[eight]

"Apa yang bisa ku lakukan untukmu?" Tanya Jonas.

"Kau mau membantuku? Kau percaya dengan apa yang baru kuperlihatkan?" Tanya Aluna.

"Dengar, aku tak percaya hantu. Tapi, aku baru saja melihatmu mati, dan sekarang kau ada di depanku. Kau berhasil mendapatkan kepercayaanku." Jawab Jonas, meskipun ia tegang, ia berusaha sesantai mungkin.

Di dunia ini, hanya Ibu dan Ayahnya yang ia takuti.

"Aku ingin dikuburkan secara layak." Kata Aluna.

Jonas terdiam mendengar permintaan Aluna. Ia tak menyangka kalau gadis ini hanya ingin dikuburkan dengan cara yang benar.

"Tapi aku ada permintaan, tolong jangan bunuh Gio seperti kau membunuh ketiga temanmu, biarkan aku yang membalasnya dengan membawanya ke penjara." Kata Jonas.

Aluna tersenyum dan mengangguk.

"Aku lebih suka dia membusuk di penjara, aku tak mau membuang energiku untuk menyiksanya." Kata Aluna.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Jonas.

"Tentu."

"Kenapa kau membunuh Antoni dan Danny? Mereka tidak melakukan apapun padamu, malah mereka berniat menolongmu." Tanya Jonas.

"Mereka menutupi kematianku, mereka mengikuti sekenario yang Gio buat, mereka layak mendapatkan itu dan mati bersamaku." Jawab Aluna dingin.

Jonas menghela nafas panjang, ini sekali-kalinya ia berbicara dengan hantu. Hantu yang melakukan balas dendam atas kematiannya dan memohon bantuannya agar dikuburkan secara layak.

"Pagi nanti, aku akan memanggil Gio dan keluarga Danny, Anton dan Reza juga keluargamu. Mereka semua berhak tau apa yang terjadi. Lalu, aku akan menguburkanmu, setelahnya. Jadi mereka tahu apa yang ku ceritakan itu benar adanya." Kata Jonas.

Otaknya sudah bekerja dari tadi, dan yang utama ia pikirkan adalah keadilan. Keadilan untuk para korban.

"Aku mohon, kuburkan aku, dan harus kau sendiri yang melakukannya." Pinta Aluna.

"Kenapa?" Tanya Jonas.

"Aku mengerahkan begitu banyak energi untuk bisa dilihat olehmu, berpegangan tangan denganmu, membagi kenanganku dan berbicara banyak denganmu. Aku ingin kau membalas energi yang ku keluarkan dengan menguburkanku sendiri dengan energimu." Jelas Aluna.

Kali ini Jonas yang mengangguk. Rencana di kepalanya sudah matang, ia sudah bisa menghubungkan semua keganjilan yang ada. Benang merah yang tadinya buram, sudah terlihat jelas olehnya.

"Apa yang kau pikirkan? Kenapa saat ini kau seperti membentengi pikiranmu?" Tanya Aluna.

Jonas benar, ia tahu Aluna dapat membaca pikirannya, untung saja ia pernah belajar cara menutup pikiran dengan seorang temannya.

"Aku memikirkan bagaimana reaksi semua orang saat tahu rahasia ini." Jawab Jonas.

"Yeaah, tapi aku senang karena semuanya akan terbuka dan aku bisa istirahat dengan tenang." Sahut Aluna.

"Selama ini kau di mana?" Tanya Jonas.

"Dimana-mana, hanya berwujud bayangan untuk mengumpulkan energi yang besar. Aku memilihmu ketika aku melihatmu di rumah Danny." Jawabnya.

"Kau tak kembali ke sini?" Tanya Jonas.

"Aku hanya ke sini denganmu, saat aku menjadi Gina."

"Aku ingat itu, aku penasaran, apakah aku bercinta dengan hantu?" Tanya Jonas.

Aluna tersenyum.

"Tidak, aku hanya menarikmu ke sini, menciummu dan membuatmu pingsan untuk memastikan paginya kau akan ke rumah Anton." Jelas Aluna.

"Jadi itu rencanamu? Membuatku terlibat dengan semua ini?" Tanya Jonas.

"Ya, aku percaya padamu detektif."

"Kau ada di rumah Danny saat ia meninggal? Seorang saksi mata merasakan angin kencang, apakah itu kau?" Tanya Jonas.

"Yaa, aku menunggu sampai ada yang menemukan mayatnya, jujur aku sendiri tak tega harus membunuhnya karena ia sangat baik selama hidupnya. Namun mengingat kembali apa yang selama ini ditutupinya membuatku marah."

"Dan Reza?"

"Aku sengaja membunuhnya dengan cara yang sakit, aku ingin ia merasakan sakit sepertiku dulu." Katanya dan Jonas mengangguk mengerti.

"Terimakasih detektif sudah mempercayaiku." Kata Aluna lagi.

"Baiklah, sekarang aku akan pulang. Aku butuh istirahat. Pagi nanti aku akan membuka semuanya." Kata Jonas, ia berdiri dari sofa dan keluar.

"Kau mau kuantar?" Tanya Aluna saat Jonas sibuk mencari mobilnya.

"Yeah, a little help to find my car!" Seru Jonas.

Aluna tersenyum dan mengulurkan tangannya. Jonas menyambut tangan dingin itu, menggengamnya dan Luna pun membawanya ke bar tadi.

"Terimakasih." Kata Jonas. Ia menarik lengannya yang di genggam Aluna, tangannya yang sudah memar biru makin menghitam karena sentuhan itu.

"Aku menunggumu mengabulkan permintaanku." Kata Aluna.

Jonas tersenyum. Ia berjalan meninggalkan Aluna, menuju mobilnya dan pulang. Jonas sangat butuh istirahat, tidur barang sejam atau dua jam mungkin sangat berarti sekali untuknya.

****

Pukul 9 pagi, Jonas sudah tiba di kepolisian. Rencananya sudah mantap, ia sudah memanggil semua keluarga korban, termasuk keluarga Gio dan Gio sendiri. Kapten Mendes sangat penasaran dengan apa yang akan Jonas lakukan.

Sekitar pukul 10, semua yang di undang Jonas sudah datang. Jonas membawa mereka semua ke ruang rapat, Kapten Mendes ikut dengannya.

"Pa Anwar, boleh saya minta kembali sesuatu yang pernah saya berikan untuk Anda?" Tanya Jonas, membuka obrolan pagi ini.

"Ini!" Seru Pa Anwar sambil memberikan memory stick tersebut. Jonas menerimanya dan meletakannya di saku bajunya.

Jonas tersenyum ramah pada semuanya, namun tampak lawan bicaranya terlihat tegang dan penasaran, terutama Gio. Wajahnya menunduk dan pucat.

"Sebelumnya, maaf karena aku menghubungi kalian semua pagi-pagi sekali dan meminta kalian kesini hari ini." Jonas mulai membuka cerita.

"Bukan tanpa alasan aku meminta kalian semua datang, namun aku merasa ini harus diselesaikan secepat mungkin. Aku ingin keadilan untuk semuanya.

"Pertama aku turut berduka atas kehilangan yang telah kalian alami, kematian anak-anak kalian yang sangat tiba-tiba dan dengan cara yang tak terduga.

"Ternyata, semua bermula saat Luna berulang tahun ke-21." Jelas Jonas.

"Apa hubungannya anakku dengan kematian-kematian ini? Anakku sudah menghilang selama dua tahun!" Seru Pak Aji, ayah Luna.

"Aku tahu, Pak. Percayalah aku tahu semuanya, oleh karena itu aku akan memberi tahu kalian apa yang telah kupahami." Sahut Jonas.

"Baik, silahkan lanjutkan." Kata Pak Aji, Jonas tersenyum dan mengangguk.

"Seperti yang kubilang, semua bermula saat Luna berulang tahun yang ke 21. Yang kalian semua tahu adalah Luna menghilang. Ternyata tidak, Luna sempat merayakan ulang tahunnya dengan teman-temannya, meriah dan ia sangat bahagia. Namun, Gio dan Reza yang mabuk malah memperkosanya.

"Danny dan Anton mencoba mencegah semua itu, tapi Danny dan Anton tidak sanggup melawan Reza dan Gio. Lalu, Luna sempat melawan dengan pisau, memberi luka pada dada Reza, Reza yang kalap malah menusuk Luna."

Jonas melanjutkan ceritanya sedetail mungkin, sampai keempat anak itu menyimpan mayat Luna dalam lemari tanam dan menutupnya dengan semen dan batu bata.

"Brengsek!" Maki Pak Aji pada Gio.

Pak Aji berdiri dari kursinya, mencoba meninju Gio, namun Kapten Mendes mencegahnya. Sementara Gio terlihat tegang, kedua orang tuanya menangis, begitu juga dengan orang tua Danny, Anton dan Reza.

"Detektif Jonas, dari mana kau tau semua ini?" Tanya Kapten Mendes.

"Luna sendiri yang menceritakannya padaku." Kata Jonas.

"Kau gila? Anak itu sudah mati!" Seru Pak Anwar.

Jonas tersenyum, ia membuka laptopnya. Lalu menyambungkan laptopnya dengan proyektor yang ada.

"Light, please!" Seru Jonas.

Dan Pak Mulya, yang berada di dekat saklar mematikan lampu.

"Aku memasng cctv khusus di rumah yang dijadikan markas oleh anak-anak ini setelah kematian Danny karena aku secara misterius terbangun di tempat itu." Jelas Jonas.

Jari-jarinya dengan lincah membuka folder-folder yang ia sembunyikan. Lalu membuka rekaman cctv semalam.

"Kamera cctv ini dilengkapi dengan infrared, jadi dia bisa merekam dalam gelap dan merekam sesuatu yang harusnya tak terlihat." Jelas Jonas.

Jonas pun membuka rekaman semalam, dan tampaklah Luna memasuki rumah itu dan duduk di sofa. Tak berapa lama Jonas muncul dalam rekaman, tampak canggung dan kemudian duduk bersama Luna.

Lalu mereka sampai pada Jonas duduk diam dan tiba-tiba Luna menciumnya.

"Maaf dengan apa yang kalian lihat, tapi menurutku itu cara Luna membagikan kenangannya padaku." Jelas Jonas, merasa tak enak dengan rekaman itu.

"Aku tidak mempermasalahkannya, detektif." Sahut Pak Aji.

Kurang lebih 20 menit, rekaman selesai. Terlihat Jonas bangkit dan meninggalkan rumah itu lalu di susul oleh Luna.

"Sekarang, aku meminta Gio untuk menandatangani surat pengakuan atas pembunuhan yang ia lakukan 2 tahun lalu. Ini mempermudahmu Gio, karena kalau aku membongkar tempat kau menyembunyikan Luna dan menemukan pisau yang menjadi alat bukti, kau akan lebih lama di penjara. Di pisau itu terdapat sidik jarimu, Reza dan Danny." Jelas Jonas, ia menyerahkan dokumen pengakuan pada Gio.

Lama Gio memandangi berkas itu, ia mengangkat kepalanya, melihat orang tuanya yang menangis, melihat orang tua teman-temannya yang juga menangis. Lalu, ia meraih pena yang ada dan menandatangani berkas pengakuan pembunuhan tersebut.

"Nah sekarang, aku tak keberatan bila ada yang mau ikut mengambil tengkorak Luna. Aku berjanji padanya akan menguburkannya."

"Bagaimana dengan anakku? Anton, ia tak melakukan apapun, kenapa ia harus mati?" Tanya Bu Maria, ia masih menangis.

"Setelah aku mengurusi Luna, aku akan memberikan keadilan untuk Anton dan Danny." Jelas Jonas.

"Meskipun menurut Luna mereka layak mendapatkan itu karena menutupi semua ini selama bertahun-tahun." Tambah Jonas.

Jonas sudah berdiri sekarang, siap pergi ke markas anak-anak ini sementara Gio dibawa Kapten Mendes untuk diproses.

Keluarga Luna ikut dengan Jonas ke markas, begitu juga dengan orang tua Danny dan Reza. Ibunya Anton sudah tak kuat untuk melihat hal-hal aneh.

"Kalian siap?" Tanya Jonas kepada para Agent yang dibawanya untuk membantu pembongkaran.

"Yes, sir!"

Jonas dan yang lainnya memasang masker, sebelum akhirnya para Agent membongkar tempat itu dengan alat yang mereka bawa.

Tak sampai 10 menit, tembok yang dibuat oleh Reza dan Gio hancur, dan terlihatlah tengkorak Luna yang sudah hancur, berhamburan di lantai. Jonas memakai sarung tangan karetnya dan mulai menyingkirkan puing-puing yang menghalanginya masuk ke lubang itu, dan dengan sangat lembut, Jonas mengumpulkan tulang-tulang itu ke dalam kantung mayat. Setelah semua terangkut, Jonas mengambil pisau dan memasukannya ke plastik barang bukti.

"Debora, identifikasi ini, cocokkan kalau DNA nya benar milik Aluna Pertiwi." Kata Jonas pada Debora.

Dengan dibantu Agent lain, Debora membawa kantung berisi tulang itu ke kamar mayat kepolisian.

"Sementara identifikasi, aku akan mulai menggali, adakah saran di mana aku harus menggali?" Tanya Jonas pada Pak Aji.

"Kami ada pemakaman umum di dekat sini, kau bisa menggali di sana, nanti aku yang urus perizinannya." Jelas Pak Aji.

Jonas mengangguk.

"Bisa antarkan saya kesana sekarang?" Tanya Jonas.

Pak Aji mengangguk lalu turun ke lantai satu.

"Pak Anwar, Pak Mulya, coba ajak Bu Maria besok ke kepolisian. Aku akan memberikan keadilan juga untuk Danny, Anton, bahkan Reza. Aku sudah berjanji pada Bu Maria akan menangkap orang yang membunuh anaknya. Juga anak kalian." Kata Jonas.

"Tapi, bukankah Luna yang membunuh anak-anak kami? Apakah kau akan menangkap hantu?" Tanya Pak Mulya.

"Datang saja besok pukul 9, aku akan menjelaskan semuanya." Jelas Jonas, ia pergi meninggalkan Pak Mulya dan Pak Anwar, menyusul Pak Aji.

Saat keluar, ternyata sudah banyak wartawan dan warga yang menunggu di belakang garis polisi.

"Kau detektif yang bertugas? Bisakah kau ceritakan apa yang terjadi disini?" Tanya seorang wartawan.

"Maaf, aku harus bergegas!" Hanya itu yang keluar dari mulut Jonas, ia menghampiri Pak Aji dan meminta Pak Aji mengantarkannya ke pemakaman umum setempat.

Semua alat menggali sudah di sediakan, Jonas hanya perlu menguras tenaganya untuk bisa membuatkan liang kubur yang layak untuk Luna, ia adalah orang yang selalu menepati janji, jadi ia akan berusaha semampunya meskipun tubuhnya sudah lelah dan butuh istirahat.

Lebih dari dua jam, terciptalah lubang sedalam dua meter lebih itu, Jonas naik ke permukaan dan mengambil ponselnya yang ia simpan di atas nisan seseorang.

"Hallo, bagaimana?" Tanya Jonas.

"99,9% cocok." Sahut Debora di ujung telepon.

"Baik, cuci bersih itu semua, berikan peti mati terbaik untuknya, hias bagian dalam peti dan segera antar padaku." Titah Jonas, ia mematikan sambungan telefon sebelum Debora menyahutinya.

Ia duduk di tanah beralaskan daun, ada orang yang membantunya menyiapkan papan-papan yang dibutuhkan.

"Terimakasih Pak." Kata Jonas pada Pak Aji yang memberinya sebotol air mineral dingin.

"Aku yang berterimakasih, anakku akhirnya ditemukan." Katanya.

Jonas mengangguk, ia sedang menenggak air banyak-banyak.

Setengah jam kemudian, terdengar suara ambulance, Jonas berdiri. Ia menunggu para agent membawa Luna.

Tulang-tulang Luna sudah disusun rapi dalam peti mati, dengan bantuan beberapa orang, Jonas menurunkan peti itu ke lubang yang ia buat.

Banyak yang datang ketika Jonas menutup Luna dengan gundukan tanah. Jonas mengenali beberapa diantaranya sebagai orang tua dari sahabat-sahabatnya Luna. Bahkan Gio juga datang dengan bersimbah air mata.

Namun, diantara kerumunan banyak orang. Pandangan Jonas jatuh pada sosok siluet wanita di bawah pohon, ia tahu itu siapa.

"Luna datang, ia datang di upacara pemakamannya." Ujar Jonas, membuat beberapa orang bergidik ngeri.

Namun Jonas hanya tersenyum, memandang sosok Luna di kejauhan sana.

'Hanya kau yang bisa melihatku saat ini.' Suara itu ada di kepalanya. Senyum Jonas makin lebar.

'Aku tahu!' Balas Jonas, dengan pikirannya.

'Terimakasih, detektif Jonas Marcello Haz!'

'Yeah, ini sudah tugasku. Sekarang, pergilah dengan tenang. Biarkan aku yang mengurus sisanya.'

'Baiklah, terimakasih lagi.'

Lalu, Jonas melihat betul bagaimana siluet Luna memudar dan menguap ke udara.

Luna sudah tenang sekarang.

****

THE END

****

Terimakasih buat siapaun yang baca ini, Happee Birthdaee, Buddy! adalah cerita pertama dengan genre Mistery yang aku buat. Coba-coba sih ini. Semoga yang baca suka yaaa!!!

****

Jadi gimana menurut kalian cerita ini? Pleasee komen, aku suka banget di komen.

Dan maaf yaa karena cuma short story, aku baru nyoba bikin cerita kaya gini jadi ga PD kalo bikin chapter banyak hahaha.

Pokoknya makasih buat yang udah baca, di tunggu komennya.

****

Byeee

Sampai jumpa di judul lain

*****

Sincerely:
RDHashifah 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top