketika Jonas mengemudikan mobilnya ke rumahnya. Ia benar-benar butuh mandi, seharian ini ia sangat tidak betah dengan baju yang ia kenakan.

Begitu sampai di rumah Jonas langsung berlari ke kamarnya, melepas sweater, kaus, semua yang ia kenakan dan berjalan menuju kamar mandi. Mandi dengan air dingin merupakan pilihan tepat untuk membersihkan badan dan menyegarkan pikirannya.

Selesai mandi, Jonas bercermin, memutuskan untuk bercukur. Ketika akan mengoleskan krim cukur, Jonas melihat sesuatu yang aneh di bahunya, ia memiringkan tubuhnya agar punggungnya terekspos ke kaca, memar aneh berwarna biru, memarnya tidak aneh, tapi bentuknya yang aneh. Berbentuk jari, sama seperti yang dimiliki mayat Danny.

Shit!! Jangan sampai aku menjadi korban juga! Aku tak ada hubungannya dengan semua ini! Maki Jonas.

Dia menyentuh bahunya, memar ini tidak sakit, tapi warnanya seperti ia habis terbentur benda keras. Padahal ia merasa bahunya tidak menabrak apa-apa hari ini.

Ulang tahunku masih bulan Januari, kalau aku ditandai sebagai korban, aku punya waktu hampir 7 bulan untuk menangkap pelakunya! Batin Jonas.

Berusaha tak peduli dengan memar di bahunya, ia mencukur calon-calon brewoknya itu. Setelah selesai, ia merbahkan diri di kasur dan istirahat.

***

"Aku Prima, kau detektif yang memanggilku?" Tanya seseorang yang menghampiri meja Jonas pagi ini.

"Yeah, tak apa kalau kita melakukan wawancara di ruang introgasi?" Tanya Jonas, dan orang yang mengatakan diri sebagai Prima ini pun mengangguk.

Jonas sengaja mengajak semua narasumbernya ke ruang introgasi, disana sudah lengkap CCTV dan alat penyadap suara. Jadi ia tidak perlu repot-repot mencatat atau apapun, hanya mengandalkan alat yang ada dan ingatannya.

"Jadi, Prima Raspati. Kau kenal Danny Guntara?" Tanya Jonas, memulai introgasi ini.

"Yeah tentu, aku ada beberapa kelas yang sama dengannya saat kuliah, dan beberapa kali kami sekelompok." Jawab Prima santai.

"Menurutmu apa Danny punya musuh?"

"Aku tak yakin, dia teman yang baik menurutku. Tapi bukan pacar yang baik sepertinya."

"Bisa jelaskan?"

"Dia terkenal playboy, banyak wanita yang sakit hati karena dicampakan olehnya."

"Apakah ada yang memiliki dendam padanya, menurutmu?" Tanya Jonas.

"Sepertinya tidak, para wanita itu, meskipun sakit hati karena Danny mencampakannya, tapi sepertinya mereka selalu memuja Danny." Jawab Prima.

"Maksudnya?"

"Seperti yang kubilang, Danny anak yang baik, ia teman yang baik, dan ia bisa  bersikap sangat manis pada siapapun." Jelas Prima.

"Apakah kau kenal dengan teman-teman Danny yang ini?" Tanya Jonas, ia mengulurkan foto wisuda Danny.

"Yeah, aku juga pernah sekelas dengan Reza, kalau Gio, kami sering bertemu karena kantornya sekarang ada di seberang kantorku. Kita sering bertemu saat makan siang."

"Antoni?" Tanya Jonas.

"Aku tak terlalu mengenal dia, diantara keempat sahabat itu, menurutku Anton yang paling jinak. Dia tidak pacaran selama kuliah, tiba-tiba saja aku mendengar kabar dia bunuh diri, aku sedih mendengar kabar itu, anak seperti dia mati saat masih jadi perjaka, sungguh hidup yang sia-sia." Jelas Prima.

"Kau kenal Aluna?" Tanya Jonas.

"Yeah tentu, dia primadona kampus yang menghilang saat aku semester akhir." Jawab Prima.

"Seperti apa Aluna di matamu?"

"Dia cantik, tentu saja. Aku kurang dekat dengannya, aku sekedar mengenalnya karena dia sahabat Danny dan dia sangat populer."

"Kurasa cukup, terimakasih infonya Prima!" Seru  Jonas.

"Yeah, semoga bisa membantumu menangkap siapapun yang membunuh Danny!" Serunya lalu bangkit dan keluar.

"Dari mana kau tahu ini pembunuhan?" Tanya Jonas menaham Prima.

"Kakak Iparku bilang kau melarangnya keluar kota karena ia bisa jadi calon tersangka." Jawabnya polos.

Jonas hanya mengangkat bahu, menyuruh Prima keluar dengan isyarat tangannya. Jonas makin pusing dengan perkara ini. Kemudian ia lupa menanyakan sesuatu, ia berdiri dari kursinya dan mengejar Prima.

"Prima!" Panggilnya dan si pemilik nama itupun berbalik, dengan cepat Jonas menghampiri Prima.

"Berapa tanggal lahirmu?" Tanya Jonas.

"Kau mau memberiku kado?" Tanya Prima dengan nada jahil.

"Jawab!"

"15 september."

"Okee, terimakasih!"

Prima melanjutkan jalannya, sedangkan Jonas mencatat tanggal lahir Prima ke notes kecilnya. Entah kenapa, feelingnya sangat kuat tentang tanggal lahir, ada sesuatu dengan tanggal lahir. Jonas bisa merasakan itu.

Saat ia kembali ke mejanya, sudah ada seorang lelaki menunggu, dari foto yang dilihat Jonas, sepertinya dia adalah Reza Hendarso.

"Reza?" Tanya Jonas, dan lelaki ini mengangguk.

"Kau detektif Jonas Haz?" Jonas menoleh saat namanya disebut.

Di belakangnya berdiri seorang pria tinggi, sepertinya dia Giovani kalau menurut foto yang ia punya.

"Yeah!"

"Yoo!" Reza berdiri dan mereka saling berpelukan singkat.

"Oke, sepertinya aku akan langsung bertanya pada kalian berdua, silahkan!" Seru Jonas, menunjuk ruang introgasi.

Jonas mempersilahkan Gio dan Reza duduk.

"Okee, kalian tahu kenapa kalian ada di sini." Kata Jonas membuka obrolan.

"Yeah, karena sahabatku menggantung dirinya sendiri di rumah kostnya." Jawab Reza.

"Menurutmu, dia di bunuh atau bunuh diri?" Tanya Jonas.

"Sepertinya dia bunuh diri, Danny tak punya musuh," Jawab Reza.

"Kalau menurutmu, Gio?" Tanya Jonas.

"Aku setuju dengan Reza, bisa saja Danny tiba-tiba bosan dengan hidupnya dan memilih mengakhiri hidupnya." Jawab Gio.

"Lalu bagaimana dengan teman kalian Antoni yang ditemukan mati meminum racun serangga tiga bulan lalu? Apa dia juga bosan dengan hidupnya?" Tanya Jonas.

"Aku tidak tahu, aku kurang dekat dengan Antoni. Dia sedikit tertutup." Jawab Reza.

"Menurutku Anton juga bunuh diri, ia terlalu tertutup padahal kami sahabatnya. Ia sepertinya memendam sesuatu yang tak ingin ia bagikan dengan kami, mungkin saat ia tak sanggup memendam itu lagi, ia memilih untuk mengakhiri hidupnya." Tambah Gio.

Jonas sedari tadi sedikit kesal dengan dua pemuda ini, mereka sepertinya agak kurang peduli dengan kematian dua sahabatnya. Prima malah kelihatan lebih peduli ketimbang dua anak ini.

"Tidak kah aneh, menurut kalian, mengingat keduanya memutuskan untuk bunuh diri di hari ulang tahunnya?" Tanya Jonas.

Kemudian kedua pemuda ini memasang wajah kaku, feeling Jonas sepertinya benar. Ada sesuatu dengan ulang tahun, ada sesuatu yang disembunyikan mereka.

"Apa ini ada hubungannya dengan menghilangnya Aluna Pertiwi dua tahun lalu?" Tanya Jonas lagi.

Ekspressi kaku kedua anak ini makin terlihat ketika Jonas mengucapkan nama Luna. Yaa, Jonas makin yakin kalau ini bermula bukan tiga bulan yang lalu, tapi dua tahun lalu.

"Apa yang kalian tahu? Jelaskan padaku sekarang! Aku tahu kalian menyimpan sesuatu, demi kebaikanmu, sepertinya ceritakan saja!" Kata Jonas, ia mengeluarkan suara tegasnya, suara yang mengintimidasi siapapun yang mendengarnya.

****

TBC

Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

I hope you enjoy the story yaaa

****

Jadi diantara mereka, siapakah penjahat sebenarnya??

Antoni yang pendiem?
Giovani yang santai?
Reza yang nakal?
Danny yang menyenangkan?
atau
Aluna the gone girl?

This detective gonna catch the killer!

***

Ps: setelah di pikir-pikir, ku gemes sendiri karena Danny mati. Padahal dia yg paling ganteng 😭😭😭😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top