[one]

Jonas baru saja keluar dari kamar mandi, ketika ponselnya berdering nyaring.

Capt calling...

Terpampang di layar ponselnya. Kalau Kapten sudah menelfon, berarti ada masalah penting. Langsung saja Jonas menggeser ke kanan logo answer pada layar.

"Hey, Capt! What's a new?" Seru Jonas.

"Di mana? Do you read my text?"

"Not yet,"

"We've got a death body! I'll see you in the crime scene!"

"Aye aye, sir!"

Lalu sambungan telepon terputus. Jonas langsung membuka ponselnya dan melihat isi pesan text dari atasannya tersebut. Sebuah alamat TKP untuk kasus baru ini. Setelah membacanya, ia langsung bergegas memakai pakaian.

Jonas adalah seorang detektif yang bekerja di kepolisian, divisi pembunuhan lebih tepatnya. Jadi dia bekerja ketika ada mayat. Tapi tak jarang juga mayat yang di dapat tak memiliki bukti untuk masuk dalam katagori pembunuhan, ada kecelakaan, atau bunuh diri.

Meninggalkan sarapannya tak tersentuh, Jonas berlari menuju mobilnya dan mengarahkannya ke lokasi ditemukannya mayat.

Jonas berusaha menyetir mobilnya secepat mungkin, namun macet lah kendala utama ia tak bisa sampai dengan cepat ke TKP. Lebih dari setengah jam setelah Jonas menerima telepon dari Kapten Mendes, ia sampai di TKP.

Ia memperlihatkan Badge-nya pada polisi yang berjaga di sekitar police-line, lalu masuk ke dalam sebuah rumah.

Sudah banyak agent yang memenuhi rumah ini.

"Bunuh diri?" Tanya Jonas pada agent CSI yang bertugas setelah melihat tali yang menggantung di langit-langit rumah.

"Sepertinya, namun memar di sekitar leher korban lebih lama dari waktu kematiannya." Jelasnya.

"Oke, any info?" Tanya Jonas

"Sebaiknya kau bertanya pada kapten." Jawabnya.

"Okay, di mana kapten?" Tanya Jonas.

"Di lantai dua."

Jonas langsung mengarah ke tangga, mencari di mana Kaptennya berada, dan ternyata beliau sedang berdiri di balkon rumah ini.

"Sorry Capt, I'm late." Seru Jonas saat ia menghampiri atasannya itu.

"It's okay, lagi pula mayatnya tidak akan kemana-mana."

"Debora bilang kalau memar di sekitar leher lebih lama dari pada waktu kematiannya." Kata Jonas mengutarakan satu-satunya info yang dia punya.

"Selidiki semuanya, meskipun aku melihat mayatnya tergantung dengan mata kepalaku sendiri, tapi tetap saja kemungkinan pembunuhan akan selalu ada. Periksa semuanya, kau detektif yang ku tugaskan untuk kasus ini."

"Aye Sir."

Lalu Kapten Mendes meninggalkan balkon, sedangkan Jonas menuju ruangan lain.

Lantai atas hanya terdapat balkon, kamar yang lengkap dengan kamar mandi dan ruang santai. Tak ada hal lain di ruang santai selain sampah yang bececeran di mana-mana. Jonas beralih ke kamar, kamar sama berantakannya dengan ruangan tadi.

Jonas mengenakan sarung tangan karet miliknya sebelum memulai pemeriksaan, ia mengambil celana jeans yang tersampir di ujung kasur. Ada dompet di dalam kantung celana itu, Jonas mengambil ID-nya, ingin tahu identitas mayat itu.

Danny Guntara, 22 Juni 1992.

Damn, dia mati di hari ulang tahunnya! Seru Jonas dalam hati.

Segera ia masukan dompet tadi ke pelastik barang bukti, lalu mencari hal lain yang sekiranya menguatkan untuk menjadikan kasus ini pembunuhan, bukan bunuh diri semata.

Sekian menit mencari, Jonas menyerah dan turun ke lantai satu.

"Masukan mayat ke kantung, bawa ke kamar mayat, autopsi dan kabari aku secepatnya. Aku akan menyusul." Kata Jonas pada Debora dan Milea (asisten forensik).

Langsung saja Debora dan agent lain melaksanakan apa yang diperintahkan Jonas. Sementara Jonas naik ke kursi yang dijadikan pijakan oleh Danny.

Dengan teliti, Jonas melihat ikatan sampul tali ini pada langit-langit. Kuat, tapi sepertinya ikatan ini salah arah, kecuali Danny adalah seorang kidal.

Jonas turun dari kursi, membungkuk di lantai dan memerhatikan keramik lantai ini. Ada bekas goresan sedikit, menunjukan kalau kursi ini diseret dengan keras.

Jonas mengambil kameranya, memotret kondisi lantai, kursi dan tali yang menggantung.

"Siapa yang menemukan mayatnya?" Tanya Jonas kepada siapa saja yang mendengar.

"Tetangganya yang ingin mengambil palu, Sir." Jawab seorang agent.

"Di mana rumahnya?" Tanya Jonas.

"Persis di seberang jalan, kau mau ku antar?"

"Ayo!" Seru Jonas.

Kemudian mereka berdua berjalan, menuju rumah berwarna coklat yang ada di seberang jalan. Jonas mengetuk pintu dua kali, tak lama seorang wanita berumur 30-an membuka pintu.

"Detektif Jonas Haz dari kepolisian, dan agent Haris." Kata Jonas mengenalkan diri sambil memperlihatkan badge-nya.

"Yaa, ada yang bisa kubantu?" Tanyanya.

"Kau yang menemukan mayat Danny?" Tanya Jonas.

"Ohh suamiku, dia ke rumah Danny pagi ini, mengambil palu yang dipinjam Danny dua hari yang lalu." Jawab wanita itu.

"Kau tahu untuk apa Danny meminjam palu?"

"Silahkan masuk dulu Sir, lebih baik kita mengobrol di dalam." Ajak wanita ini mempersilahkan Jonas dan Haris masuk.

"Terimakasih? Bu??"

"Julia, saya Julia dan suami saya Salam."

Jonas mengangguk dan melangkahkan kaki masuk ke ruang tamu dan melihat ada beberapa bingkai foto yang di letakan di sofa tamu.

"Dekorasi?" Tanya Jonas.

"No, seminggu yang lalu aku dan suamiku foto di sebuah studio, merayakan anakku yang baru masuk TK. Kemarin sore orang studio mengantar hasilnya. Pagi ini Salam berencana memasangnya, dan baru ingat kalau Danny meminjam palu, jadi dia ke seberang untuk meminta palu kembali, tapi ia malah menemukan jasad Danny tergantung." Jelas Julia dengan tenang.

"Kau akrab dengan Danny?" Tanya Jonas.

"Tidak terlalu, tapi Danny mengenal adikku, Prima, mereka teman kuliah kalau tidak salah. Saat Prima main ke sini, ia sering menghabiskan waktu dengan Danny." Kata Julia sementara Jonas mendengarkan dengan seksama dan mencatat sesuatu di notesnya.

"Tetangga seperti apa Danny?" Tanya Jonas.

"Dia baru pindah 6 bulan yang lalu. Dia baik, dia bekerja sebagai manager di sebuah restoran, dia sering memberi Malik, anakku, makanan dan mainan yang ada di paketan makanan yang ia jual."

"Dia tinggal sendiri?" Tanya Jonas.

"Yaa, tapi terlihat kalau hampir sebulan sekali orang tuanya datang. Ia terlihat seperti anak yang sangat menyayangi keluarga."

"Apa kau tahu kalau Danny punya musuh?" Tanya Jonas.

"Kurang tahu, tapi Danny ini tipe cowo playboy, ia sering membawa wanita yang berbeda ke rumahnya."

Lengan Jonas dengan cepat mencatat semua yang ia dengarkan.

"Kau tahu siapa saja wanita itu?"

"Tidak, aku tidak mengenalnya."

"Bisakah aku minta kontak adikmu? Untuk menanyakan soal teman-teman wanita Danny."

"Oh tentu saja."

Lalu Julia merogoh kantong celananya dan memperlihatkan nomor Prima, langsung saja Jonas mencatatnya di notesnya.

"Baik, Terimakasih saudari Julia, dan tolong, kalau suamimu pulang, aku sangat senang jika dia mau ke kantor menemuiku untuk keterangan lebih lanjut."

"Baik, Detektif. Aku akan menyampaikannya. Aku tak percaya Danny meninggal dengan menggantung diri seperti itu. Ia orang yang sangat semangat, rasanya aneh kalau ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya."

"Ya Julia, sekali lagi terimakasih." Kata Jonas.

Ia bangkit dari sofa dan diikuti oleh Haris dan kembali berjalan ke rumah Danny.

"Bilang kepada agent lain, kumpulkan semua yang bisa menjadi barang bukti ataupun barang yang mengandung informasi tentang Danny. Aku akan kembali ke kantor untuk mengecek hasil autopsi. Taruh semua bukti dalam kotak dan letakan di mejaku." Kata Jonas pada Haris sambil memberikan dompet Danny yang sudah terbungkus pelastik.

"Aye, Sir!" Seru Haris.

Jonas berbalik, keluar dari garis polisi dan segera menuju mobilnya, mengarahkan mobilnya ke kantor kepolisian.

Setelah parkir, Jonas sengaja langsung ke ruang autopsi, ke kamar mayat lebih tepatnya. Ia melihat Debora sedang membedah tubuh Danny, dibantu oleh Milea.

"Ada info?" Tanya Jonas.

"Seperti yang kubilang tadi, memar di lehernya lebih lama dibanding umur kematiannya."

"Pukul berapa ia mati?" Tanya Jonas.

"Sepengetahuanku, untuk mati dengan cara menggantung diri kau akan mati dalam waktu lebih dari sepuluh menit, jadi sepertinya ia mati sekitar pukul 1 pagi."

Jonas mengangguk.

"Lihat ini, menurutmu ini apa?" Tanya Debora, menunjukan bentuk memar pada leher Danny.

Jonas mengamati memar yang sudah membiru ini. Berbentuk seperti jari. Apakah ini ulah pembunuhnya?

"Sepertinya ada yang berusaha mencekiknya, kalau itu terjadi berarti waktu kematiannya jam 1 kurang." Ujar Jonas.

Debora mengangguk.

"Apa ada sidik jari orang lain di tubuhnya?" Tanya Jonas.

"Dia bersih." Jawab Debora singkat.

"Lihat ini, Detektif Joe!" Seru Milea. Ia sedikit mengangkat lengan Danny.

Dan benar saja, terlihat memar berbentuk jari di lengan atas Danny.

"Ini pembunuhan, aku akan melapor pada Kapten agar bisa memberitahu keluarga korban." Kata Jonas, Debora dan Milea pun mengangguk.

"Dan ini yang kutemukan di saku celananya!" Debora memberikan plastik berisi kertas kecil, ada tulisan di kertas itu.

'Happee Birthdaee, Buddy!'

Jonas kembali ke lantai atas, ke mejanya. Ia sudah melihat karton ukuran besar berada di atas mejanya.

Sebelum ia bergelut dengan bukti-bukti itu, ia menuju ruang kapten.

"Come in!" Seru Kapten saat Jonas mengetuk pintunya.

"Duduk, Jonas. Bagaimana?" Tanya Kapten Mendes.

"Pembunuhan, berdasarkan info dari tetangganya, dan memar yang ada di tubuhnya. Aku bisa menyimpulkan kalau itu pembunuhan, untuk selengkapnya aku akan memeriksa barang bukti yang ada. Dan lagi, aku menemukan tulisan selamat ulang tahun, sepertinya itu dari pembunuhnya." Kata Jonas menjelaskan.

"Baiklah, aku akan menyuruh kolega untuk menelfon keluarga korban. Sementara itu, kau lakukan yang terbaik untuk tugasmu, okay? Jika kau memecahkan 3 kasus lagi, kau bisa jadi detektif terbaik tahun ini."

"Aku akan melakukan sebisaku, Kapt. Terimakasih." Jonas lalu berdiri dan pamit keluar.

Ia kembali ke mejanya, memeriksa berbagai barang yang dikumpulkan para agent. Jonas mulai dari dompet milik Danny.

Dompet Danny sangat standar, hanya berisi identitas, SIM A dan SIM C, kartu kredit, ATM, uang cash, vocer diskon makanan dan foto yang diyakini Jonas adalah kedua orang tuanya.

Jonas melemparkan dompet itu ke kardus lain, tanda kalau barang itu telah di periksa.

Menit-menit sudah berganti jam, sudah banyak benda yang diperiksa Jonas dan tidak memberikan informasi apapun.

Kemudian Jonas mengambil barang terakhir dari kardus itu, sebuah bingkai foto kelulusan, ada 4 orang di sana. Danny dan 3 orang temannya.

Mata Jonas terbelalak saat melihat seseorang dalam foto tersebut, ia sepertinya kenal dengan lelaki yang berada di ujung kiri. Tapi ia lupa siapa.

Jonas berpikir keras, di mana ia pernah melihat lelaki tinggi dengan mata biru ini? Matanya terlihat akrab, tapi Jonas bingung siapa. Akhirnya, Jonas membuka bingkai foto itu, dia yakin ada keterangan foto di belakang foto ini.

Ini foto kelulusan, pasti ada keterangan di belakang atau di bawah foto, karena di bawah foto tidak ada info, dia yakin di belakangnya pasti ada.

Benar saja, ada keterangan foto tersebut.

wisuda angkatan 48
Fakultas Ekonomi, Jurusan Management
Antoni Dwi Putra, Giovani Irawan, Danny Guntara dan Reza Hendarso.

Danny tidak berada di sebelah orang yang dikenal Jonas, jadi bisa dipastikan kalau orang yang dikenalnya itu bernama Antoni. Antoni? Tapi siapa? Ia merasa tak mengenal nama itu.

Tak mau berputus asa, Jonas membuka komputernya, mencari nama Antoni dalam salah satu dokumennya.

Ketemu! Yaa, pantas saja Jonas merasa kenal. Antoni adalah salah satu mayat yang pernah ia tangani, tak ada cukup bukti untuk kasus pembunuhan, jadi Jonas memasukkan Antoni ke kasus bunuh diri.

Ia membaca ulang berkas Antoni, meninggal karena meminum racun serangga dan tewas di kamar tidurnya. Ia meninggalkan surat untuk kedua orang tuanya agar mengikhlaskannya.

Hasil autopsi dari laporan kematian Antoni tidak lengkap, ia tidak bisa membaca semuanya. Namun ada satu yang menarik perhatiannya, tanggal kematian Antoni, tanggal kematiannya sama dengan tanggal lahirnya.

Ada kesamaan antara Antoni dan Danny, mereka berdua sama-sama meninggal di hari ulang tahunnya.

Shit! Kalo ini pembunuhan, ini termasuk pembunuhan berantai dan di rencanakan. Sial! Maki Jonas.

Ia langsung lari ke kamar mayat untuk menemui Debora.

"Aku minta hasil autopsi Antoni Dwi Putra yang meninggal 13 maret lalu!" Seru Jonas saat sampai di kamar mayat.

"Apa? Untuk apa membuka berkas lama? Bukankah kau yang bilang kalau itu kasus bunuh diri?"

"Sudah cepat berikan, ada yang aneh di sini." Seru Jonas.

Ya, ia sangat mampu melihat kejanggalan yang ada. Kalau tidak, ia tidak akan jadi seorang Detektif.

"Ini!" Seru Debora.

Langsung saja Jonas membuka dan membacanya dengan seksama. Ia kurang mengerti maksud dari istilah-istilah medis dalam laporan ini. Tapi ia tahu sesuatu, di sini tertulis kalau di tubuh Antoni juga terdapat memar-memar berbentuk jari, sama dengan yang ada di jasad Danny.

Oke, ini pembunuhan berantai. Ini kasus baru yang Jonas tangani. Ia belum pernah menyelidiki kasus seperti ini. Dan sepertinya ini dendam, karena uniknya para korban meninggal di hari lahirnya.

Jonas langsung berlari ke atas, menemui Kapten Mendes dan menjelaskan semua yang ia temukan.

"Oke Jonas, kasus pembunuhan berantai ini di buka untukmu!" Seru Kapten Mendes.

****

TBC

So, ini adalah chapter pertama dari cerita pendek ini. Maafkan kalo masih cemen banget yaa ceritanya. Aku belum ada pengalaman soalnya nulis cerita misteri kaya gini hahahaha.

But, i hope you enjoy the story while you reading this. Thank you, dont forget to vote and leave a comment. xoxo

With love
RDHashifah 😚

*******

Cast

Arthur Darvil
as
Jonas Marcello Haz
or
Detective Joe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top