8. Ramalan

Wulan duduk manis di kamar sambil memandangi laptop. Gadis itu mengirim email pada Cyber Daisy sahabat baiknya di dunia maya. Jari-jarinya dengan lincah memainkan keyboard, mengetikan surel pada Daisy.

Dear Daisy,

Hari ini aku melakukan uji nyali dengan teman-teman sekelasku di kelas XI IPA1 yang katanya berhantu. Ternyata di sana ada hantu gadungan, namanya Kak Arief. Dia adalah teman bermain Shita dan Igo waktu kecil. Dia dulu menempati kamar yang sekarang kutempati. Sahabat baiknya, Bintang, bunuh diri setahun yang lalu di kelas itu. Karena penasaran dengan alasan bunuh dirinya, Kak Arief tiap malam selalu ke kelas itu dan berharap untuk bertemu dengan hantu Kak Bintang dan bertanya apa alasannya bunuh diri. Apa kamu bisa membantu mencari alasan Kak Bintang bunuh diri Daisy? Jika kamu tahu tolong beritahu aku.

Dari sahabat baikmu, Wulan.

Wulan mengetuk-ngetukan jari pada meja, sembari menunggu balasan. Cyber Daisy memiliki kemampuan yang sama dengannya yaitu melihat masa depan, bahkan lebih hebat. Enam bulan lalu tiba-tiba saja akun Instagram itu menyapa di postingan Wulan. Seketika mereka menjadi sangat dekat, bahkan saling berbagi rahasia. Daisy sering memberikan beberapa peringatan pada Wulan yang akhirnya menjadi nyata. Seperti menyuruhnya pindah kos dua bulan lalu. Siapa sangka, malam setelah kepindahannya ke rusun ini, kosnya yang lama dirampok.

Sekitar sepuluh menit kemudian, email balasan dari Daisy sudah datang. Mata Wulan terbelalak saat membacanya.

Rembulan tersayang,,

Dia nggak bunuh diri, Wulan, ada beberapa orang yang bertanggung jawab atas kematiannya dan malam ini salah satu dari mereka akan menerima ganjarannya. Kamu akan terlibat dalam tragedi balas dendam ini. Ini adalah takdir mengerikan yang nggak bisa kamu hindari. Berhati-hatilah, Sayang.

Dari sahabat baikmu, Daisy.

Wulan tertegun. Takdir mengerikan yang tak bisa dihindari? Membayangkannya saja membuat bulu kuduk Wulan meremang. Gadis itu berdoa dengan tangan gemetar. Semoga dirinya dan teman-temannya dijauhkan dari segala marabahaya.

***

Igo sedang memapah Pak Suprapto yang mabuk berat dengan susah payah, saat Wulan keluar dari kamar. Pak Suprapto yang wajahnya merah menyapa Wulan dan meracau tidak jelas. Wulan menjawabnya dengan senyuman saja. Beruntung juga jadi gadis bisu, hampir semua masalah bisa diselesaikannya hanya dengan tersenyum.

Igo mengetuk pintu kamar Pak Suprapto, kamar nomer sepuluh yang persis berada di depan kamar Igo kamar nomer lima belas. Tak lama kemudian munculah istri Pak Suprapto, Bu Lidia yang membukakan pintu. Wanita itu marah dan mengomel melihat suaminya pulang dalam keaadan seperti itu. Ujung-ujungnya, Igo kena getahnya.

Tidak ingin ikut campur, Wulan meninggalkan tiga orang itu dan menuju kamar mandi. Setelah kembali, rupanya Igo masih belum masuk ke kamarnya. Cowok itu meniup-niup permen karet sambil berdiri di depan kamar. Tampaknya cowok itu memang sengaja menunggu Wulan keluar dari kamar mandi.

"Hei, ada yang mau kubicarakan," tegur Igo.

Wulan berhenti sebentar dan memandangi tetangganya itu. Sebenarnya Wulan sedang tidak ingin berurusan dengan Igo. Namun apa daya dia tidak bisa kabur dari cowok itu sekarang. Akhirnya Wulan diam dan menunggu Igo berbicara.

"Kenapa kamu membenciku?" tanya Igo.

Wulan tertegun. Dia mengambil notes dari saku bajunya lalu menulis sesuatu di sana dan menunjukannya pada Igo.

Aku nggak benci kamu, hanya nggak suka.

"Nggak suka pasti ada alasannya, kan?" kejar Igo. Wulan terdiam, dia bingung, tidak tahu harus menjawab apa.

"Sebenarnya apa yang sudah aku perbuat? Apa aku pernah berbuat salah padamu?" desak Igo. Wulan menggeleng pelan.

"Apa karena tampangku yang jelek seperti berandalan ini?"

Wulan kembali menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan.

"Apa karena aku miskin dan banyak hutang?"

Wulan mengulangi gerakan kepalanya lagi. Igo bersedekap lalu memandang wajah Wulan lekat-lekat.

"Lalu apa? Apa yang membuatmu membenciku?"

Wulan tetap diam, tentu saja karena dia tak dapat menjawab pertanyaan Igo itu. Karena Wulan tak kunjung menjawab Igo mengerutkan dahinya dan berpikir lagi.

"Apa karena ... sifat mesum dan gombalku?"

Wulan tersenyum. Dia menuliskan sebuah kalimat pada selembar notesnya kemudian merobeknya dan menyerahkannya pada Igo. Sebelum Igo membacanya, Wulan sudah kabur ke dalam kamar. Igo membaca tulisan tangan Wulan itu dan tertegun.

Mungkin.

***

Arina dan Citra melangkah bersama menuju sekolah mereka SMA F. Kedua gadis ini punya rumah searah dari sekolah jadi mereka sering tidak sengaja berangkat bersama seperti hari ini. Mereka harus berjalan sekitar lima ratus meter untuk sampai di sekolah dan melewati jalan yang cukup sepi. Apalagi sekarang baru jam enam kurang. Hari ini kelas mereka masuk pagi karena ada jam ke nol untuk pelajaran olahraga. Kedua siswi SMA itu pun sudah menggunakan seragam olahraga mereka dari rumah

"Jalan ini kadang-kadang serem banget ya," ujar Arina.

"Ya, ini jalan yang jarang dilewati orang, kalau membunuh orang di sini juga nggak bakal ketahuannya," ucap Citra.

"Ih, serem ah, Cit!" Arina menyenggol lengan Citra sembari bergidik. Citra hanya tertawa riang.

Tiba-tiba Citra merasa menginjak sesuatu yang empuk di bawah kakinya. Dia menunduk dan berteriak histeris. Arina yang ikut merunduk pun menjerit. Ada mayat yang ada di bawah kaki mereka. Mayat salah seorang kakak kelas mereka, Budi. Ada darah yang sudah mengering di hidung, telinga, dahi dan belakang kepalanya, matanya melotot dengan tajam. Di samping mayatnya ada gambar tanda Bintang yang ditulis dengan darah.

***

Votes and komen ya, Guys. Karena banyak yang nanya gimana caranya beli di karyakarsa aku udah bikin video tutorialnya di atas. Silakan ditonton.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top