2.Tukang bully

Pojok belakang kantin SMA F sepi dan jauh dari jangkauan para guru. Tempat ini sangat strategis bagi Trio-Di untuk melancarkan aksi mereka. Trio-Di yang anggotakan tiga orang anak kelas XII IPA 1, Budi, Andi dan Edi, adalah geng berandalan yang tenar. Mereka suka menganiaya dan menyiksa yang lebih lemah. Siang hari ini pun tiga cowok SMA bertampang begis itu membawa salah satu mangsa mereka ke situ. Korban mereka yang sial kali ini adalah seorang anak kelas X IPA 1 yang bertampang culun.

"Cepat berikan uangmu!" bentak Budi dengan kelas pada anak kelas satu bertampang culun itu.

"Saya nggak punya uang, Kak," kata Anak culun itu ketakutan. Matanya berkaca-kaca hampir menangis.

"Jangan bohong! Kami tahu kamu anak orang kaya!" Andi turut menghardik

"Su-sungguh, Kak, saya nggak punya uang." Anak culun itu memelas.

"Ah, sudah deh ambil saja dompetnya!" seru Edi tidak sabar. Cowok itu merebut dompet milik anak kelas satu itu dengan paksa, kemudian membuka isinya. Rupanya ada dua lembar uang seratus ribu di sana. Edi mengeluarkannya uang itu dan mengibas-ngibaskannya.

"Dasar pembohong! Bilangnya nggak punya uang, ternyata kaya!" olok Budi sambil meludah.

"Ya nih, ada rejeki begini bagi-bagi dong!" Edi mengacung-ngacungkan dua lembar uang seratus ribu yang dipegangnya di hadapan anak culun itu.

"Jangan, Kak, itu buat bayar SPP!"

Anak culun itu mulai panik. Dia berusaha merebut uang itu kembali dari Edi dengan susah payah tetapi tidak berhasil.

"Dasar pelit! Sedekah dong sama kita-kita!" Andi sambil menonjok wajah anak culun itu sampai anak itu terpelanting ke belakang.

"Hei, sudah cukup Kakak-Kakak durhaka!"

Trio-Di, Budi, Andi dan Edi tertegun saat mendengar suara itu. Di belakang mereka berdirilah dua orang cowok yang masih mengenakan bed anak kelas satu. Yang satu badannya tinggi, kurus dan berambut merah yaitu Igo Casanova. Di sampingnya adalah sahabat baik Igo, cowok tinggi dan kekar berisi yaitu Tora yang agak sipit seperti yakuza Jepang. Kedua cowok itu berjalan mendekat sambil menatap nanar pada Trio-Di.

"Mau apa kalian? Jangan ikut campur urusan kami!" geram Budi.

Budi mengarahkan tinjunya pada wajah Igo, namun Igo menahan tinju Budi itu dan meremasnya hingga Budi berteriak kesakitan lalu meninju perut Budi dengan sangat keras. Budi menyeringai kesakitan dan mundur ke belakang sambil memegangi perutnya. Dua temannya Andi dan Edi tak percaya Budi bisa dikalahkan semudah itu oleh seorang anak kelas satu.

"Ka-kalian menantang kami berkelahi?!" bentak Edi.

Tora tersenyum sinis. Dia melambaikan tangannya pelan untuk memanggil dua orang itu.

"Ayo maju."

Andi dan Edi pun berlari dengan mengarahkan tinjunya pada Tora. Tora menangkis tinju keduanya dengan mudah dalam waktu bersamaan kemudian membanting mereka dengan keras.

Budi tidak bisa diam saja melihat kedua temannya bertarung. Dia pun menghampiri Igo yang sedang kosong dan mengincar perutnya. Namun Igo tidak lengah, Igo menyodokan sikunya kuat-kuat ke tengkung Budi. Budi mengerung kesakitan namun masih sempat mengarahkan cakarnya ke lengan Igo.

Igo merasakan tangannya kesakitan karena cakaran Budi itu. Igo menendangkan lututnya ke perut Budi dua kali hingga Budi akhirnya terjungkal ke belakang sambil memegangi perutnya. Sementara Andi dan Edi yang baru saja dibanting oleh Tora pun bangkit berdiri dan menghampirinya. Ketiga preman sekolah itu kini kesakitan dan berada di ujung tanduk. Mereka dikalahkan dengan mudah hanya oleh dua orang anak kelas satu.

"A-Awas kalian nanti!" ancam Budi pada kedua adik kelasnya itu. Ketiga anggota Trio-Di itu pun segera berlari kabur sebelum mendapat luka yang lebih parah lagi. Igo dan Tora tersenyum sinis melihatnya.

Si anak culun mengambil uangnya yang ditinggalkan oleh Trio-Di karena keburu kabur. Anak itu berterima kasih pada dua orang penyelamatnya yaitu Igo dan Tora. Igo melihat papan nama yang menempel di sebelah dada kanan si cowok culun itu. Namanya Radit.

"Te-terima kasih banyak, Igo, Tora, aku nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada kalian," ucap Radit berterima kasih.

Tora tersenyum sinis pada anak itu lalu melayangkan tinjunya tepat ke pipi sebelah kanannya hingga anak itu tersungkur ke samping. Radit memegangi pipinya dengan rasa sakit dan bingung.

"Ke-kenapa?" tanyanya dengan suara terbata.

"Makanya jangan jadi orang lemah! Nggak hanya mereka saja yang akan menganggumu anak culun! Paling nggak kamu harus bisa melindungi dirimu sendiri!" ucap Tora dengan nada sinis.

Radit memegangi pipinya. Matanya pun kini jadi kemerah-merahan. Dengan kesal dia bangkit dan pergi dari tempat itu.

"Wah ... kamu terlalu kejam, Tor, dia mau nangis tuh." Igo prihatin pada anak culun tadi.

"Biar dia rasakan! Kalau nggak begitu dia nggak akan pernah berubah," tegas Tora.

"Kalian ini nggak pernah berubah ya!"

Igo dan Tora tertegun saat mendengar suara yang mereka kenali itu. Dari belakang mereka munculah Yusuf sahabat baik mereka. Cowok itu membetulkan letak kacamatanya sambil tersenyum.

"Sok menegakkan kebenaran tapi pakai cara kekerasan," lanjut Yusuf.

"Dari pada kamu pahlawan kesiangan, baru muncul kalau semuanya sudah selesai," olok Tora.

Yusuf terkekeh, dia lalu melirik lengan Igo yang berdarah karena dicakar oleh Budi tadi.

"Go, lenganmu berdarah tuh."

Igo melirik lengan kirinya yang berdarah dan tersenyum lebar.

"Wah ... Asyik!" sorak Igo malah senang. Kedua sahabatnya pun melongo.

"Asyik katanya?" Yusuf mengerutkan kening.

"Dasar anak aneh!" olok Tora.

Igo tidak menggubris ejekan kedua temannya, dia malah cengar-cengir melihat lukanya yang cukup parah itu.

"Dengan begini aku jadi ada alasan ke UKS deh," ucap Igo.

Tora dan Yusuf memicingkan matanya memandang Igo.

"UKS? Jangan bilang kamu mau merayu Perawat UKS yang seksi itu?" tegur Tora. Igo menjawab pertanyaan Tora itu dengan cengirannya.

"He? Bukannya kamu naksir Wulan?" Yusuf mengingatkan.

Raut muka Igo berubah begitu mendengar nama 'Wulan' disebut. Beberapa hari lalu dirinya sudah ditolak mentah-mentah oleh cewek manis namun difabel teman sekelasnya itu. Seumur hidup baru kali pertama itu Igo merasakan sakitnya ditolak cewek. "Wulan? Siapa? Nggak kenal tuh!" kata Igo sinis.

"Aku nggak tertarik sama cewek pendek dan jutek itu, aku lebih suka pada Bu Siska perawat UKS cantik dan bersuara seksi." Igo mengelak.

Tora dan Yusuf saling berpandangan dan mencibir.

"Ternyata dia sudah menyerah ya," olok Tora.

"Padahal katanya titisan Giancomo Casanova," tambah Yusuf.

"Aku nggak nyerah! Nggak ada kata menyerah dalam kamusku! Sejak awal aku memang nggak serius naksir dia!" dalih Igo pada kedua sahabatnyanya.

"Oh...." Tora dan Yusuf kompak memandang Igo sambil memicingkan mata.

"Apa-apaan mata kalian itu!" bentak Igo.

"Ya udah deh, selamat berjuang merayu perawat UKS, aku mau balik ke kelas," ucap Yusuf.

"Hm... aku ikut," Tora menyahut.

Tora dan Yusuf berpisah dengan Igo. Keduanya naik tangga menuju lantai dua sedangkan Igo menyusuri lorong menuju UKS.

***


Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan votes dan komen. 😘


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top