Bab 9
Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 9
**
"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"
Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?
"Aku?"
"Iya, kamu jahat, Mbak. Kenapa harus bilang gitu di grup? Jadinya semua orang tahu, kan?"
"Lah, memang semua itu benar adanya kok. Aku orangnya nggak suka bohong," jawabku penuh pembelaan.
Kudengar ia menghembuskan nafas kasar, "jangan pelit-pelit, ya, Mbak. Nanti kuburanmu sempit, loh,"
"Astagfirullah, kamu nyumpahin aku mati?" hardikku kasar.
"Ya abis, Mbak kaya gitu, sih. Hasilnya aku dimarahin Mas Arfan, kan," jawabnya merajuk.
Ya itu sih deritamu sendiri. Memang apa yang aku katakan bener kok, Mas Bayu tidak pernah minta ijin dulu kalau mau transfer ke Linda.
"Lagian juga cuma berapa, Mbak. Pelit banget jadi istri," lanjutnya lagi tanpa memikirkan perasaanku.
"Lin. Cukup, ya. Semua ini bukan perkara uangnya, bukan perkara berapa banyak jumlah uangnya. Tapi perkara seberapa jujur suamiku kepadaku, bagaimana rumah tanggaku bakal adem ayem kalau Mas Bayu nggak bisa jujur ke aku. Apalagi ini dia ngalirin uang banyak buat iparnya, padahal jelas-jelas gaji suamimu aja jauh lebih besar dari gaji Mas Bayu. Apa kamu nggak malu?"
"Heh, Mbak. Kenapa harus malu? Toh aku minta juga ke pamannya Rio, semua itu juga buat Rio. Bukan buat aku,"
Darahku seakan mendidih melihat Linda selalu berkilah, licin bagai belut sawah.
"Bener, bukan buat kamu?" Dengan sengaja aku melembutkan suara untuk menyindirnya.
Seharusnya ia bisa berfikir 'kan? Usianya tidak jauh dariku, dan juga saat ini dia sudah berkeluarga juga memiliki anak. Seharusnya ia bisa berfikir lebih dewasa lagi.
"Iya lah, semua itu buat Rio, kok,"
"Terus kenapa Arfan bisa marah begitu dia tahu semua ini kalau memang itu buat Rio? Memangnya Arfan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan kalian lagi? Sampe minta ke suami orang?"
"Halah sudahlah, Mbak. Aku capek ngomong sama kamu!"
Tutt tutt tutt
Setelah itu panggilan teleponnya tiba-tiba saja terputus. Sepertinya Linda merasa bosan berdebat denganku.
Aku lantas meletakkan ponselku di atas meja, mengusap wajah kasar sebelum benar-benar istirahat. Tak kulihat keberadaan Mas Bayu setelah perdebatan kami beberapa saat yang lalu. Entah kenapa rumah tanggaku kini menjadi seperti ini. Apa kah rumah tangga ini akan berakhir karena ulah ipar?
Tapi, aku juga tidak ingin berpisah dari Mas Bayu. Tidak terbersit sedikitpun rasa ingin berpisah dan bercerai dengan Mas Bayu, karena aku sadar sebagai istri aku harus bisa menuntun suamiku ke jalan yang benar, bukan malah meninggalkannya ketika ia sedang berada di jalan yang salah.
***
Pagi-pagi sekali aku sengaja sudah bangun, kulirik Mas Bayu masih tidur pulas di sampingku. Jam di dinding menunjukkan pukul lima pagi.
Aku segera beranjak dari ranjang, lalu menunaikan kewajiban dua rakaat dan setelah itu turun ke dapur untuk membuat sarapan. Aku juga berniat beberes sedikit sebelum berangkat kerja, meskipun hari ini jadwal Mbok Nah datang ke rumah tapi aku ingin menunjukkan sisi baikku sebagai seorang istri.
Bisa jadi, semua masalah yang mendera rumah tanggaku ini salah satunya karena aku terlalu abai dengan Mas Bayu dan semua kebutuhannya. Aku pikir, kami baik-baik saja dengan keadaan ini, tapi nyatanya di belakangku Mas Bayu menginginkanku menjadi seorang istri yang baik untuknya.
Memang dia tidak pernah mengatakan hal itu padaku, tapi dengan kejadian akhir-akhir ini aku sadar bahwa porsiku sebagai istri sangatlah kurang. Kesibukanku sebagai perawat menjadikanku sedikit abai dengan kewajibanku sebagai istri. Semoga saja dengan sedikit perubahanku ini Mas Bayu pun juga turut berubah.
Aku bukan tipe wanita yang setiap ada masalah lantas mengajukan perceraian. Bagiku perceraian itu hal yang paling menakutkan, sebisa mungkin jika rumah tanggaku masih bisa di perbaiki pasti aku akan memperbaikinya. Karena sejujurnya, setiap wanita pasti tidak akan menginginkan menjadi seorang janda dalam keadaan apapun.
Kecuali jika keadaanku sudah tak memungkinkan lagi untuk bertahan, mungkin aku akan melepas Mas Bayu agar ia turut bahagia dengan perpisahan kami.
Setelah aku selesai menata semua hidangan di meja makan, aku lantas masuk kembali ke dalam kamar dan bersiap-siap hendak bekerja. Mbok Nah pun juga sudah hadir, jadi aku bisa memberikan pekerjaan yang belum sempat aku selesaikan padanya.
Syukurlah, aku selalu dikelilingi oleh orang baik. Mbok Nah, Pak Abdul adalah orang lain yang sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri. Karena mereka sudah menemaniku sebelum menikah dengan Mas Bayu.
"Tumben kamu masak, Dek," ucap Mas Bayu heran ketika sampai di meja makan dan melihat ada beberapa menu sarapan untuknya.
Aku lantas duduk, lalu mengambil sehelai roti tawar dan mengolesinya dengan selai kacang. Sedangkan Mas Bayu mengambil nasi goreng dan telur dadar.
"Iya, lagi pengen," jawabku singkat, lalu mulai memasukkan potongan roti ke dalam mulut.
"Makasih, ya, Dek." Mas Bayu menatapku lekat sembari tersenyum, tapi sedikitpun tak ada niatan untuk membalas senyumannya.
"Ingat ya, Mas. Aku hanya berusaha menjalani kodratku sebagai seorang istri. Kalau pun kepercayaanku sudah tak berarti lagi untukmu, biarlah tangan Tuhan yang bekerja,"
"Kok kamu ngomongnya gitu, sih, Dek."
"Ya, mau gimana lagi? Diantara kita sudah tidak ada kejujuran, untuk apa aku ikut bersandiwara bersikap baik padamu? Kalau pun di belakangku kamu memang ada main sama Linda ya aku nggak peduli," cecarku sukses membuatnya marah.
"Demi Tuhan aku nggak ada hubungan apa-apa sama Linda, Dek. Tolong percayalah,"
"Kalau ada hubungan pun aku juga sudah tidak perduli. Toh untuk apa kamu rela mengalirkan banyak uang jika memang kalian tidak ada hubungan,"
"Ada suatu hal yang belum saatnya kamu tahu, Dek. Tolong beri aku waktu, aku belum siap cerita sama kamu," ungkapnya dengan wajah menunduk.
Entah apa yang ia maksud, perkataannya sungguh aneh. Tapi aku juga belum berniat mengorek informasi lebih dalam mengenai itu, karena kupikir memang ini murni karena Linda adalah seorang ipar yang tak tahu diri.
Aku menyudahi sarapanku, lalu beranjak mengambil tas dan berangkat bekerja. Lagi-lagi aku berangkat kerja menggunakan taksi online, meskipun mobil itu dibeli menggunakan uang kami tapi aku belum ingin bersamanya dulu. Berangkat sendirian membuatku lebih tenang.
Lewat kaca mobil, aku melihat begitu banyak pemandangan yang menyejukkan mata. Masalahku akhir-akhir ini membuatku kurang perduli dengan keadaan sekitar. Bahkan aku mulai tak memperdulikan diriku sendiri.
"Terimakasih, ya, Pak," ucapku pada sopir taksi ketika aku sampai ri puskesmas tempatku bekerja.
Sebelum aku masuk, kusempatkan membuka ponsel terlebih dahulu, siapa tahu ada pesan yang belum sempat aku baca.
Ternyata benar, ada pesan dari Arfan setengah jam yanh lalu.
[Mbak, aku minta maaf mengenai Linda dan semua kelakuan buruknya. Sungguh, aku merasa telah gagal menjadi seorang suami karena tidak bisa mengurus Linda dengan baik. Aku pun tak menyangka bahwa ia akan dengan mudahnya meminta begitu banyak uang pada Mas Bayu dengan dalih Rio. Aku malu, Mbak ... Sebagai adik masih merepotkanmu dan Mas Bayu. Terlebih ini tentang keluargaku, tak seharusnya Linda berbuat seperti itu karena Insyaallah aku pun masih sanggup menafkahi mereka berdua. Maaf, Mbak sekali lagi]
Hatiku terenyuh, membaca isi pesan Arfan. Entah setan apa yang sudah merasuki istrinya hingga orang sebaik Arfan mendapatkan istri seperti Linda.
Aku hanya membalas pesannya dengan emotikon senyum, lalu melangkah masuk ke dalam puskesmas. Jam kerjaku akan dimulai sebentar lagi.
***
Setengah hari sudah kujalani hari dengan kesibukan yang membuatku lupa akan masalah yang sedang mendera hidupku. Meskipun rumah tanggaku sedang ada masalah, tapi itu semua tak mengurangi rasa profesionalku sebagai petugas puskesmas. Aku tetap berusaha menjalani tugasku dengan baik.
Saat hendak pergi makan siang, ada sebuah panggilan masuk ke dalam ponselku. Aku meminta Mita untuk duluan pergi ke kantin tanpaku.
"Hallo, ada apa, Mas?" ucapku ketika sambungan telepon dari Mas Bayu telah tersambung.
"Dek, Arfan kecelakaan,"
Degh.
Apa? Kecelakaan? Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Semoga dia dalam keadaan yang baik-baik saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top