Anemone;luz(2)
🏵🏵🏵
🏵[this fanfiction is a HOMAGE of Highlight Reel MV Kim Taehyung version]🏵
🏵🏵🏵
Pagi menjelang, Luz dapat merasakannya lewat cahaya hangat yang perlahan merambat mengenai wajahnya.
Saat sempurna membuka mata, pemuda itu mendapati ia terbangun di sebuah kamar sederhana bernuansa ungu gelap.
Luz kemudian menyimpulkan sendiri warna favorit pemilik kamar lewat warna-warna sama yang melekat pada kamar tersebut.
"Sudah bangun tuan tiang pemalas?" suara yang dikenali oleh Luz sontak membuat pemuda tersebut menoleh.
Luz mengernyitkan dahi kala melihat sosok gadis berhelai pendek tersebut tengah berkacak pinggang di ambang pintu.
"Bagaimana bisa aku ada di sini?" tanya Luz bangkit tak lama kemudian.
[Name] tampak kesal setelah mendengar perkataan Luz, menyumpah tanpa suara sejenak.
"Kau tidak ingat, ya? Ambruk di tepi jalan semalam dan membuatku harus menggotong badan tiang bendera mu itu ke rumahku?"
Luz menggeleng seadanya, "Tidak. Aku tidak ingat apa-apa."
[Name] menyumpah lagi, kali ini terdengar oleh telinga Luz.
"Sialan. Seharusnya aku membantingmu di lantai ruang tamu saja semalam daripada membiarkanku menggasak kasurku. Tidak tahu diri."
Luz memberikan cengiran sebagai balasan, "Maaf soal itu. Bagaimana kalau aku traktir makan saja pagi ini?"
Air muka [Name] membaik sedikit, gadis itu mendengus, "Menyogok, kau sangat tidak elit."
Luz mengeluarkan tawa, mengibaskan tangannya, "Kuanggap kau memaafkanku kalau begitu."
🏵🏵🏵
Matahari terlihat meneduh kala Luz dan [Name] sampai di daerah sekitar rel kereta api, di dekat jembatan layang.
"Kenapa kau membawaku ke sini?" [Name] bertanya penasaran.
Luz menoleh sekilas, memandang wajah bersih [Name] yang bertanya-tanya.
"Menurutmu?"
[Name] menghela napas ringan, mengedikkan bahu, "Yah, siapa peduli juga kau mau membawaku ke mana."
Luz membalasnya dengan senyuman tipis, mengalihkan pandangan menerawang ke arah jembatan layang di atas sana.
Angin berembus semilir, membuat semak-semak dan tumbuhan di sekitar yang tumbuh subur bergoyang-goyang elok.
[Name] memilih duduk tak jauh dan memainkan bunga bermahkota putih yang baru saja ia cabut dari salah satu semak.
"Aku ingin membuat harapan baru di sini." Ucap Luz.
Mendengarnya [Name] menoleh, "Oh, kukira kau sudah membuatnya semalam."
"Aku baru meyakinkan diriku semalam. Tapi akan benar-benar membuatnya di sini."
[Name] memilih mengamat-amati bunga di genggaman, membiarkan Luz tenggelam dalam pikirannya.
Dari kejauhan, bunyi kereta api yang akan melintas terdengar.
Sebesit potongan masa lalu menghampiri pemuda jangkung tersebut, memori yang ia benci setiap harinya kala teringat.
'Aku ada di sini, tidak apa-apa.'
Bohong.
'Aku tidak akan pernah meninggalkanmu.'
Dusta.
'Aku akan melindungimu apapun yang terjadi, kau akan baik-baik saja. Benar. Baik-baik saja.'
Omong kosong.
'Luz, kau akan selalu dipenuhi cahaya, tidak perlu takut akan gelap. Selalu ada harapan bersamamu, cahaya yang terang. Karena itulah arti namamu.'
Angin menerpa kencang sepersekian detik kemudian, bersamaan dengan suara bising dari kereta yang lewat.
Potongan-potongan memori yang rusak, harapan-harapan yang patah. Luz mengingatnya dengan baik. Membencinya, setiap kali mereka hinggap.
Saat orang-orang meninggalkannya dan memaksanya melewati kegelapan. Seorang diri.
Luz tidak takut, karena meskipun gelap, ia masih punya dirinya sendiri.
Ia hanya perlu percaya, ia bisa membuat harapan baru.
Meskipun itu hanya dengan dirinya sendiri.
Pada kenyataannya, Luz tidak melakukannya selama ini. Ia terlalu takut. Takut dengan kesendirian, memilih tidak percaya dengan semua harapan, yang seperti bayang-bayang.
Luz tidak bisa menerangi dirinya sendiri. Dan ia benci itu.
Suara berisik dari kereta yang lewat belum usai, menerbangkan dedaunan kering di sekitar bersama angin yang terembus.
Luz mengepalkan kuat kedua tangan.
Sedikit lagi, hanya sedikit lagi-
"Hei,"
Luz sontak membuka kedua mata, terkejut.
Suara kereta terdengar kian menjauh, menjauh, menyisakan atmosfer yang begitu asing.
"Hei, berbaliklah," suara gadis yang ia kenali.
Luz memutar badan, mendapati [Name] yang berdiri di sana.
Gadis itu menyodorkan bunga berkelopak bersih pada Luz, diikuti senyumannya yang manis dan menenangkan, "Ambillah." Ucapnya.
Luz tidak bicara sepatah katapun, meraih bunga mungil itu dari genggaman [Name].
[Name] kemudian menepuk bahu pemuda itu beberapa kali, "Semua orang punya masa lalu. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri." Ujarnya lantas membalikkan badan, bermain-main dengan semak berbunga sama seperti yang Luz pegang kini.
Pemuda itu memandangi benda indah di genggaman, melempar senyum kala menyaksikan [Name] yang asyik bermain-main.
"Buatlah harapan yang baru tanpa membuang harapan lamamu."
🏵🏵🏵
Malam menjelang, semakin larut dan larut, tapi dua insan itu masih sibuk bercanda ria di tepi jalanan.
"Hahaha! Apa-apaan itu, gambaranmu jelek sekali!" [Name] menunjuk-nunjuk hasil coretan Luz di papan informasi. Ya, mereka melakukannya lagi.
Luz mengarahkan cat semprot ke arah [Name] kemudian, "Jangan tertawakan hasil karyaku yang indah itu, pendek. Atau kau mau aku semprot dengan cat juga?"
Manik [Name] membelalak mendengarnya, "Kau baru saja panggil aku apa, hah?! Tiang tidak tahu diri!!!" gadis itu menyemprotkan cat berwarna silver ke baju Luz tepat sebelum pemuda itu berhasil menghindar.
"Cewek sialan, akan kubalas kau!" Luz beranjak, mengejar [Name] yang sudah berlari terlebih dahulu menghindari semprotan cat dari Luz sambil menjulurkan lidah meledek.
"Ahaha!!! Baiklah-baiklah! Aku minta maaf jangan semprot aku!" [Name] menghempas tangan Luz yang memiting tubuhnya sambil tertawa-tawa.
Luz mendorong tubuh [Name] ke dinding jalan, mengunci gerakannya sedangkan gadis tersebut masih sibuk mengontrol tawanya.
Luz ikut tersenyum melihatnya. Gadis ini, gadis yang ada di hadapannya ini, memberikan sensasi lain yang belum pernah ia dapati seumur hidupnya.
Sosok mungil dengan tawa lebar, rambut sebahu yang tergerai dan peluh yang membasahi tubuh.
Lebih indah dari bintang-bintang yang tengah bertaburan di atas sana.
Tanpa sadar, Luz mendekatkan wajahnya.
"Eh-" belum lagi [Name] sempat menyadari apa yang terjadi, sesuatu telah membungkam bibirnya.
Hanya sekilas. Tapi dapat gadis itu rasakan bibir yang lembut dan manis milik pemuda tersebut.
Luz menarik diri, membiarkan [Name] membeku dan berteriak-teriak tak lama kemudian.
Terkikik geli dari kejauhan melihat wajah merah padam si gadis akibat ulahnya.
"Dasar berengsek!!! Kemari kau aku akan meninju wajahmu itu!!!" teriak [Name] lagi, berusaha mendekati sosok Luz yang tertawa-tawa tak bersalah, menjaga jarak takut-takut [Name] benar-benar meninjunya.
[Name] berhasil menarik kemeja Luz yang berhias cat semprot akibat ulahnya itu beberapa menit kemudian.
Luz diam, membiarkan tubuhnya habis dihantam [Name] jikalau gadis itu memang ingin melakukannya.
Nyatanya, gadis itu malah memeluk tubuhnya erat dari belakang. Menyembunyikan wajahnya dalam-dalam di punggung Luz.
"[Name]?"
"Bodoh." Ucap [Name] sebagai balasan.
Mereka tetap dalam posisi itu hingga beberapa menit, menyisakan lengang malam.
"Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Karena sudah membuatku menjadi harapanmu."
"Kenapa kau sok tau?"
[Name] mendorong kuat tubuh Luz. Pemuda itu dapat menyaksikan rona tipis yang masih tersisa di kedua pipi [Name] saat pandangan mereka bertemu.
"Terima kasih kembali." Luz tersenyum, membuat [Name] terkekeh.
Dari kejauhan suara sirine terdengar, [Name] yang menyadarinya refleks menarik lengan Luz agar berlari.
"Itu suara sirine mobil polisi, ya?" kata Luz disela-sela berlari.
[Name] hanya mengangguk, peluh kembali membasahi wajahnya.
Suara sirine terdengar semakin nyaring menghantam pendengaran, [Name] menggeleng, "Tidak. Tidak boleh tertangkap."
Luz dan dirinya masih berlari di trotoar menembus malam, tidak peduli suara sirine semakin kencang, menandakan mereka semakin dekat.
Luz menarik lengan [Name] ke salah satu ceruk jalan, berusaha menyembunyikan keberadaan mereka.
"Apa yang kau lakukan, kita harus tetap berlari atau kita bisa tertangkap-" [Name] bungkam saat Luz memeluk tubuhnya erat.
"Tidak. Sudah cukup berlarinya." Luz menggelengkan kepala, menenggelamkan wajah pada helai milik [Name].
"Luz ...." Lirih [Name] mencengkeram kemeja sang pemuda.
Luz melepaskan pelukannya saat suara sirine mobil polisi benar-benar ada di sekitar mereka, tak lama lagi mereka akan ditemukan dan ditangkap.
Luz mengusap wajah [Name] perlahan, tersenyum manis, "Pergilah, aku bisa mengatasinya seorang diri."
"Kau mau menyerahkan diri? Aku tidak akan-"
"Ssh, jangan khawatir. Aku pasti akan menemukanmu, tunggu, ya? Sekarang, pergilah." Luz mengecup kening [Name] sekilas, beranjak keluar dari persembunyian.
[Name] ingin sekali berteriak, mencegahnya, tapi suaranya hilang.
Dari ceruk jalan tempat ia bersembunyi, dapat ia lihat sosok Luz yang mengangkat kedua tangan, menyerah dihadapan polisi.
Pemandangan yang singkat dan membuat [Name] menumpahkan emosi dalam air mata.
Luz sudah memilihnya, ia tidak bisa apa-apa lagi.
Malam kembali menjadi saksi, sebuah perpisahan yang dramatis, "Aku akan menunggumu, berjanjilah akan kembali. Karena kau juga sudah menjadi harapan baruku."
🏵🏵🏵
"Mari buat satu harapan baru lagi. Harapan bahwa kita akan kembali bertemu di masa depan."
-fin.
🏵🏵🏵
yay, i did it! maaf kalau alurnya terlalu cepat atau memaksa :D
rere sangat suka arti dari bunga anemone ini, apalagi yang bunyinya begini, "berharap untuk masa depan tanpa meninggalkan orang-orang yang dicintai." beautiful, right?
oh, iya, terimakasih atas segala dukungannya pada cerita ini! maaf lambat update karena segala halangannya :'(
rere loves y'all, guys! 💜
—
hgshsgf publish ulang karena lupa sesuatu, kira-kira, habis ini kalian pengen siapa? komen ya guys!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top