7. Usil
Igo mampir ke Warung Mbak Yeyen. Tempat ini adalah ajang berkumpul para warga di sekitar kompleks rusun tempatnya tinggal pada malam hari. Kedai cukup asyik. Mbak Yeyen, si empunya warung, memiliki anak gadis sangat cantik yang selalu ikut membantunya yang bernama Ratna. Igo lumayan suka cuci mata pada cewek itu.
Kalau malam hari, tempat ini disulap menjadi tempat berkumpulnya para perokok, penjudi dan pemabuk, salah satu sisi gelap kota Surabaya. Di salah satu meja ada Pak Suprapto, pegawai bank sekaligus tetangga Igo di rusun. Pria berusia empat puluh tahun yang duduk sendirian itu tersenyum saat melihat kehadiran Igo dan menyapanya.
"Duduk sini, Go!" ujar Pak Suprapto yang sepertinya agak mabuk. Igo mengangguk kemudian duduk di hadapan laki-laki itu.
"Gimana, Pak, katanya Bapak mau mengajariku jadi trader?" Igo tampak antusias. Pemuda itu memang sudah lama cukup tertarik dengan binis valas (valuta asing) yang ditawarkan oleh tetangganya itu.
"Santai dululah, Go, masak datang-datang langsung membahas itu, minum-minum dululah."
Pak Suprapto menuangkan segelas bir ke gelas dan menyodorkannya pada Igo. Pemuda itu segera menolaknya dengan halus. "Maaf, Pak, aku nggak minum."
"Cih! Kamu ini mau jadi anak sok baik, pakai gaya nggak mau minum segala," olok Pak Suprapto.
"Ibuku melihat dari atas, Pak, aku sudah berjanji padanya dan aku nggak akan mengingkarinya," ucap Igo diplomatis.
Pak Suprapto tersenyum mendengar idealisme anak muda itu. Ibu Igo meninggal Igo tiga tahun lalu karena kanker rahim. Sejak saat itulah Igo hidup sebatang kara. Ayahnya sendiri sudah menghilang sejak umurnya masih lima tahun.
"Dasar kamu ini. Ya sudahlah, tunggu makanan pesanan Bapak datang ya, baru kita mengobrol."
Igo mengangguk. Dia melirik Bangku di belakang Pak Suprapto ada seorang cowok bertopi dan berjaket tebal yang duduk di sana. Cowok itu hanya memesan teh panas dan gorengan. Igo mengamatinya baik-baik, rasanya dia mengenal cowok ini.
"Huh, anak-anak kelas satu jaman sekarang pada ngelunjak!"
Igo tertegun saat mendengar suara itu. Tiga orang yang sangat dikenalnya yaitu Trio-Di berandalan yang paling meresahkan di SMA F muncul. Ketiga cowok itu duduk semeja dengan cowok aneh bertopi tadi.
"Sialan si Igo itu! Pukulannya di perutku masih berasa sampai sekarang! Kalau ketemu lagi kuhabisi dia!" Budi tampak kesal.
Igo berusaha menyembunyikan diri. Bisa berape kalau dia berhadapan dengan ketiga orang itu sendirian di sini. Untungnya badan Pak Suprapto cukup besar sehingga bisa mengkover dirinya.
"Kalian pesan apa? Biar aku yang bayar," tawar si cowok bertopi ramah.
"Good! Good!" Andi tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu si cowok bertopi.
"Mbak Yeyen! Minta birnya tiga botol ya!" seru Edi.
"Ya, Mas," jawab Mbak Yeyen si pemilik warung, wanita berusia sekitar hampir empat puluh tahun yang masih terlihat cantik dan seksi.
"Haduh, cari uang sekarang tambah susah aja gara-gara Igo dan Tora brengsek itu! Kita nggak bisa beli 'barang' itu lagi kalau kayak gini, padahal aku sudah nggak tahan lagi," keluh Budi yang paling ceking dan kurus.
"Kenapa kalian nggak merampok toko emas aja?" usul si cowok bertopi.
Ketiga pemuda itu menatap si cowok bertopi dengan penuh perhatian.
"Kami sudah pernah melakukannya dulu, hasilnya lumayan sih tapi ada kecelakaan yang bikin nggak enak," kata Andi.
"Kecelakaan?" tanya si cowok bertopi.
"Ya, kami nggak sengaja ketahuan sama orang, terus terpaksa kami sikat deh."
"Sikat? Kalian ancam buat tutup mulut?" tanya si cowok bertopi itu lagi.
"Kalau bisa segampang itu sih enak, tapi tuh anak rese banget jadi...." Edi tidak meneruskan kalimatnya dan berpura-pura membelah lehernya sendiri sebagai isyarat. Igo tertegun melihatnya, jadi orang-orang ini bahkan sudah pernah membunuh orang!
"Siapa orang yang sial itu?" tegur si cowok bertopi sambil tersenyum.
Igo tidak mendengar jawaban Budi itu karena Ratna yang cantik menghapiri mejanya dan berkata dengan suaranya yang melengking. Perhatian Igo pun teralihkan pada belahan dada Ratna yang sedikit menyembul dari kaosnya yang ketat.
"Ini Pak Suprapto pesanannya," ujar Ratna.
"Oh iya, makasih ya, Dik Ratna yang cantik," ucap Pak Suprapto.
Ratna tersenyum menggoda pada Igo sebelum pergi meninggalkan meja yang membuat Igo jadi menyengih mesum.
"Jadi gini, Go, prinsipnya seorang trader itu adalah komitmen dan kerja keras!" Pak Suprapto mulai berceramah. Igo pun kehilangan kesempatan menguping pembicaraan Trio-Di lagi dan mendengarkan dakwah Pak Suprapto dengan seksama.
Sampai keempat orang itu selesai minum-minum dan pergi. Igo masih harus mendengarkan cuap-cuap Pak Suprapto yang mulai mabuk berat sehingga beralih pada curhatnya tentang istrinya yang matre dan menyebalkan.
***
Shita melemparkan tubuhnya di atas ranjang lalu menendang-nendang guling dengan kesal. Dia malu sekali jika mengingat kejadian yang baru saja dialaminya. Kenapa sih di seluruh DVD yang ada di persewaan itu dia harus mengambil DVD yang itu!!!
"Dia pasti menganggapku cewek aneh!" desah Shita frustrasi saat mengingat-ingat tawa Haru tadi.
Shita kembali membenamkan wajahnya di dalam bantal dengan kesal.
"Aduh! Mau ditaruh di mana mukaku! Brengsek! Nyebelin!" Shita mengumpat-umpat sambil menggigit bantal dengan kesal.
Shita kemudian berpikir. Haru adalah anak pindahan di sekolah Shita yang hampir tidak punya teman. Ke mana-mana dia selalu sendirian dan sering membolos tanpa sebab yang jelas namun dibiarkan saja oleh para guru. Bahkan Pak Zen yang biasanya marah besar kalau sampai ada murid yang berani membolos saat pelajarannya pun tidak berkomentar apa-apa saat Haru membolos.
"Dia itu makhluk macam apa sih? Invisible man ya?"
Shita mengambil kertas dan pena di atas meja belajarnya. Kemudian menulis susunan angka di atas kertas itu 0-8-5-6-7-8-9-1-0-1-1-1. Nomer ponsel Haru itulah yang tulis Shita di sana. Nomernya sangat cantik sehingga mudah sekali dihapal, meski Shita hanya mendengarkan satu kali secara nggak sengaja.
"Hm ... kalau nomer ini kujual ke anak kelas sebelah yang di kantin pas istirahat tadi gimana ya." Shita ngiler membayangkan uang yang bersedia dibayarkan cewek-cewek itu untuk nomer ponsel Haru, tapi Shita segera tersadar dan menggeleng.
"Enggak ah, jahat banget kalau sampai aku melakukan hal seperti itu!" seru Shita pada dirinya sendiri.
Shita memandang nomer di kertas yang digenggamnya itu kemudian menyeringai.
"Hm... kerjain saja deh, miss call sebanyak-banyaknya, dia pasti bete!"
Shita mengambil ponselnya dan mulai melakukan aksinya yaitu miss call nomer ponsel Haru berkali-kali.
***
Jangan dicoba misscall ya, saya cuman ngarang itu nomer. 😂😂😂😂
Makasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan votes dan komen. 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top