10. Hantu

Pelajaran olahraga telah usai, saat Arina dan Citra datang. Kelas dalam keadaan setengah kosong. Hanya ada beberapa anak di sana, yaitu perkumpulan cowok mesum yang sedang mengobrol tentang otomotif di pojok kelas, Bambang yang sibuk mengerjakan tugas kimia di bangkunya, paling depan meja guru, serta Shita dan Wulan duduk di tempat duduk mereka, di deretan bangku dekat jendela nomer dua dari depan. Dua cewek itu tampak tertegun melihat kehadiran Arina dan Citra sangat terlambat.

"Kok kelasnya sepi?" tanya Arina sambil celingukan memandang ke sekeliling kelas.

"Jam Kosong, Bu Linda nggak masuk, kita cuman disuruh ngerjain tugas," jawab Shita.

"Kalian kok baru datang, Cin? Kukira kalian bolos," ucap Shita pada kedua sahabatnya itu apalagi wajah Arina dan Citra terlihat frustrasi.

"Kita habis terjebak suatu kasus rumit nih," terang Arina.

Arina dan Citra menuju ke bangku mereka yang bersebelahan dengan Shita dan Wulan kemudian duduk di sana. Shita dan Wulan mengerutkan dahi bingung.

"Maksudnya?"

"Kalian tahu kakak kelas kita yang namanya Budi nggak?" ujar Citra.

Shita dan Wulan tampak berpikir kemudian mengangguk. Budi adalah salah satu anggota Trio-Di, Anak kelas tiga yang terkenal nakal dan berandal. Siapa pun siswa SMA F pasti mengenalnya.

"Dia meninggal, kami nggak sengaja menemukan mayatnya tadi, jadi kami sempat dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi sebagai saksi," jelas Citra.

Shita dan Wulan terperanjat. Kelompok cowok mesum yang sedang mengobrol tentang otomotif di belakang yaitu, Igo, Tora, Yusuf, Erlangga dan Fauzan pun ikut tertegun mendengar cerita dari Citra yang bersuara cukup keras. Karena merasa tertarik para cowok itu berkerumun di sekitar bangku Shita dan teman-temannya. Bambang yang duduk di depan Shita dan Wulan pun ikut mencuri dengar.

"Kamu bilang apa barusan? Si jelek Budi mati?" tanya Tora hampir tidak percaya.

"Yang bener? Kok bisa?" Igo ikutan penasaran.

"Ya, dia meninggal karena tabrak lari," kata Arina.

"Huh rasakan! Itu pasti hukum karma, habis dia nyebelin banget sih! Meresahkan warga SMA F." Erlangga malah terlihat senang.

"Ya, dulu aku juga pernah dipalak." Fauzan setuju.

Igo, Tora dan Yusuf saling berpandangan. Meskipun mereka bertiga juga kesal dengan ulah Budi tapi tetap sama mereka bersimpati pada kematian cowok itu.

"Terus yang nabrak ketangkep nggak?" tanya Tora.

"Sudah, pelakunya seorang mahasiswa yang menyetir sambil mengantuk karena minum obat flu, dia menyerahkan diri tadi pagi ke kantor polisi," terang Arina.

"Sudah ada yang mengaku berarti kasusnya sudah selesai ya," kata Yusuf.

"Tapi ada yang aneh," ucap Citra.

"Aneh gimana?" Tora penasaran.

Citra mengerutkan dahi tampak berpikir dengan keras sebelum menjawab.

"Setelah menabrak korban, si pelaku sempat turun dari mobil untuk melihat kondisi korban. Karena korban tewas, si pelaku ketakutan dan melarikan diri. Saat itu nggak ada yang aneh di TKP, tapi saat kami menemukan jenazahnya tadi pagi, ada lambang aneh di sana! Lambang berbentuk tanda bintang yang ditulis dengan darah korban! Padahal sebelumnya nggak ada."

Siswa-siswi kelas X IPA 5 tertegun mendengar penjelasan dari Citra.

"Maksudnya?"

"Siapa yang menulis lambang bintang itu? Nggak mungkin korban, karena saat itu korban sudah mati dan si pelaku juga bersumpah nggak menulis lambang itu. Serem banget, kan? Jangan-jangan yang nulis hantunya korban." Arina bergidik ngeri.

"Nggak mungkin, ah!" Shita menutup telinga ketakutan. Dia paling takut sama cerita hantu.

"Orang iseng kali! Hantu itu jelas nggak ada! Ya kan, Go?" Tora teguh pada pendiriannya bahkan meminta dukungan pada Igo.

"Hm ... bener-bener iseng banget ya tuh orang, masak nemu jenazah bukannya melapor malah bikin tanda gajeh? Apa tujuannya coba?" Igo nggak setuju dengan pendapat Tora.

"Kalau gitu Die Message! Mungkin itu pesan kematian korban!" ucap Shita.

"Ih, Shita! Udah dibilangin juga korbannya itu langsung meninggal setelah ditabrakan dan sebelum pergi si pelaku bilang tanda itu belum ada!" Citra jadi gemas karena komentar Shita.

"Kalau gitu mungkin si pelaku bohong, mungkin dia yang menggambar lambang bintang itu," kata Yusuf.

"Nggak! Buat apa juga dia berbohong? Dia bahkan sudah mengakui kalau dia yang menabrak korban! Dia orang yang jujur, kan? Lagian bohong juga nggak ada untungnya buat dia." Citra membela. Sebenarnya Citra cukup simpatik pada si pelaku yang menurutnya cukup keren dan nggak pantes jadi seorang pembunuh.

Semua mengangguk setuju. Memang aneh kalau si pelaku berbohong. Apa tujuannya? Dan juga sama sekali tidak menguntungkan dirinya. Toh, dia sudah mengakui perbuatannya padahal tidak ada saksi yang bisa membuktikan dirinya bersalah.

"Hantu," kata Bambang dengan suara lirih dan membuat bulu kuduk teman-temannya jadi merinding.

"Hantu Bintang!" lanjutnya dengan wajah pucat.

"Lambang yang digambar di TKP itu berbentuk Bintang, kan? Ini pasti ulah hantu Bintang! Dia mau membalas dendam!" ucap Bambang dengan nada suara bergetar karena ketakutan. Semua memandang ke arahnya dengan tatapan tertegun.

"Ngomong itu lagi! Kan, kita semua sudah buktikan sendiri kemarin kalau hantu Bintang itu nggak ada!" ucap Tora malas.

"Lagian apa hubungannya sih kematiannya si Budi sama Hantu Bintang? Bukannya dia mati bunuh diri? Buat apa juga di membalas dendam ke Budi?"

"Ada!" tegas Bambang dengan ketakutan.

"Kalian nggak tahu? Trio-Di kan dulu sekelas dengan Bintang waktu kelas dua, mungkin saja mereka pernah memalak atau mengusili Bintang sampai akhirnya Bintang frustrasi dan bunuh diri. Lagi pula hari ini adalah tepat satu tahun meninggalnya Bintang! Mungkin arwahnya berniat menuntut balas!"

Semua anak kelas X IPA 5 termenung. Sekarang cerita Bambang terdengar masuk akal di telinga mereka.

***

Makasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan votes dan komen. 😘😘😘😘



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top