Mistletoe🌼06

Sekitar sepuluh menit perjalanan kami tiba di depan gedung sewa yang menjadi tempat acara ulang tahun. Gedung sewa yang dimaksud ternyata sebuah restoran bintang lima, mungkin, ini terkaanku karena dari luar nuansa dan lampunya beraura mewah.

"Kau bawa undangannya, kan?"

Aku mengangguk. Sakuraba-kun meminta kartu undangan itu dengan gerakan tangan. Surat itu kukeluarkan dari tas tangan, kuserahkan padanya. "Memangnya kamu tidak bawa?" heranku kenapa dia harus meminta kartu undanganku.

"Undangan ini untuk berdua. Kau tidak baca nama penerimanya, apa?" tanyanya berbalik ketus.

Aku memberengut pelan. "Tidak baca...." Lebih tepatnya aku tidak membuka undangan itu, hanya melihat denah peta saja untuk berjaga-jaga jika keadaan mengharuskanku pergi sendirian. Tapi kalau diingat-ingat tidak ada tertera nama penerima di undangan itu.

Dia bergumam, membolak-balikkan undangan tersebut. "Benar juga. Amplopnya sama aku."

Amplop? Aku mengerang kesal. Ternyata itu salahnya tidak memberikan satu set undangan lengkap padaku. Mana aku tahu undangan itu untuk berdua? Pasti namaku tertera di sana! Tanpa berterima kasih aku melangkah mendahuluinya. Bisa gawat kalau ada fansclub Sakuraba-ouji melihatku jalan dengannya!

"Hei!"

"Apa?!" balasku ikut ketus.

Ia merapikan lengan kanan tuxedo, lalu lengan itu membentuk setengah lingkaran. Kepalanya bergerak ke kanan sedikit dengan tatapan menyuruh.

Aku memberengut, membalas dengan tatapan malas. "Harus?"

"Sikap datang ke pesta. Begini saja kau tak tahu?"

Aku masih bergeming di tempat, berusaha mengendalikan degupan jantung agar tidak terlalu memompa darah. Takutnya darahku mengalir ke pipi hingga merona hanya karena situasi. Kubalikkan badan memunggunginya. "Si-sikapmu itu tidak ada manis-manisnya. Mana mau aku gandengan sama pemuda ketus!"

"Heee," dia bergumam dengan nada mengejek. Dia berdiri di hadapanku, mengulurkan tangan kanannya. "O te wo douzou, ohime-sama...."

Ucapan dan gerakannya memang terlihat anggun seakan sudah terlatih, tapi tatapan dingin itu mengejekku yang telah tersipu karenanya. Spontan kepalaku mendidih sampai ke ubun-ubun! Kusimpan tangan dengan bersedekap erat ke perut. "Kau itu---"

Aku berusaha mengumpulkan kekuatan mengungkapkan semua yang memberatkan benak. Sampai sejauh ini kami dekat sebagai 'teman' atau pun bos dan karyawan, sikapnya itu selalu ketus di hadapanku. Padahal dengan semua anak perempuan di sekolah maupun para pelanggan perempuan ia dapat memasang wajah ramah tanpa rekayasa. Bohong pun tidak apa, setidaknya ia tidak mengerutkan dahi setiap bertemu denganku.

Sejak kapan aku membuang muka, tidak sanggup melihatnya. "---bilang saja tidak suka sejak awal. Kau tidak perlu mengasihaniku, mempekerjakan teman satu sekolah yang tidak kau kenal sama sekali, bahkan tidak ahli mengenai tanaman. Pasti kau kewalahan dengan orang yang suka ikut campur urusan orang lain---"

Tapi di saat itu juga kamu berusaha bersikap baik agar aku tidak tersinggung.

"---pasti ada gadis lain yang ingin kau ajak ke pesta ini, kan? Tidak perlu sungkan gara-gara menghentikanku, atau merasa aku harus datang sebagai karyawan toko. Tidak datang pun tidak apa, akhirnya Ayame sudah baikan dengan Yaegashi-kun, kan? Sudah tidak ada lagi alasanku ikut acara ini."

Banyak hal yang ingin kusampaikan, tapi sebatas inilah keluhanku. Aku terdiam. Ia juga tidak langsung menimpaliku dengan kalimat pedas seperti biasa. Udara malam kubiarkan mengalir di antara kami, mengisi suasana canggung yang tidak sengaja tercipta. Seharusnya semua kalimat itu tidak usah kuungkapkan. Lebih baik dari awal aku menuruti semua kalimatnya dan jadi orang bodoh masuk ke pesta.

"Maaf, aku terlalu banyak omong--"

"Tidak. Aku yang bersikap berlebihan. Maaf ya, Fuusawa."

Kutengadahkan pandangan, mencari kebenaran dari ekspresi wajahnya. Ia menutup mulut dengan punggung tangan, menundukkan kepala seakan menghindari tatapanku.

"Soal menghentikanmu bekerja... rasanya aku pernah bilang kalau aku tidak akan selamanya di toko itu, bukan? Di tahun baru toko akan tutup. Dan aku harus kembali ke rumah. Jika sudah kembali, aku tidak akan kembali lagi ke toko itu. Yang mempekerjakan kamu di toko itu aku, yang mengupah hasil kerjamu itu tanggung jawabku. Jadi... begitulah. Kau tahu maksudku, kan?"

Aku tertegun, mencerna maksudnya. Toko itu bukan rumah sesungguhnya. Dan dia... harus kembali--pulang ke rumah di mana orangtuanya tinggal?

"Kenapa tidak bisa balik ke toko kalau kamu balik ke rumah?"

"Toko itu tempat pelarian dari orangtua."

Mataku membelotot. "Kamu... kabur dari rumah?" Dia hanya mengangguk dan bergumam pelan. "Ternyata... kau anak nakal," ujarku tidak menyangka seorang Sakuraba kabur dari rumah. Kalau aku tanya sejak kapan, tiba-tiba ingatanku memberitahu kapan aku menyadari kalau toko bunga itu sudah tidak lagi diurus oleh kakak cantik berkulit eksotis. Tahun pertama sekolah, semester dua. Berarti sudah setahun lebih, ya? "Lalu nasib toko bagaimana? Fujimura-san gimana?"

Sakuraba-kun mengantongi kedua tangan ke saku celana. Ekspresi ketus kembali terpajang manis di wajahnya. "Yang kau khawatirkan toko dan Mamoru?"

"Lalu apa lagi? Mengkhawatirkan anak yang memang seharusnya balik ke rumah orangtua?" timpalku balik.

Dia membuang pandangan dengan raut tidak suka. "Mamoru akan menetap di toko, menjaga bunga yang tersisa. Jika sampai musim semi Erica belum juga pulang, semua bunga akan kami jual ke toko bunga lain. Mamoru akan tetap di sana sampai dapat tempat tinggal baru. Kau tidak perlu cemas."

Dari caranya bicara aku malah mengkhawatirkannya. "Jadi semua sudah direncanakan," ujarku pelan. Ia dan Fujimura-san sudah membicarakan hal ini di belakangku. "Kenapa tidak mengatakannya padaku sebelumnya? Apa karena aku karyawan paruh waktu?"

Saat Sakuraba-kun membuka mulut, beberapa pasang tamu berdatangan, melewati kami dengan tatapan heran. Kami sama-sama mengalihkan pandangan dan melangkah menuju pintu restoran. Tanpa sepatah kata, tangan kiriku diraihnya, diarahkan agar mengandeng lengannya. Aku kelimpungan dengan sikap 'akrab' seperti ini--kali pertama bagiku mengandeng lengan anak laki-laki.

"Nanti kujelaskan. Semua," bisiknya. "Tapi kali ini, tetaplah jadi gadis penurut." Pintu depan restoran terbuka otomatis begitu kami ada di depan. Sakuraba-kun menyerahkan undangan pada seorang resepsionis di dekat pintu. Kami sama-sama menyerahkan coat di penitipan barang. Saat itu kupikir acara 'gandengan' sudah selesai, tapi ia kembali meraih tanganku. "Jangan jauh-jauh."

Aku ingin protes--sebenarnya lebih pada rasa malu bergandengan dengannya, tapi aku mengerti kenapa kami harus bergandengan. Begitu kami tiba di ruang pesta, kebanyakan para undangan berpasangan. Bisa kuanggap mereka kenalan Ayame yang sebagian besar bukan dari sekolah kami. Banyak wajah baru yang tidak kukenali. Lalu... bisikan-bisikan 'tetangga'.

"Sakuraba-ouji datang dengan siapa?"

"Siapa gadis itu?"

"Itu bukannya siswi yang bertengkar dengan Ouji?"

"Kenapa dia bisa gandengan dengan Ouji? Tidak pantas!"

Dan masih banyak lagi komentar para siswi fansclub Sakuraba yang hadir di pesta ini. Tidak kusangka mereka juga dapat undangan dari Ayame. Pernapasanku sesak hanya mendengar ocehan itu. "Aku benar-benar lupa dengan rumor itu," gumamku lemas. Untung saja pertengkaranku dengan Sakuraba-kun di minggu terakhir sekolah. Hanya beberapa hari tapi bulu kudukku selalu berdiri karena tatapan permusuhan para siswi yang menyukai Sakuraba-kun--para fangirls-nya.

Lalu gandengan ini artinya untuk apa? Agar aku terlihat sudah baikan dengan Ouji, atau seakan sudah dijinakkan olehnya? "Kayaknya aku tidak betah di sini."

"Apalagi aku," ujar Sakuraba-kun tanpa kusangka. "Aku paling malas menghadiri pesta, mengenakan tuxedo seperti ini. Gerah."

"Heee," kugumamkan pendapatku terang-terangan, "padahal kelihatannya sudah terbiasa. Bahkan punya tuxedo sendiri."

"Kenapa berpikir begitu? Bisa saja aku pinjam tuxedo punya orang, atau rental."

"Dilihat saja terlihat jelas tuxedo ini pas di tubuhmu. Kalau pinjam pasti kebesaran."

Ia menoleh dengan kening berkerut. "Maksudmu badanku kecil?"

Terang-terangan kuanggukkan kepala. Ia pun mengerang kesal. Memang kalau dia berjalan di antara Yaegashi-kun dan Eto-kun, dia kelihatan kecil. Apalagi wajahnya manis, bisa dianggap teman dekatnya malah seperti kesatria yang melindungi tuan putri. Aduh, pikiranku aneh!

"Setelah potong kue, kita langsung saja pergi. Kita sudah janji melihat pertunjukannya Mamoru, kan?"

Wah, dia ingat! Aku langsung mengangguk. "Setidaknya pamitan."

"Sebelumnya sudah kubilang, jadi tidak usah."

"Lalu...," aku mengedarkan pandangan, mengamati seantero restoran yang sudah ditata untuk perayaan. Lampu hias dan hiasan-hiasan khas ulang tahun dan natal dipadu menjadi satu. Warna emas dan merah mendominasi pemandangan. "Mana Ayame-oujosama?"

"Tokoh utama pesta ini masuknya belakangan."

"Wah! Itu!" ujarku menunjuk dengan antusias. Mataku baru menemukan satu per satu rangkaian bunga yang menghiasi meja-meja kudapan dan minuman. Di langit-langit pun mistletoe terjalin mengelilingi ruangan seakan sudah hidup di sana sejak awal. Dan terakhir ada rangkaian bunga--berbagai macam bunga menggunung apik di dekat satu-satunya tangga di ruangan ini. Rangkaian itu usulanku sebagai pengganti pohon natal. Sakuraba-kun benar-benar memikirkan desainnya sangat detail. "Cantiknya...."

"Kau tidak tahu sulitnya merangkai pohon natal itu. Gara-gara siapa yang tidak membantu bos, hah?" Ia malah memarahiku.

"Kau sendiri yang memberhentikanku!" Aku tidak mau kalah. Padahal aku mau bantu, tapi karena sudah dipecat, aku ogah-ogahan menampakkan diri di hadapannya maupun menelepon Ayame menawarkan bantuan. Ia mengerang kesal. Aku tidak peduli karena mataku sudah menatap satu rangkaian cukup besar di salah satu meja terdekat.

"Sakuraba!"

Seseorang menghampiri kami. Dia kalau tidak salah... seitokaichou! Aah, kenapa aku kaget? Tidak aneh kalau Ayame mengundang seitokaichou maupun para anggota seitokai lain.

Pemuda itu bersiul seraya tatapannya melirik lengan kami sailing bertaut. "Akhirnya kau curi start?"

Curi start apaan! Hatiku menjerit-jerit dalam hati. Tiba di dalam masih gandengan terlihat menonjol! Lihat saja kaichou dengan pasangannya atau tamu undangan lain, mereka tidak terus-terusan menautkan lengan! Sayangnya aku tidak bisa menarik lenganku karena diapit erat.

Sementara respon Sakuraba-kun hanya terkekeh berpura-pura malu.

Kaichou menggerakkan tangan mengajak Sakuraba-kun bicara. Tapi Sakuraba-kun terlihat enggan dengan kening berkerut dan lirikan ganjil.

"Hanya sebentar." Kaichou melirikku. "Pinjam pacarmu sebentar, ya?"

"Pa--" Kaget bukan main malah disangka pacar tubuhku membeku seketika.

"Ayolah, Sakuraba, bicara sebentar saja. Pacarmu akan ditemani Shiyoka." Kaichou menarik pundak Sakuraba-kun paksa. Dengan keengganan pemuda itu pun menuruti kehendak kakak kelas. Aku pun ditinggal berdua dengan gadis yang kemungkinan seangkatan dengan kaichou.

"Shiyoka-san?" Aku meyakinkan nama kakak kelas ini, apa itu nama keluarga atau nama kecilnya.

"Kau jangan sok akrab memanggil nama kecilku." Gadis cantik berkacamata ini begitu ketus. Tidak hanya ucapan, tapi jua tatapannya. "Mentang-mentang kau pergi dengan Ryouta-kun, kau besar kepala?" Dia membuang muka, bahkan mengembus napas gerah. "Berdiri saja kau sama sekali tidak pantas di dekatnya. Kau pakai cara apa agar mendapatkan perhatian Ryouta-kun?"

Kenapa mulut gadis ini begitu kasar padaku? Cemburu? Jangan bilang dia menyukai Sakuraba-kun?

Tiba-tiba saja para gadis sudah mengelilingiku. Mereka sama-sama memasang wajah ketus, aura tidak bersahabat padaku. Wah, jangan-jangan mereka fangirls-nya Ouji

Ayame! Kenapa bisa kenalanmu para gadis pemuja Sakuraba-ouji? Tahu sendiri, kalau rumor pertengkaranku dengan Sakuraba-kun masih jadi perbincangan para siswi di sekolah! Ditambah hari ini aku malah pergi sama orang yang dimaksud!

"Jelaskan hubungan kalian dengan Ouji!"

"Kenapa kamu bisa datang sama Ouji? Kau ancam, ya?"

Aku disudutkan. Di belakangku ada meja panjang yang berisi camilan. Sementara di hadapanku sekitar tujuh gadis mengelilingiku. Tidak ada celah kabur sedikit pun! "I-itu...." Rasanya kujelaskan pun mereka tidak akan mendengarkanku.

Shiyoka-san menarik lenganku dengan kasar. "Sebelum pesta dimulai, Ouji pergi dengan kaichou," ujarnya melirik teman-teman satu komplotannya. Mereka mengangguk patuh. Aku berusaha menahan kaki agar tidak melangkah, tapi beberapa di antara mereka mendorongku dari belakang.

"Hei!" Suara harikan kekanakan dan agak melengking itu menghentikan tindakan para gadis.

Aku menoleh ke belakang. Para gadis langsung terkejut begitu menyadari kehadiran Eto Koki. Aku bernapas lega karena Fumiko datang bersama Eto-kun!

Fumiko berkacak pinggang. "Bisakah kalian melepaskan senior tersayangku? Kalian juga tidak mungkin menyakiti teman sekelas Kou-san!"

Mereka segera mundur, melepaskanku, dan memasang senyum ganjil.

"Eh, kami hanya ingin bicara kok!"

"Ka-kami tidak menyangka kalau gadis ini teman sekelas Eto-kun."

"Kalau sekelas memangnya kenapa?" Shiyoka-san tidak terlihat takut seperti para gadis lainnya. Hebatnya, sosok Shiyoka-san seakan menjadi tameng membela kehendak para gadis tersebut. "Urusan kami dengan gadis ini. Kau pendek," jarinya menunjuk Fumiko tanpa ragu, "jangan besar kepala karena diajak Eto-kun ke pesta. Sadar diri!"

"A-apa?! A-aku tidak diajak! Tapi dapat undangan juga dari Ayame-senpai!" Wajah Fumiko memerah karena berang. "Kebetulan janjian sama Kou-san!" Fumiko segera menarikku, hingga aku berdiri di antara Fumiko dan Eto-kun. "Pokoknya senpai tidak akan dapat apapun dari Hinaka-senpai! Pergi sana!"

"Mohon maaf, senpai, atas ucapan Fumiko--" Eto-kun segera mengambil alih situasi. Fumiko tampak keberatan dengan kalimat barusan seakan dia bersalah, tapi menurutku Eto-kun berkata demikian untuk kebaikan Fumiko sendiri. "Maksudnya biar kami yang menemani Fusawa selagi Ryou bicara dengan kaichou. Senpai sekalian boleh berkeliling menikmati hidangan yang ada."

Senyuman ramah dan tulus itu membuat para gadis enggan mengikisnya. Mereka pun bubar, berpencar, meninggalkan keluhan sebelum pergi.

Aku kembali bernapas lega. "Terima kasih, Fumiko, Eto-kun. Berkat kalian nyawaku terselamatkan."

"Kamu berlebihan, Fusawa," ujar Eto-kun diiringi kekehan pelan.

"Pasti mereka bakal merisak Hinaka-senpai!" Fumiko protes. "Tadi itu hampir saja! Untung waktu datang kami tepat waktu!"

"Memangnya mereka akan melakukannya?" Eto-kun memasang wajah heran nan lugu.

Aku dan Fumiko sama-sama menatapnya lebih heran, pemikiran pemuda ini ternyata lebih pure daripada wajahnya yang terlihat dewasa. Eto-kun bergumam 'begitu?' mencoba mengerti bagaimana mengerikannya para gadis jika bertemu saingan di luar lingkaran. Kemudian tatapannya jauh ke arah Sakuraba-kun bicara dengan kaichou di sisi ruangan dekat jendela. Aku ikut menoleh ke arah tersebut. Tampak pembicaraan keduanya begitu serius.

"Ryou diminta menjadi seitokaichou selanjutnya."

Spontan aku menoleh dengan mata memelotot.

"Eeh?" Suara kaget itu tidak dari mulutku, tapi dari Fumiko.

"Sakuraba-kun kan tahun ini bukan anggota seitokai, hanya anggota tambahan. Memangnya bisa?" tanyaku penasaran. Pertama kalinya aku dengar kabar ini!

"Bagi kaichou tahun ini bisa, karena yang kudengar anggota seitokai yang tersisa pun setuju. Ryou memiliki apa yang diharapkan sebagai kaichou. Jika diadakan pemungutan suara pun, pasti banyak yang memilih Ryou. Tapi Ryou sendiri tidak ingin menjadi seitokaichou. Ia sudah menolak berkali-kali, tapi kaichou tetap gigih membujuknya kembali ke seitokai."

Aku tertegun. Sisi lain hatiku setuju dengan kabar tersebut, tapi entah kenapa sisi lain begitu berat andai Sakuraba-kun benar-benar menerima tawaran tersebut.

"Toko itu tempat pelarian dari orangtua."

Dia bilang begitu, aku jadi teringat-ingat dan bertanya kenapa ia harus kabur dari rumah? Memang orangtuanya begitu keras padanya?

"Jika sudah kembali, aku tidak akan kembali lagi ke toko itu."

Pernyataan itu terdengar sendu, memilukan hatiku. Jika ia kembali pulang, kami tak akan pernah bertemu di toko, bercakap-cakap tanpa kecanggungan, maupun saling melempar candaan. Hanya di toko bunga itu aku bisa dekat dengannya. Sementara di sekolah kami bagaikan orang asing, bahkan tidak pernah saling menyapa. Lalu, apa? Menjadi anggota seitokai pun semakin membuatnya sibuk. Dan kami tidak akan saling bicara lagi.

Dengan egoisnya aku berdoa dalam hati agar Sakuraba-kun tidak menerima permintaan seitokaichou, berharap setelah salju mencair pemuda itu kembali ke toko bunga.

🌸

Updated : 8 Februari 2021

Eto, aku mau buat cerita ini agak lompat dari kerangka yang udah aku buat, diusahain teman2 pembaca gak nyadar sama cerita lompat itu. 😅
Setelah mistletoe, bunga terakhir ceritanya sedikit. Habis itu tamat. 😂

Sebenarnya aku gak mau namatin, soalnya alur si fanfic ini hampir sama di orific yang aku buat. :v Ya sudah deh, fanfic ini spoiler-nya :v. Bisa dibilang alurnya 55% mirip. Hihiii....

Jangan lupa tinggalin vote dan komen ya!

Alana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top