[four]

"Kami tidak tahu, Detektif. Kalau kami tahu sesuatu pasti akan kami katakan. Tidakah kau berfikir kalau ini benar-benar pembunuhan kami adalah korban selanjutnya?!" Seru Giovani.

Jonas makin pusing dengan kasus ini. Ingin rasanya ia menutup kasus ini dan membiarkan laporan yang keluar sebagai kasus bunuh diri bukan pembunuhan.

Tapi tidak, ia akan mencari keadilan untuk korban, untuk para keluarga korban, dan ia akan mencegah dua anak di hadapannya ini mengalami kejadian serupa. Feelingnya mengatakan kalau ini kasus pembunuhan, jadi dia akan melakukan apapun untuk menemukan pembunuhnya.

"Lalu kenapa kalian tegang saat aku menyebut nama Luna?" Tanya Jonas.

"Kami takut! Aku takut kalau akan jadi korban selanjutnya, kalo ini pembunuhan umurku tak akan lebih dari dua minggu! Ini tanggal 24 juni dan aku akan berulang tahun di tanggal 2 juli!" Seru Reza, ia terlihat ketakutan sekarang.

Tampang nakal yang ada di wajah Reza berubah menjadi ketakutan, ia bahkan menggigit kukunya untuk menenangkan diri.

"Cilax dude!" Seru Gio, menepuk-nepuk punggung Reza, berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Aku akan meminta beberapa agent untuk berjaga di rumahmu dari tanggal 30 juni hingga 5 juli. Kau tidak perlu khawatir." Kata Jonas.

"Bagaimana denganku?" Tanya Gio.

"Kapan ulang tahunmu?" Tanya Jonas.

"18 juli!"

"Sama, aku akan menugaskan agent berjaga di rumahmu 3 hari sebelum dan sesudah ulang tahunmu." Sahut Jonas.

"Baik, detektif." Jawab Gio.

"Aku tak akan membiarkan ada anak lain yang mati." Kata Jonas.

"Terimakasih!" Sahut Gio

Jonas mengangguk, ia belum mendapatkan info apapun dari kedua anak ini. Kepalanya makin pusing melihat kedua anak di hadapannya ini ketakutan akan menjadi korban selanjutnya.

"Kalau kalian menemukan sesuatu yang aneh, kabari aku. Ini nomorku." Kata Jonas memberikan kartu namanya pada Reza dan Giovani.

"Baik, aku akan mengabarimu apapun." Kata Reza, ia memasukan kartu nama Jonas ke dalam dompetnya.

"Bisa kulihat foto dalam dompetmu?" Tanya Jonas.

"Yeaah!" Reza mengeluarkan foto dalam dompetnya dan memberikan pada Jonas.

Jonas menerimanya dan memperhatikan dengan seksama, selama ini ia hanya melihat 4 anak lelaki, ini kali pertama ia melihat 5 orang anak, 1 perempuan yang bisa dibilang sangat cantik berada di tengah-tengah mereka.

"Luna gadis yang cantik." Kata Jonas, mengembalikan foto itu.

"Yeah, kami sangat kehilangannya. Ia benar-benar istimewa untuk kami." Sahut Reza.

"Kami bisa pergi sekarang?" Tanya Gio.

"Yeah, terimakasih untuk waktunya." Sahut Jonas.

Jonas berjalan kembali ke meja, mengambil notesnya dan mencatat tanggal lahir kedua anak tadi. Ia bingung sebenarnya, dia belum punya bukti apapun untuk mengungkapkan kasus ini sebagai pembunuhan, dia hanya mengandalkan feelingnya saja.

Tapi Jonas yakin akan feelingnya, feelingnya tak pernah salah. Jonas tahu ada sesuatu yang dimulai saat Luna menghilang, ada sesuatu yang terjadi di hari ulang tahun Luna 2 tahun yang lalu.

***

Hari-hari berlalu begitu saja, Jonas makin frustasi karena belum menemukan bukti lain. Ia bahkan mengunjungi keluarga Luna, mewawancari Ibu dan Ayah Luna prihal hilangnya anak mereka dua tahun yang lalu.

Namun, keluarga itu sepertinya sudah ikhlas. Keluarga itu sudah merelakan hilangnya Luna, mereka ikhlas kalau ternyata Luna sudah meninggal, hanya saja mereka ingin mayat, mereka ingin sesuatu atau apapun yang benar-benar membuktikan kalau Luna sudah meninggal. Bahkan keluarganya tidak keberatan kalau Luna hanya kembali dalam bentuk potongan tubuh, apapun. Apapun asal ada buktinya.

Jonas meringis mendengar penjelasan keluarga Luna, yaa bayangkan saja anak perempuannya hilang. Tak bersisa satu ujung jaripun. Itu pasti akan membuat siapa saja sedih.

"Bu, Pak. Apa saat Luna hilang kalian melapor polisi?" Tanya Jonas.

"Tentu saja."

"Baik, terimakasih."

Akhirnya ia meninggalkan keluarga Luna, kembali ke kepolisian untuk memeriksa sesuatu.

"Detektif, Juan. Bisa aku minta tolong?" Tanya Jonas, ia sudah ada si divisi kehilangan sekarang.

"Yeah, ada apa Joe?"

"Dua tahun lalu, tanggal 5 april kau menangani kasus anak hilang. Namun ditutup karena tidak ada bukti apapun. Bisakah aku melihat laporanmu selengkapnya?" Tanya Jonas.

"Untuk apa? Kau ingin membuka lagi kasus itu? Sudah laah, aku rasa anak gadis itu sudah mati."

"Aku hanya ingin melihatnya." Pinta Jonas.

"Ayo!" Detektif Juan mengajak Jonas ke mejanya lalu membuka komputernya. Memperlihatkan pada Jonas laporannya.

"Bisakah kau mencetak foto-foto itu untukku?" Pinta Jonas.

"Yeah, kau bisa mengambilnya di ruang printer!" Seru Juan.

"Okee, Thank you!"

"Yeah, semoga beruntung dengan apapun yang kau kerjakan!"

Jonas tersenyum lalu ia meninggalkan meja detektif Juan dan menuju ruang printer. Fotonya telah selesai di cetak saat Jonas sampai. Ia langsung memeriksa foto-foto tersebut.

Rumah Luna, rumah teman-temannya, gang-gang kecil di daerah tersebut. Jalanan menuju markas anak-anak itu. Tidak ada yang aneh. Tidak ada hal yang menarik perhatian seperti darah atau goresan akibat pemaksaan bukti kalau Luna di culik.

Jonas membalik foto selanjutnya, sepertinya ini ruangan lain dalam markas, ada kue, minuman keras, minuman bersoda dan banyak makanan kecil. Ada yang aneh di foto ini.

Kalau benar Luna tak pernah sampai, kenapa kue ulang tahun di foto ini sudah dipotong? Beberapa snack dan minuman sudah di buka. Lilin yang berada di atas kue pun tampaknya sudah terbakar.

Oh sial! Pasti ada sesuatu yang ditutupi oleh anak-anak ini! Batin Jonas.

Ia kembali ke mejanya, menelefon Giovani dan Reza, meminta mereka untuk segera datang ke kantor. Tiga puluh menit kemudian, Reza datang. Ia terlihat semraut.

"Ada apa, detektif?" Tanya Reza

Jonas kaget melihat tampangnya, lalu menarik kursi untuk Reza duduk di dekat mejanya.

"Kau kenapa?" Tanya Jonas.

"Empat hari lagi aku ulang tahun, sepertinya aku akan menyusul teman-temanku."

"Aku tak akan membiarkan itu terjadi! Nanti malam akan ada 4 agent yang berjaga di rumahmu, dua di depan dan 2 di belakang."

"Terimakasih, oh iya ada apa? Kenapa kau menelfonku?" Tanya Reza.

"Foto ini!" Seru Jonas, ia memperlihatkan foto yang menurutnya aneh.

"Ada apa dengan foto ini?" Tanya Reza.

"Kalian bilang kalau Luna tidak pernah datang, kenapa di foto ini lilinnya tampak sudah terbakar? Kue sudah terpotong, makanan kecil tampaknya habis dan botol minuman sudah terbuka."

"Aku dan teman-temanku pernah menjelaskan ke detektif yang dulu bertugas. Kenapa kau tidak bertanya pada temanmu?"

"Aku ingin mendengar langsung darimu." Pinta Jonas.

"Pukul 9 malam, saat Luna tak kunjung datang. Aku dan yang lainnya memutuskan untuk merayakan ulang tahun ini untuk Luna, kami menyalakan lilin, membuat permohonan bersama lalu memakan kuenya, menikmati apa yang sudah kami siapkan, karena yaaa kami semua lapar, kami menunggu Luna dari pukul 5 sore.

"Saat itu, aku dan teman-temanku merasa kalau Luna masih marah pada kita berempat, jadi setelah kami menghabiskan makanan. Kami ke toko kue yang masih buka, membelikan dia kue kecil yang baru. Kami ke rumah Luna, namun kata Ibunya dia sudah pergi menemui kami dari sore, padahal Luna tak pernah datang ke markas.

"Tahu ada yang tidak beres, akhirnya Ayah Luna menelfon polisi. Tapi polisi belum mau merespon karena Luna belum hilang selama 24 jam. Luna belum bisa dinyatakan hilang.

"Aku ingat apa kata polisi yang menjawab panggilan Ayah Luna malam itu 'santai saja Pak, kau bilang anakmu sedang berulang tahun. Mungkin dia sekarang sedang bersenang-senang dengan kekasihnya' yaaa itu respon polisi saat sahabatku menghilang!" Jelas Reza, terlihat kekecewaan di wajahnya.

"Maaf!" Kata Jonas.

"Itu bukan salahmu." Sahut Reza.

"Pukul berapa kau dan teman-temanmu ke rumah Luna?"

"Sekitar pukul 12 malam, kami ingin menjadi yang terakhir mengucapkan ulang tahun hari itu." Jelas Reza.

"Kau bilang, kalian berasumsi Luna masih marah pada kalian, itu karena hal apa?" Tanya Jonas.

"Futsal, kami tak mengajak Luna main futsal dengan tim dari kampung sebelah." Jawabnya.

"Kenapa?"

"Oh please! Anak kampung sebelah selalu memandang Luna dengan tatapan mesum, kami semua tidak suka sahabat kami ditatap seperti seorang jalang. Jadi kami sengaja tak mengajak Luna."

Jonas mengangguk, sepertinya para pemuda ini sangat menyayangi Luna.

"Baiklah, kau boleh pergi. Dan nanti malam ada agent yang berjaga di rumahmu. Tenang saja!"

Reza tersenyum, mengangguk lalu berdiri dan meninggalkan tempat ini. Tak lama Reza pergi, Giovani datang dengan terengah-engah.

"Kau kenapa?" Tanya Jonas.

"Anjing kepolisian, aku takut anjing dan di depan sana mereka sedang melatih anjingnya. Aku takut! Butuh perjuangan untuk sampai di ruangan ini." Jelas Gio.

"Okee silahkan duduk!" Titah Jonas.

Jonas kembali menanyakan pertanyaan yang sama dengan apa yang ia tanyakan pada Reza, dan jawaban Gio sama dengan Reza. Tapi Gio agak soal lupa tentang jam-jam pastinya, dan Jonas memahami. Tak mungkin kan ia ingat semuanya.

"Detektif, aku tak ingin ada temanku lagi yang mati. Cukup Luna, Anton dan Danny. Aku tak sanggup kalau Reza juga pergi, karena kalau empat hari lagi Reza tewas, 18 juli nanti adalah ulang tahun terakhirku."

"Menurutmu Luna sudah mati?" Tanya Jonas, hanya itu yang ia tangkap dari omongan Gio barusan dan seketika Gio membeku.

"Aku kurang tahu, tapi kalau dia masih hidup, dia pasti muncul, dia pasti menemani kami saat sahabat-sahabatnya dinyatakan bunuh diri." Jawab Gio.

Tapi Jonas menangkap kejanggalan, Gio sepertinya menyembunyikan sesuatu.

"Giovani, adakah yang ingin kau ceritakan padaku? Tentang Luna?" Tanya Jonas dengan suara halus.

Gio membeku, ia menggeleng.

"Hubungi aku jika kau mau memberitahu sesuatu, kau boleh pergi sekarang."

Jonas kecewa, ia ingin tahu rahasia yang disembunyikan oleh Gio dan kawan-kawan, dia yakin terjadi sesuatu saat ulang tahun Luna yang ke 21.

Kesal dengan minimnya bukti, Jonas menutup notesnya. Menuju pantry untuk membuat kopi. Sepertinya ia harus melihat lebih lebar, mencari lebih dalam untuk menemukan benang merah kasus ini.

***

Hari ini entah kenapa Jonas sangat tegang, ia baru saja mengevakuasi orang tua Reza dari rumah keluarga Hendarso. Besok adalah hari ulang tahun Reza, Jonas memperketat penjagaan di sekitar rumah Reza.

"Reza, bisa kah kau keluar sebentar, ada yang ingin kulakukan dengan kamarmu." Kata Jonas.

"Tentu, detektif."

"Kau bisa ikut agent Angga."

Sementara Jonas tinggal di kamar Reza untuk melakukan sesuatu, Angga mengajak Reza keluar dan duduk di sofa. Angga memberikan Reza segelas coklat panas untuk menenangkan diri.

Tak lama, Jonas keluar dari kamar Reza.

"Reza, maaf karena aku harus mengeluarkan orang tua dan adikmu dari rumah ini untuk sementara, aku tak ingin terjadi sesuatu pada mereka. Dan aku juga ingin mengurangi jumlah tersangka." Jelas Jonas.

"Aku mengerti." Jawab Reza singkat.

"Baiklah, kau kutinggal bersama dengan agent-agentku. Rumahmu di jaga oleh 6 orang anggota polisi, siapapun yang mencoba membunuhmu pasti akan mengurungkan niatnya." Kata Jonas.

"Yeah, semoga saja detektif!" Seru Reza. Mukanya sudah terlihat pucat sekarang. Kurang dari 6 jam, dia akan berulang tahun. Biasanya orang sangat senang saat ulang tahun, tapi situasi kali ini lain.

Jonas pamit pulang, ia lelah. Sudah hampir dua hari ia tak tidur karena memikirkan kasus ini. Malam ini, adalah malam tertegang. Kalau Reza besok pagi masih hidup, dia berhasil. Namun kalau Reza ditemukan tak bernyawa, sepertinya pembunuh ini sangat cerdas.

Sesampainya di rumah, Jonas langsung merebahkan diri ke sofanya. Ia memejamkan mata, berusaha mengistirahatkan tubuhnya barang sebentar.

Kemudian terdengar perutnya berbunyi, ia menuju dapur kecilnya, mengambil makanan kaleng lalu membukanya. Memasukan makanan itu ke microwave, lima menit kemudian ia menyantap makanan siap saji itu. Setelah perutnya terisi barulah ia ke kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya.

***

Jonas terbangun karena suara telfonnya berdering nyaring, ia mengecek jam, baru pukul setengah satu dini hari, ia baru tidur selama 2 jam.

Panggilan dari agent Dimas langsung ia angkat.

"Hallo?"

"We lose him." Kata Dimas.

"Meaning?"

"He's death!"

Jantung Jonas mendadak berdetak lebih cepat. Tidak mungkin, tidak mungkin Reza juga meninggal. Bagaimana bisa?

Ia menutup panggilan tersebut, ia langsung berganti pakaian dan mengambil semua perlengkapannya. Setelah semua siap ia menuju mobil dan tancap gas ke rumah Reza.

Tidak mungkin kalau pembunuh itu berhasil melewati 6 agent yang bertugas, mereka agent-agent terbaik yang Jonas kenal. Siapa sebenarnya pembunuh itu sampai ia bisa membunuh Reza yang ada dalam pengawasannya.

Sepanjang perjalanan, Jonas merasa gagal, Jonas merasa bersalah atas kematian Reza. Harusnya ia tidak pulang dan tertidur, harusnya ia begadang satu hari lagi untuk Reza.

Sial sial sial! Maki Jonas.

Hampir 30 menit kemudian ia sampai di pinggiran kota, tempat tinggal Reza lebih tepatnya. Sudah banyak agent yang datang, garis polisi pun sudah di pasang.

Saat akau melintasi garis polisi, Jonas di cegat oleh Bu Farida dan Pak Anwar, orang tua Reza.

"Kau bilang dia akan selamat, bagai mana ini bisa terjadi!" Seru Bu Farida.

"Detektif tidak bisa menjamin kehidupan anak Anda Bu, anak Anda memilih mengakhiri hidupnya." Kata Dimas yang sudah berdiri di samping Jonas.

"Memilih? Kau bilang kematian ini adalah pilihan? Kalian semua tahu dia sangat takut mati!" Seru Bu Farida sambil tersedu-sedu.

"Maaf, Bu. Saya akan melihat TKP dulu. Saya juga tak yakin ini bunuh diri, kita berhadapan dengan pembunuh yang sangat profesional sepertinya." Jonas memberanikan diri membuka suara.

"Aku menunggu keadilan atas kematian anakku darimu detektif!" Seru Pa Anwar, suaranya terdengar tertahan, sepertinya ia berusaha untuk tidak menangis.

Jonas melintasi garis polisi, masuk ke dalam rumah, dan langsung menuju kamar Reza.

Di kamar, Jonas menemukan jasad Reza, tergeletak tak berdaya, sedang di periksa oleh Milea. Darah mengalir dari pergelangan tangan kananya membanjiri lantai. Ia bahkan menyumpal mulutnya dengan kaus.

Ganjil, ada keganjilan di sini.

Jonas memerhatikan pergelangan tangan kanan Reza yang teriris, ada 3 irisan yang sangat dalam disitu.

Tidak mungkin Reza yang mengiris lengannya sendiri, Reza itu tidak kidal. Kalau Reza mengiris pergelangan tangannya atas kemauannya, pasti ia menggunakan tangan kanannya untuk mengiris tangan kirinya.

Jonas bangkit, ia menuju rak buku milik Reza. Ia membongkar tumpukan buku yang disimpan sedemikian rupa, mengeluarkan kamera kecil dari sana.

Dia bersyukur petang tadi dia meletakan ini, dia akan tahu siapa pembunuhnya saat membuka hasil rekaman dari kamera ini.

Siapapun pembunuhnya, Jonas yakin ia sudah sangat dekat.

***

TBC

Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo I hope you enjoy the story

Ps: mau tanya, kalo update tiap selasa dan kamis kelamaan ga sih menurut kalian? Coba saran dongs aku updatenya bagusnya kapan? (Jangan bilang tiap hari please 😂) cerita ini cuma 8 chapter, jadi udah nyisa setengahnya doang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top