Tulip;Mafumafu

[Inspired by Thanks - SEVENTEEN]
Putar mulmed plz.

🌷🌷🌷

Hari itu aku memberimu satu kata selamat.

Tapi jauh di dalam hatiku, beribu kata terima kasih tertancap tak terucap.

🌷🌷🌷

"Hai Aikawa!"

Sebuah suara yang kukenal dengan baik terdengar, membuatku menolehkan kepala cepat.

"[Name]? Sudah selesai? Bagaimana sidangnya?" tanyaku kala melihat sosok gadis di dekatku tersebut.

Ia menganggukkan kepalanya cepat dan semangat, "Tentu saja! Sidangku berjalan lancar dan skripsiku akhirnya diterima! Aku akan wisuda Aikawa!!!"

Aku tersenyum mendengarnya, "[Name] hebat, mau jalan-jalan untuk merayakannya?"

Air wajah seorang [Name] seketika berubah, "A-ah, maafkan aku Aikawa, tapi aku punya janji dengan orang lain hari ini," ia terlihat menggaruk kepalanya canggung.

Aku menatap wajahnya yang tertunduk, beranjak dan berakhir menepuk kepalanya lembut, "Tidak masalah, kok! Kamu pasti mau pergi bersama pacarmu, kan? Selamat bersenang-senang!"

Raut muka [Name] berubah lagi, ia memasang senyum lebar berseri yang menampakkan gigi rapinya. "Terima kasih Aikawa! Kamu memang sahabatku yang paling pengertian!" badannya menubrukku, kami berpelukan.

🌷🌷🌷

Gadis itu namanya [Full name]. Sahabatku sejak kecil.

Kami bertetangga dan kala beranjak dewasa memutuskan berkuliah di satu universitas yang sama dan menyewa apartemen bersama.

Kami sangat dekat. Teramat dekat.

Atas alasan namaku yang imut, dia memutuskan tetap memanggilku dengan nama belakangku.

Aku sendiri mengenalnya sebagai sosok yang ceria dan cerewet. Kami suka berkelahi atas hal-hal yang tidak penting dan berbagi memori bersama.

Ya, tentu saja sampai [Name] memiliki lelaki lain yang berbagai memori manis dalam hidupnya.

"Aikawa, kamu tahu Sakata, tidak?"

Aku mengernyitkan kening, "Sakata? Anak fakultas apa?"

"Loh, Aikawa tidak tahu? Itu loh, anak psikologi,"

Aku menepuk jidat, entah sudah berapa kali berusaha kukatakan pada [Name] kalau fakultas kedokteran dan psikologi itu tidak sedekat kelihatannya.

"Nanti aku cari tahu, deh. Memangnya ada apa soal dia?"

[Name] tergagap tatkala mendengar kalimatku, dari sanalah aku mulai curiga.

"Anu, tadi, pintu toilet kampus terkunci entah bagaimana ceritanya. Lalu, aku berusaha berteriak minta tolong dan cowok yang namanya Sakata itu menolongku."

Dapat kutangkap semu merah di kedua pipi gadis tersebut saat menyebut nama Sakata. Ya, aku yakin akan hal itu.

"Yaampun, [Name], kamu harus lebih berhati-hati."

"Yya! Aku tau! Omong-omong komentarmu tidak bisa lebih bagus, ya, Aikawa?! Menyebalkan!"

Lantas ia melempariku dengan benda-benda di sekitar termasuk remot ac yang telak keras menghantam kepalaku dan membuatku pingsan malam itu.

🌷🌷🌷

"Aikawa!!! Aku pulang!!!"

Ini jam sebelas malam, dan [Name] baru saja berteriak kala memasuki ruangan apartemen kami.

"Demi, kamu kalau berteriak bisa melebihi nada tinggiku saat bernyanyi sepertinya," ucapku tertawa menyambut [Name] di ambang pintu.

Ia memajukan bibir, mencibir, "Mana mungkin itu terjadi, Aikawa berlebihan." Sungutnya.

Aku memasang wajah tak berdosa lantas duduk disamping [Name] di sofa ruang tengah, "Kamu pulangnya semakin larut, apa Sakata tadi mengantarkanmu?"

[Name] menoleh kearahku, wajahnya tidak terlihat lelah sama sekali malahan sebaliknya. Pancaran aura bahagia terlihat.

Mengangguk, "Iya, Sakatan mengantarkanku sampai lobi, katanya salam buat kamu juga," jawab si gadis.

"Hanya salam, eh? Dan mana oleh-olehnya?" selidikku dengan sirat bercanda.

[Name] nampak kaget, "Astaga! Aku lupa membelikanmu oleh-oleh!!!" jeritnya berlebihan.

"Sudahlah tidak apa-apa—"

"ENGGAK!!! MAAFKAN AKU AIKAWA, AKU BENAR-BENAR LUPA, MAAF YAAA SAYANGKU AIKAWA!!!" ia menyeruduk ke arahku, menyergap tubuhku dengan kedua tangannya, kasar. Membuatku membeku.

Sialan, kenapa jantungku jadi tidak karuan begini?

"[Na-Name] ...," ucapku terbata.

[Name] masih memasang ekspresi bersalah, seakan tak melihat keadaan wajahku sekarang, "Besok kita pergi berdua, ya? Kita makan, nge-date, ya? Jangan marah, ya? Aikawa?" katanya lagi.

Aku memilih berakhir menarik pipinya gemas, mengabaikan perasaan. Siapa pula yang marah? "Baiklah nge-date, tapi kamu yang traktir, ya." Kataku jahil. Itu adalah istilah yang lazim kami gunakan sebagai sahabat saat hangout berdua, nge-date.

"Ayay!" serunya.

Aku tersenyum. Senyuman bodoh yang kusesali di kemudian hari. Tidak menyadari apapun, tidak peka pada keadaan.

Aku yang percaya bisa menyimpan semuanya sendirian dan mengeluarkannya suatu saat.

Tapi ternyata yang ada hanya kata terlambat.

🌷🌷🌷

"Menikah?" diriku sungguh tidak percaya saat mendengar kata tersebut keluar dari gadis kesayanganku.

[Name] mengangguk mantap, "Maaf baru memberitahumu, Aikawa. Padahal malam itu aku sudah mau kasih tahu kalau saja kamu tidak tanya oleh-oleh," ia terkekeh, membuat hatiku terasa diremat kuat.

"Tapi setelah aku pikir-pikir, enggak salah juga kasih tahu hal ini sekalian pas wisuda. Jadi double surprise!" lanjut [Name] riang.

Aku hanya sanggup diam, sampai pemuda berambut kemerahan yang aku kenali mendekati [Name].

"[Name], ternyata kamu di sini," ucapnya.

"Ah, dan Mafumafu-san juga."

"Sakatan! Maaf meninggalkanmu tiba-tiba, aku sedang memberitahu Aikawa soal rencana pernikahan kita,"

"Loh? [Name] belum memberitahu Mafumafu-san?" Sakata nampak terkejut.

[Name] menggeleng, "Sengaja biar surprise, hehe."

Sakata menggeleng, mengusak rambut kekasihnya, "Harusnya kamu beritahu dia pertama, dia kan sahabatmu,"

[Name] nyengir, berusaha menyingkirkan jemari Sakata dari kepalanya.

Ah, aku baru melihatnya.

Cincin yang tersemat di jemari masing-masing. Bagaimana bisa aku baru melihatnya, ya?

Aku tersenyum miris.

"Selamat, ya." Ujarku akhirnya. Hanya itu yang bisa kukatakan.

[Name] dan Sakata menatap ke arahku bersamaan, mengangguk senang dan menautkan jemari satu sama lain.

Rasa perih ini, aku sadari datang dari semua kenaifanku.

🌷🌷🌷

Di altar terlihat dua insan yang saling menggenggam tangan satu sama lain. Memasang raut wajah seakan merekalah pasangan paling bahagia semuka bumi.

Aku tersenyum melihatnya.

Gadis itu, gadis kesayanganku sejak kami masih sangat kecil. Berdiri bahagia bersama orang yang dipilihnya.

Yang sayangnya bukan diriku.

Menutup kedua kelopak mata, meremas buket bunga tulip putih di genggaman.

"Terima kasih atas semua memorinya [Name], maaf aku terlambat."

Sayangnya yang kukatakan di depannya hanyalah betapa senangnya diriku dan ucapan selamat pada gadis tersebut. Yang tentu saja palsu.

"Terima kasih."

🌷🌷🌷

"Hei,"

Aku menoleh, melebarkan kedua mata.

"Kau ... siapa?"

🌷🌷🌷

Maunya fin atau tbc?

Hmmm.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #utaite