Fünf
"jadi jadi sapa dia?"
Semuanya baru saja duduk melingkar di atas karpet yang baru saja di gelar sebagai alas duduk.
Semua mata kini tertuju pada sosok gadis itu, yang di tatap memasang wajah canggung. Dia tersenyum mencoba membuat suasana tak begitu canggung walau sepertinya mustahil karena tekanan yang dia rasakan dari sebagian orang disana.
"Eh sebelumya kenapa tak makan saja dulu? Bukannya tak baik membuang waktu jika kalian hendak makan? Sini biar kubantu ya" Dia berujar sambil mengambil bungkusan plastik yang ada di tangan Yaku. Tanpa rasa bersalah mengambil terlebih dahulu untuk dirinya sendiri baru membaginya pada yang lain.
"Dia.. tak punya tata krama apa bagaimana?" Yaku bertanya dalam hati sambil memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
Tak sengaja dia melirik ke arah Bokuto yang nampaknya juga tak nyaman dengan kehadiran gadis itu. Keduanya bertatapan sejenak, seolah berkata tanpa suara seperti bertelepati.
"Nggak sopan bet anjer" Bokuto
"Tauk, seenaknya ngambil dahal dia tamu disini" Yaku
"Nggak punya tata krama juga" Bokuto
"Maklum, otaknya ketinggalan mungkin" Yaku
"Eh? Kayaknya kurang ya? Duh maaf ya kamu nggak kebagian" Gadis itu tersenyum canggung ke arah Yaku. Yaku melirik, baru sadar jika memang jumlah nasi yang mereka beli memang pas.
Bukannya marah, pemuda dengan surai brown-puff itu tersenyum lebar. Seolah tak mau membuat masalah besar.
"Tak apa kok, Yaku bisa makan roti yang di kasih pendaki baik hati tadi" Katanya sambil tetap menunjukkan sebuah senyum.
"Yaku, makan aja punyaku" Sakusa menunjuk piring miliknya, memerintah secara tak langsung untuk mengambilnya.
Sebuah gelengan di terima, Yaku lantas beranjak mengambil kantong plastik berisi roti yang ada di meja dan kembali duduk.
"Nggak usah Omi, lagi pengen makan roti. Enak tau roti yang di kasih pendaki tadi. Futa aja ngabisin 3 bungkus" Matanya lantas melirik ke arah Futakuchi, tatapannya menajam seolah mampu bisa membuat lawannya takluk.
"A-ah iya hahaha enak banget gila. Kalo pulang kuy mampir beli" Tandasnya lalu segera mengambil gelas airnya dan meminumnya.
Entah hanya dia saja yang merasakan tapi tekanan di sekitar semakin terasa. Bak akan terjadi adu mulut.
"Lho? Kamu suka itu? Padahal itu roti murahan loh kok bisa-bisanya kamu suka. Kalo aku sih mending makan rumput sama lumpur kalo disuruh makan roti itu eww" Gadis itu mengenyit jijik lantas menggeser duduknya agak menjauh dari Yaku.
"Nggak papa murah yang penting diri sendiri nggak mura--uhuk sakit Yaku-san!" Lev berdesis kesakitan saat Yaku yang dengan sengaja menyikut rusuknya pelan. Dalam hati bertanya-tanya kenapa dirinya di sikut, mana sakit lagi.
"Udah udah ayok makan aja" Yamaguchi melerai dan mereka semua pun makan dengan keheningan. Tak ada satupun yang berani angkat bicara.
****
"Perkenalkan, namaku (name) lengkapnya (Fullname)" Gadis tadi ah tidak (name) memperkenalkan dirinya sesaat setelah mereka selesai makan.
"Cantik ya" Semi berkata sambil tersenyum dan hal itu membuat wajah (name) memanas.
"Ma-makasih"
Semi mengerjap, "Hah? Apa? Orang aku bilang meraknya tuh cantik" Semi menunjuk seekor merak yang baru saja lewat di depan pintu. Kebetulan pintu tak tertutup dan membuat udara dari luar masuk yang mana memberikan sensasi dingin pada kulit mereka.
"E oh.. ki-kirain akunya" (name) tertawa canggung, merasa sangat malu dengan sifat ge-ernya tersebut.
"Tapi (name) juga cantik kok" Puji Yaku seraya membereskan piring-piring tadi bersama Hanamaki.
(Name) mengangguk, "Iya lah. Temen cewek aku semua aja pada inscure sama aku" Dia duduk di kepala sofa dengan angkuh, sebagian yang ada disana memutar bola matanya malas.
"Bikin orang lain inscure terus di umbar itu nggak baik nona" Sakusa yang sejak tadi diam akhirnya angkat suara. Dia risih dengan kehadiran gadis itu, jika saja dia bukan gadis mungkin Sakusa akan membentaknya dan melontarkan kata-kata menusuk.
"Eh iya maaf deh btw nama?" (Name) memandang Sakusa yang sedang bersandar di dinding. Iris hitam Sakusa melirik sejenak, "Sakusa Kiyoomi"
"Ooh oke Omi!" Dengan sebuah senyum tak berdosa dia berkata, seolah ingin membuat Sakusa terus-terusan jengkel.
"Panggil Sakusa saja tak usah repot-repot" balasnya dengan nada kelewat datar.
"Njir persis seperti Omi dulu pas pertama dateng" Yaku berkata dalam hati. Agak kaget saja kembarannya itu akan benar-benar merasa jengkel.
"Tapi si chibi itu juga memanggilmu Omi" (name) menunjuk Yaku yang masih setia berdiri di sebelah pintu dapur seraya menunjukkan wajah tak suka.
"Memang kenapa? Yaku kembaranku sudah jelas bukan masalah baginya jika memanggilku dengan nama Omi" Walaupun masih mempertahankan wajah datarnya, yang lain tahu bahwa Sakusa dengan marah sekarang dan alasannya tak lain karena (name).
(Name) terbelalak terkejut, dia kemudian berdiri dari duduknya dan mendekati Yaku. Kerah baju depan pemuda itu dia tarik, "Yang benar? Si chibi ini kembaranmu? Benar-benar tak mirip! Oh jangan-jangan dia anak pungut lalu mencuci otakmu agar bisa di anggap kembaran? Jangan membuatku tertawa Omi"
"Lepaskan tanganmu sialan" Nishinoya maju dan melepas paksa tangan (name) dari kerah baju Yaku. (Name) mundur beberapa langkah.
"Ah maaf Noya-kun" Dia menunduk seraya mengelus lengannya.
Nishinoya mendengus kasar, gadis itu tahu namanya. Bagus, apalagi yang akan terjadi nanti?
"Tau darimana kau?" Nishinoya bertanya dengan nada tak suka, pandangan tak lepas dari gadis di hadapannya.
"Aku melihatnya dari ponselmu tadi dan disana ada tulisan Nishinoya Yuu" Ucap (name) dengan nada riang. Seolah dia baru saja melupakan apa yang dia perbuat tadi.
"Ck"
Mungkin karena marah, Nishinoya tak sadar jika dia masih memegang Yaku dan malah melepaskan genggamannya, alhasil Yaku jatuh ke belakang dengan kepala yang mengenai kaki Semi.
"Anjir sakit Bud!"
"Eh iya maap Yak, nggak sengaja"
"Nggak sengaja pala kao!" Yaku bersungut-sungut marah sambil mencoba untuk duduk, kepala belakangnya ia usap guna menghilangkan sensasi nyeri yang terasa.
"Eh btw Bok, berangkat sekarang?" Bokuto mengangguk semangat, nampaknya pemuda itu benar-benar tak sabar untuk berjalan-jalan ke puncak dan berkemah.
"Oke tungguin bentar" dia lantas berdiri dan masuk ke satu kamar, menata ulang apa saja yang perlu ia bawa untuk berkemah nanti.
"Kalian mau kemana?" Yamaguchi bertanya, tak biasanya mereka akan pergi berdua. Biasanya jika semua pergi yang lain juga akan ikut.
"Kemah di puncak cuma satu malem kok. Yaku juga punya tendanya sendiri" Ujar Bokuto menjelaskan seraya bersiap-siap untuk memakai tas ranselnya.
"Lah dah siap-siap dari kemarin" Nishinoya mencibir yang hanya di balas tawa kecil dari Bokuto.
"Enggak, Bokot ngajak aja tadi pas kita beli makan. Dadakan bet" Kata Futakuchi yang kini tengah duduk di depan televisi. Sebenarnya dia mau ikut, tapi berhubung dirinya tak membawa tenda ya sudah di villa saja.
Tak seberapa lama Yaku keluar dengan tas ransel di punggungnya, "Oke kuy berangkat Bok"
"Ati-ati Yak, yg pendek biasanya cepet anu" Nishinoya memperingati yang hanya di balas putaran bola mata dari pemuda itu.
"Iyain dah, yang pendek mah selalu di nistain" cibirnya seraya memakai sepatunya.
"Bokuto-kun!"
Bokuto menoleh ke belakang, ternyata (name) yang memanggil. Sebenarnya dia pun juga sudah tahu siapa pemilik suara cempreng itu tapi demi keramahannya dia pun menoleh.
"Iya? Kenapa (name)?"
"Hati-hati di jalan! Kalau bisa si pendek di jaga takutnya mati ahahaha" tawanya terdengar memenuhi ruangan. Beberapa mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarahnya.
"Maksud lu apa hah?!" Hanamaki berjalan maju, dia benar-benar sudah muak dengan tingkah gadis itu.
"Cih, apaan sih. Skip baperan" (name) mencibir tak suka. Dia kemudian berjalan menaiki tangga menuju salah satu kamar yang ada di atas.
Jika saja Hanamaki tak di tahan Semi dan Nishinoya, mungkin pemuda itu akan melempar kursi sofa ke kepala (name).
To mem WKHQ:
"Mampus emosi wkwkwk"
/Tikel kucing senyum/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top