Anemone;luz

Kau tahu? Aku selalu ingin hidup bahagia bersama orang lain.

Berdua saja.

Atau kalau itupun terlalu banyak, maka cukuplah dengan diriku sendiri.

Apa masih terlalu egois?

🏵[this fanfiction is a HOMAGE of Highlight Reel MV Kim Taehyung version]🏵

Luz terkadang berpikir, kalau saja ia berhenti sekarang, apakah ia masih bisa mendapat cahaya?

Ia lelah memikirkan hal yang sama setiap harinya. Hasilnya sama saja.

Tidak mendapatkan jawabannya.

Ia lelah bergelut dengan segala kebusukan dunia, menjadi seakan-akan jahat, atau memang begitu? Entahlah, semuanya terasa abu-abu kini.

Luz mendongak, menatap cermin yang memantulkan beberapa sisi rak di minimarket yang tengah ia sambangi.

Menghentikan kegiatan kala melihat sosok gadis yang tengah bergerak halus menyelipkan barang masuk kedalam tasnya.

Gadis itu hendak mencuri.

Entah atas dasar apa, Luz segera bergerak menuju arahnya.

Gadis bertopi itu sepertinya tidak menyadari sosok jangkung Luz yang menghampirinya. Secara tiba-tiba lengan yang terulur hendak mengambil barang disergap. Barulah ia sadar, tersentak kaget.

Luz tidak hendak berbasa-basi kala gadis itu ingin protes atas aksinya.

Pemuda pirang itu cepat membawa tas yang barangkali—atau sebenarnya memang—berisi beberapa barang yang dimasukkan diam-diam oleh si gadis ke arah kasir.

Luz tersenyum dan dengan cepat berkata bahwa ia ingin membayar benda-benda minimarket yang ada dalam tas tersebut pada penjaga kasir.

Sementara ia sibuk menunggu pembayaran di kasir, Luz melihat gadis tersebut buru-buru berjalan melintasinya dengan wajah tertunduk keluar minimarket.

Luz meliriknya sekilas, mengeluarkan sejumlah uang kala kasir telah selesai dengan tugasnya.

Luz mengangguk sekilas dan membawa tas dan isinya yang telah ia bayarkan keluar minimarket.

Gadis itu menunggu di luar.

Gadis mungil yang tingginya bahkan tidak mencapai bahu seorang Luz itu merebut tas yang digenggam oleh Luz kasar. Melirik sinis, menampakkan wajahnya sebelum pergi begitu saja.

Luz menatap kepergiannya lamat-lamat.

Ada sebuah rasa yang mencuat.

Ia tertarik.

Dan gadis itu telah hilang di ujung jalanan sepi.

🏵🏵🏵

Luz memasuki area berkelip itu sekali lagi malam ini.

Aroma kuat dan memabukkan yang ia kenal dengan baik.

Gemerlap lampu dan percakapan tak berarah yang keluar dari setiap insannya.

Luz sudah memilih jalannya. Namun, semua ini semakin memuakkan seiring waktu berjalan.

"Oh, kau masih berani mampir? Mencari apa lagi? Katanya sudah muak?" suara itu juga ia kenali, orang yang sama, yang ia temui di tempat itu setiap kali berkunjung.

"Diamlah Kanon, berikan aku segelas bir." Kata Luz tak peduli.

Kanon mendecih pelan, pergi kebalik meja bar dan menyiapkan cairan yang dipinta sang sahabat.

"Jadi, semua itu hanya omong kosongmu saja, huh?" kata Kanon menyodorkan gelas penuh bir pada Luz.

Luz tidak menjawab, maniknya menerawang jauh kedepan, kosong.

"Tidak."

Bayangan wajah sinis gadis itu kembali.

Kanon mengulas senyum remeh, "Oh, ya? Kau mau apa memangnya? Melepaskan semua candu ini begitu saja? Setelah bertahun-tahun? Memangnya kau bisa?"

"Aku pikir aku bisa," balas Luz menenggak birnya dua kali. Melepas karbondioksida lewat hembusan kasar.

"Aku sudah benar-benar lelah, semakin aku bertahan, semakin aku kehilangan diriku sendiri."

Kanon ikut melepas pandangan ke arah orang-orang yang lalu lalang di dalam klub. "Yah, berusahalah kalau begitu, kawan. Kalau kau pikir dirimu bisa, maka kau harusnya memang bisa."

Luz mengangguk, meminum habis cairan dalam gelas. Beranjak dari duduknya.

"Terima kasih."

🏵🏵🏵


Malam semakin naik, mendekati pertengahan.

Luz sendiri masih setia memandangi setiap sisi jalan yang tentunya sepi. Satu dua mobil melintas, tidak begitu berarti.

Luz berjalan pelan menyusuri jalanan gelap, sibuk dengan pikirannya.

Ia sudah bertahun-tahun menjalani dunia gelap. Ia tak kenal lagi namanya rumah, tidur dimanapun ia mau, menyambangi berbagai klub malam dan bar-bar, terlibat penjualan barang-barang ilegal untuk hidup.

Rokok, minuman keras, sampai obat-obatan terlarang. Semuanya pernah ia coba.

Dan jujur, ia tidak pernah merasakan kepuasan apalagi kebahagiaan seperti yang dikatakan orang-orang.

Luz tahu semua itu salah. Tapi ia tidak peduli.

Menghapus libasan memori abu-abu yang memenuhi kepalanya. Atensi teralihkan saat melihat sosok manusia di ujung jalan. Tengah sibuk membuat coretan di dinding dengan cat semprot.

Langkah terhenti, berusaha melihat lebih saksama sosok itu.

Luz mengenalnya. Gadis di minimarket hari itu. Ia ada di sana, sibuk melukis abstrak di dinding jalan.

Tanpa sadar langkahnya terayun lebih cepat.

Semakin dekat dan semakin dekat.

"Kau sedang apa?"

Pertanyaan bodoh keluar.

Tentu saja gadis itu kaget mendengarnya, bahkan cat semprot di tangan goyah dan nyaris terjatuh.

Kala melihat siapa yang baru saja membuatnya terkejut, air mukanya berubah drastis. Kalimat dingin keluar, "Kau? mau apa di sini?"

Luz menggeleng pelan, "Tidak bermaksud apa-apa."

Langkahnya maju, menunduk sedikit mengambil salah satu cat semprot yang tergeletak.

"Hei, apa yang kau lakukan?" si gadis protes, hanya diabaikan.

Mengarahkannya ke dinding bata, membuat garis, simetris, memanjang. Membentuk sebuah kata.

"Luz?" gumam si gadis.

Luz menoleh, membuat seringai di bibir, "Ya. Itu namaku, kalau kau?"

Gadis itu mengulas senyum tipis. Maju mendekati Luz, mendorong kasar tubuh tinggi itu membuatnya oleng ke kanan.

Bunyi cat yang keluar terdengar berisik menghiasi malam. Menorehkan sebuah kata di bawah tulisan nama Luz yang berwarna keperakan.

Warna ungu yang tajam, selesai dibuat, ia menunjuk, "Itu namaku."

Luz memandanginya beberapa detik, grafiti abstrak yang apik bertuliskan nama si gadis, "[Name]." Ucap pemuda tersebut.

Malam masih sangat panjang untuk sekedar bercakap-cakap. Hal-hal acak yang muncul di dalam kepala begitu saja.

Pertemuan dingin yang tiba-tiba saja mencair.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Luz saat menunggui [Name] mendapatkan kopi kaleng dari mesin penjual otomatis.

"Apanya?" jawab [Name] tanpa menoleh, sibuk berusaha membuka kaleng kopinya.

"Mencorat-coret begitu. Itu kan melanggar hukum, kau tidak takut ditangkap polisi?" lanjut Luz.

[Name] masih serius dengan kaleng kopinya yang tak kunjung terbuka, sesaat sebelum Luz merebut dan membantunya membuka segel kaleng.

"Terima kasih," gadis itu merebut kembali kopinya, menenggak sekali, "Kenapa, ya? Hanya karena aku menyukainya, barangkali?"

Luz mengerutkan wajahnya, "Sungguh?"

"Iya. Lagipula aku tidak peduli kalaupun tertangkap polisi atau apa. Aku tidak punya peraturan dalam hidupku. Jadi, aku lakukan saja apapun yang kumau dan kusuka selagi bisa." Tegas [Name].

"Termasuk mencuri?" cetus Luz tiba-tiba.

[Name] cepat melempar tatapan tajam pada Luz sesaat kemudian, "Kalau itu lain ceritanya. Aku melakukannya untuk bertahan hidup."

Luz terdiam mendengarnya. Hidup [Name] terdengar sangat berbeda dengan miliknya.

Walaupun sama-sama menyimpang, [Name] tampak biasa saja dan menikmati hidupnya. Itu membuat sesuatu dalam diri Luz bergolak.

Rasa iri.

"Hei, [Name]." Ucap Luz menatap jalanan malam. Semak-semak bunga berwarna putih yang bergoyang pelan dibelai angin terlihat sekilas di ujung sana.

"Hm?"

Luz mengembalikan pandangannya ke wajah mungil seorang [Name] yang tampak berpendar dibawah lampu jalanan.

"Kalau aku ingin sebuah harapan baru bersamamu, apa boleh?"

[Name] menurunkan kaleng kopi yang isinya tinggal setengah dari bibir. Menyunggingkan senyum dan ekspresi seakan mengerti apa yang terjadi pada pemuda di hadapannya.

"Tentu."

"Mari kita lihat, akan seberapa lama harapan itu bertahan."

🏵🏵🏵

kayaknya ini bakal kubuat lanjutannya, deh. soalnya belum terlalu kerasa arti bunganya tapi kalau diterusin words-nya kebanyakan. mau ga?

ya, kalo gamau juga gapapasi, wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #utaite