Vier

Cuaca masih mendung, matahari nampaknya sedang malas untuk menyinari bumi di pagi kala itu. Hawa dingin terus berhembus menusuk kulit yang mana membuat beberapa orang semakin mengeratkan jaketnya guna mengusir hawa dingin.

Selama berjalan tak ada yang berniat buka suara, masing-masing diam dengan pemikiran masing-masing.

"Eh"

"Napa Bok?"

Semuanya menoleh ke arah pemuda dengan surai melawan gravitasi. Dia nampak berpikir untuk sejenak.

"Itu.. mo ke atas nggak nanti? Gue bawa tenda" Ajaknya.

"Enggak deh, capek ntar jalannya"

"Nah sama"

Semi dan Futakuchi sama-sama menolak, hanya tersisa Yaku yang nampaknya masih memikirkan jawabannya.

"Boleh deh kebetulan Yaku juga bawa tenda. Kali-kali juga kan kita kemah di gunung sapa tau dapet spot bagus" balas Yaku dengan senang hati.

Lagipula mereka jarang keluar kota apalagi berlibur, memanfaatkan waktu di saat seperti ini untuk mencari spot baru dan berkemah mungkin bukan lah hal buruk.

"Ok! Habis makan kita langsung jalan" Bokuto berseru semangat, tak sabar hendak mendaki ke pegunungan yang ada.

Perjalanan kembali mereka lanjutan dan tak seberapa lama mereka akhirnya menemukan desa yang di maksud.

Baru saja mereka memasuki jalan gang itu, mereka sudah di sambut dengan banyaknya warga yang berdagang berbagai macam sayur mayur serta kebutuhan pokok layaknya sebuah pasar pada umumnya.

Karena mereka hanya berniat mencari makanan atau mungkin beberapa camilan untuk nanti, mereka pun abai dengan seruan para pedangan yang menawarkan sayur.

Menoleh kesana kemari mencari pedagang makanan sepertinya tak mudah, sejak masuk tadi mereka tak menemukan satu orang pun yang menjual nasi ataupun lauk.

"Eh kita nggak salah masuk kan?" Tanya Futakuchi yang merasa heran karena sedari tadi mereka belum menemukan pedagangnya.

"Harusnya sih enggak, mak Yama bilang di gang pertama yang kita temui" tukas Eita sambil terus berjalan sambil sesekali menoleh.

"Kita jalan aja terus sampai ujung. Sapa tau kan pedagangnya ada disana" saran Bokuto yang masih tetap berjalan menerobos beberapa orang.

Yang lain diam-diam mengangguk setuju, berjalan lagi mengikuti Bokuto yang sudah beberapa langkah di depan mereka.

****

Kondisi yang baru saja turun hujan membuat udara di sekitar pegunungan sejuk dan juga segar, aroma khas pegunungan yang bebas polusi sangat cocok bagi seseorang yang ingin merilekskan diri.

Nishinoya berjalan menyusuri jalan setapak, sesekali berhenti dan memotret pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya dengan kamera ponsel.

Sesekali dia juga akan bertemu dengan beberapa pendaki yang baru saja turun dari gunung, menayakan apakah dia akan mendaki atau tersesat.

Mereka bahkan memberikan pemuda itu beberapa roti atau minuman mereka pada dirinya.

Kini dia sampai di sebuah taman yang sengaja di buat untuk pendaki pemula menunggu. Taman itu cukup sepi tapi sangat terawat, walaupun hanya bangku-bangku dan beberapa bunga yang di tanam di sana namun entah mengapa disana nampak memiliki magnet tersendiri untuk menarik seseorang kesana dan duduk.

Nishinoya berjalan menuju taman itu, hendak memakan beberapa roti yang ia dapat tadi sembari melihat pemandangan kota dari atas. Lumayan untuk inspirasi menulisnya nanti.

Baru saja dia duduk dan membuka bungkusan rotinya, tiba-tiba seorang gadis berjalan mendekatinya. Dia mau acuh, tapi entah mengapa dia tiba-tiba teringat dengan salah satu cerita Yaku yang menceritakan tentang pembunuhan di atas pegunungan.

Oke, itu tak mungkin terjadi. Kalaupun iya mungkin akan ada beberapa orang yang memergoki gadis itu jika dia memang berniat membunuhnya.

"Hai" Gadis itu menyapa kala sudah berada cukup dekat dengan posisi Nishinoya.

Pemuda itu melirik enggan, Surai hitam dengan pakaian yang minim. Minim maksudnya disini adalah dia hanya memakai gaun putih tanpa lengan dengan rok yang hanya menutupi setengah pahanya.

Dalam pikirannya, Nishinoya bertanya-tanya apa gadis itu tidak kedinginan? Maksudnya hey, kondisi baru saja selesai hujan dan kau mendaki ke atas dengan hanya menggunakan gaun? Bisa-bisa kau terkena hipotermia karena suhunya yang pasti akan semakin naik.

Pengecualian jika kau berniat mengakhiri hidupmu karena berpikir jika hidupmu menyedihkan atau tak di butuhkan di dunia.

Dan well! Selamat! Kau akan menerima ceramah dari seorang Suna Yaku Morisuke jika kau berbicara seperti itu di dekatnya.

"Halo?? Apa kau mendengarku?"

Nishinoya terlonjak kecil kala merasakan bahunya di tepuk. Gadis itu kini ada di depan Nishinoya, menatap lurus ke arah pemuda itu.

Diam-diam Nishinoya sendiri melirik ke bawah, dimana kaki gadis itu berpijak. Bisa saja kan dia bukan manusia melainkan hantu? Tapi saat ia melihat jika kaki gadis itu menapak di atas tanah dia diam-diam menghela nafas lega.

"Ya, ada apa?" Dia agak menggeser tempat duduknya, seolah enggan di dekati gadis itu.

Hey, dia hanya tak ingin ada orang yang akan salah paham dan mengarak dirinya karena di duga berbuat hal dewasa di pegunungan.

Jangankan melakukan, berpikiran untuk melakukan hal itu saja dia tak ada, terlalu enggan dan juga sadar diri.

"Hey kenapa kau menjauhiku? Apa aku ada salah?" Gadis itu bertanya seraya menggembungkan pipinya, berniat membuat Nishinoya merasa bersalah.

"Gpp" jawab Nishinoya acuh, dia kemudian kembali memakan rotinya. Walaupun itu tak sopan tapi biar lah.

"Ano ne.." Bungkusan roti yang Nishinoya pegang di rebut paksa, untuk beberapa saat Nishinoya mengerjap bingung. Dia kemudian menoleh ke arah gadis tadi.

"Begini ya, makan di hadapan orang lain tanpa memberi orang itu apapun itu tak sopan" dia kemudian melihat bungkusan roti itu.

"Eww... Produk murahan ternyata. Apa kau mendapatkannya dari para pendaki? Tak heran sih jika begitu" Dengan tak bersalah dia membuang roti itu di tempat sampah. Wajahnya mengisyaratkan kejijikan penuh saat membuang roti itu.

Nishinoya mendengus, "Bagus dan sekarang aku masih lapar. Sialan"

Nishinoya berdiri dari duduknya, berniat kembali ke villa seraya menunggu Yaku dan yang lain kembali membawa nasi.

"Eh tunggu! Kau mau kemana? Boleh aku ikut?" Gadis itu kembali berseru dan Nishinoya berusaha tetap sabar menghadapi penganggu seperti dia. Alhasil dia hanya diam sambil terus berjalan.

"Diammu kuanggap iya!" Gadis itu kemudian menyusul di belakang Nishinoya kemudian mulai bercerita banyak hal. Dan itu cukup menganggu bagi Nishinoya.

****

"Tadaima"

"Permisi"

Lev yang kebetulan masih di sana menoleh, "Okaeri Bubud btw siapa tuh?"

"Hah? Emang siapa?" Hanamaki bertanya sesaat setelah keluar dari dapur bersama Yamaguchi.

Pandangan mereka semua tertuju pada gadis yang ada di belakang Nishinoya.

Niatnya Nishinoya ingin segera menjauh dari gadis itu tapi apalah daya gadis itu malah mengenggam erat ujung jaketnya, seolah tak membiarkannya pergi.

"Yaku balik!!! Maaf lama tadi- eh? Wah sapa nih?" Yaku masuk di ikuti dengan Bokuto, Futakuchi, Semi dan Sakusa.

"Lah perasaan tadi Omi nggak ikut Yaku dah" Yamaguchi bertanya heran.

"Habis beli minum bentar tadi btw sapa?" Balas Sakusa sembari melepas maskernya.

"Mending kita duduk dulu dah supaya enak" saran Yaku seraya berjalan menuju dapur, berniat membawa piring dan sendok sementara yang lain mulai menggelar tikar untuk alas duduk mereka.
















Buat mem WKHQ:
"Mampus penasaran ahahahaha"

Buat readers:
"Maaf karena keterlambatan saya dalam mengupdate buku ini. Tolong salah kan sifat saya yang sangat malas menekan fitur 'Publikasikan' di atas. Untuk ke depannya saya akan mencoba untuk tak terlambat lagi. Pembaca KageHina senang lah! Lusa saya akan mengupdate buku tersebut yeay!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top