15. Absqutualate

By : ki_lya

Bunga : Sweat pea

Arti : Ucapkan "selamat tinggal"

Genre : romance

"Rena!"

Seorang lelaki berambut cokelat tersentak dan terbangun dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya. Rambutnya berantakkan dan manik mata merah darahnya yang melebar, kaget.

Lelaki itu menahan napasnya sesaat, kepalanya ia tundukkan hingga menutupi ekspresi wajahnya yang tak dapat ditebak saat ini.

Sinar rembulan menyusup masuk, memancarkan cahaya malam yang tenang. Bintang ikut menemani di luar sana. Udara dingin pun melengkapi malam itu. Malam yang sangat tak diharapkan oleh seorang bernama Fujimaki Tatsuya.

Ia baru saja bermimpi buruk. Namun diam-diam Tatsuya bersyukur karena apa yang baru dialaminya ternyata hanya mimpi. Lelaki itu mengembuskan napas kasar dan sedikit mengacak rambutnya frustasi.

"Sampai kapan..." Tatsuya bergumam pada dirinya sendiri. Suaranya lirih nyaris berbisik. Tangannya mulai gemetar, dan buliran bening mulai menggenangi pelupuk matanya.

"Aku tidak bisa, tidak..." Tatsuya meringis, tangannya yang bergetar dikepalkan. Kepalanya menunduk menatap nanar selimut yang ia pakai.

Pikirannya kacau malam ini, sangat kacau. Tatsuya bahkan tak tahu apakah ia bisa berpikir jernih lagi esok hari. Tidak, ia bahkan sangat berharap kalau esok hari lebih baik tak akan datang.

Perlahan kristal bening itu meluncur turun membasahi pipi Tatsuya. Bibirnya mengeluarkan suara isakkan kecil yang serak. Seakan Tatsuya sudah tak punya tenaga lagi untuk mengucapkan sesuatu dan hanya bisa menangis.

Ada apa ini?

Kenapa sesosok Fujimaki Tatsuya bisa menjadi sangat rapuh seperti ini?

Bukannya seorang lelaki tak boleh menangis?

Tatsuya menghapus jejak air matanya secepat mungkin. Kemudian menggeleng kuat dan memejamkan matanya erat. Ia berada di atas kasur namun rasa kantuk seperti hilang begitu saja saat itu.

Tatsuya kembali membuka matanya perlahan, hembusan napas kecil ia lepaskan. Kemudian kepalanya menoleh pada jendela di sebelah kanannya. Tampak bulan memancarkan cahaya terang, namun sepertinya itu tak ikut membuat hati Tatsuya lebih baik. Lelaki itu justru tersenyum miris melihat pemandangan di hadapannya.

"Mungkin ini memang saatnya." Lagi-lagi Tatsuya bergumam pada dirinya sendiri. Ia mengulurkan lengannya dan mengambil ponsel dari nakas.

Setelah menekan sebuah tombol, ponsel itu pun menyala. Menampakkan sebuah layar yang dikunci sandi pin.

Tatsuya mengambil napas kecil. Jemarinya pun perlahan menekan nomor 0906 pada layar dan kunci pun terbuka. Kini terlihat sebuah layar yang menunjukkan gambar Tatsuya dan seorang gadis berambut kuning pucat dengan manik mata honeygold yang tengah tersenyum lebar.

Tanpa sadar, jemari Tatsuya menyentuh gambar gadis itu. Mengusap layar seakan mengusap pipi seseorang yang sedang ia rindukan, entah siapa itu.

"Hhh... Janji memang tak bisa diingkari dengan apapun alasannya itu. Apakah begitu, Rena?" Tatsuya meringis dan tersenyum sakit. Memandang wajah itu sama saja meruntuhkan lagi dinding yang telah ia bangun untuk dirinya sendiri.

"Tidak, ini bukan perpisahan." Tatsuya mengambil napas dalam, berusaha menguatkan dirinya untuk mengucapkan tiap kata yang meluncur dari mulutnya.

"Bukan 'selamat tinggal' tapi 'sampai jumpa lagi'." Tatsuya menyentuh dadanya yang terasa sesak. Perlahan tangan itu meremas bajunya, air mata kembali mengalir. Membuat malam itu menjadi waktu menyakitkan yang dilewati Tatsuya.

Ya, dia harus melewati ini. Tapi mungkin bukan sekarang, mungkin nanti. Sekarang biarlah Tatsuya menumpahkan rasa sakitnya. Biarlah ia menangis, menangis sampai air matanya habis. Terisak sampai suaranya tak bisa terdengar lagi. Lebih baik seperti ini dulu. Menenangkan diri dengan cara menangis. Tapi apakah berarti ia lemah?

"Tatsuya! Lihat sini! Senyum~!"

Suara lembut nan manis itu tiba-tiba terdengar di dalam kepala Tatsuya. Suara itu kembali terputar bagaikan piringan rusak yang berbunyi berulang-ulang untuk merusak suasana hatinya. Meskipun kalimat yang terdengar adalah sebuah kalimat penyemangat, namun bagi Tatsuya kalimat yang ia dengar hanya akan kembali membuatnya terlempar ke masa lalu.

Masa lalu itu menjebaknya. Mengurungnya untuk terpuruk dan tak bisa bangkit karena hanya ada ia sendirian di sana. Tak bisa menerima kenyataan untuk masa kini dan tak ada orang yang bisa membantunya karena ia sendirian. Tatsuya harus berjuang sendiri. Ia harus segera keluar dari masa lalu bagaimanapun caranya. Tapi bahkan Tatsuya merindukan masa lalunya.

Ia rindu memori masa lalunya. Oleh karena itu, Tatsuya terjebak di dalamnya. Terjebak dalam masa lalu yang ia rindukan. Dalam hati ia berharap agar ia bisa kembali ke masa lalu, dan meluruskan semuanya agar masa kini tidak seperti sekarang. Semua itu kini hanyalah ibarat album hitam putih bagi Tatsuya. Ia adalah warna hitam yang kelam, dan putih adalah masa lalu yang melengkapinya.

Sungguh, Tatsuya benar-benar berharap ia bisa bangkit lagi. Ia harus bangkit. Tapi tak bisa sendirian. Ia butuh seseorang untuk membantunya berdiri. Tapi siapa?

Apakah masa lalunya?

Atau orang asing yang mungkin saja datang suatu saat?

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

Tokyo, Akoyama Gakuen, 20xx

Kelopak bunga sakura berterbangan. Angin sejuk menerpa serta keramaian yang menjadi pemandangan khas. Hiruk pikuk orang-orang di Akoyama Gakuen saat ini menjadi hal yang sudah menjadi jadwal umum tiap tahunnya saat penerimaan calon peserta didik baru.

"Yosh~! Aku sangat beryukur kita dapat diterima di Akoyama Gakuen! Benar bukan, Tatsu-kun?" Gadis pirang pucat dengan name tag berukir sebuah nama yang dapat dibaca sebagai Yoshio Rena.

Orang yang bernama kecil Tatsuya dan malah dipanggil sebagai Tatsu itu hanya membuang napas kasar. "Hm." Sahutnya setengah malas menanggapi ucapan gadis di sampingnya.

Rena yang mendapat respon tak berarti dari Tatsuya itu menggembungkan pipinya, ngambek. "Mou! Jangan mengabaikanku!" Seru Rena kemudian memukul-mukul kecil bahu Tatsuya selaku teman masa kecilnya.

Dalam hati, Tatsuya menahan tawa gelinya. Melihat wajah dan tingkah ngambek ala Rena menjadi kesenangan tersendiri baginya. Namun di wajahnya hanya terpasang poker face andalan, kemudian menguap dan melirik Rena malas.

"Hm? Otakmu tambah tinggi kepintarannya, tapi kenapa tubuhmu masih seperti bocah SMP begitu?" Celetuk Tatsuya tanpa dosa yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Rena yang diejeknya.

"Kau mengejekku pendek?!" Rena menunjuk wajah Tatsuya di hadapannya dengan kesal. Sementara Tatsuya hanya mengangguk setengah niat.

"Kau...!" Rena langsung kembali memukul-mukul bahu Tatsuya, dan Tatsuya kali ini mencoba menghindar, membuat emosi kekanak-kanakkan Rena bertambah kemudian kembali memukul lelaki itu.

Ah, pertengkaran kecil memang menjadi sebuah lem khusus untuk kedekatan keduanya. Dengan latar belakang teman masa kecil, hubungan mereka di mata murid-murid Akoyama Gakuen bukanlah sekadar teman biasa. Dapat dilihat, interaksi mereka yang sering terlihat setiap hari itu mirip seperti sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta. Namun kenyataannya tak seperti itu.

Pertemanan antara lelaki dan perempuan sebagian banyak itu tidak murni. Terkadang setengahnya terasa ambigu, yang berarti memiliki rasa lain. Bagaimanya menyebutnya, ya?

Ah, aku tahu...

Cinta

Perasaan yang tak bisa disepelekan dan dipandang sebelah mata. Perasaan inilah yang membuat manusia terasa hidup saat menghirup udara, melangkah, tersenyum, tertawa, dan membuat seseorang lebih bergairah dalam menjalani garis hidupnya.

Namun cinta tak bisa hanya dipandang dalam satu sisi. Seperti layaknya semua hal yang ada di bumi, cinta juga memiliki dua sisi dalam kehidupan. Ada baik, ada pula buruknya. Ada cinta bisa membuat kita lebih baik, ada pula yang bisa membuat kita terpuruk. Tergantung bagaimana kita menanggapinya.

Namun kehidupan cinta bagi Tatsuya seperti koin baginya. Dua-duanya ia dapatkan, dari mulai manis dan pahit. Ya, benar. Orang yang disukai Tatsuya di sini adalah Rena, Yoshio Rena.

Waktu 6 tahun bukanlah waktu yang terhitung cepat bagi Tatsuya. Waktu 6 tahun adalah waktu yang cukup bagi Tatsuya mengenal, mengetahui, dan menyukai Rena. Bohong bila ia bilang ia tak menyukai gadis itu. Nyatanya, Tatsuya berusaha mati-matian untuk menahan setiap debaran jantung setiap kali berada di dekat Rena. Ia tak suka melebih-lebihkan, namun memang itulah yang dirasakan Tatsuya.

Ah, masa remaja memang masa yang indah untuk memori cinta, ya?

Mungkin 6 tahun mengenal Rena belum memberi cukup keberanian bagi Tatsuya untuk menyatakan rasa sukanya pada sang gadis. Setiap Tatsuya ingin menyatakan perasaannya, lelaki itu malah mengalihkan ucapannya sendiri. Entah karena terlalu gugup, pesimis, ataupun takut. Semuanya terasa campur aduk bagi Tatsuya hinga hanya memikirkannya saja terkadang dapat membuatnya mual.

"Rena," Tatsuya memanggil nama gadis yang duduk di sampingnya saat jam pelajaran kosong di kelas.

Gadis yang diikat pony tail itu menoleh pada Tatsuya dan memiringkan kepalanya. "Ya, ada apa?"

Tatsuya meneguk ludahnya susah payah. "Aku.. su.."

"Su..? Sundae?" Rena mengangkat sebelah alisnya, heran dengan sikap Tatsuya yang tiba-tiba aneh.

"Bukan, aku su..."

"Superman? Jangan bermimpi, Tatsuya. Ini sudah siang." Rena semakin bingung, terbukti dari kerutan di keningnya yang mulai terlihat.

Tatsuya nampak menggeleng samar. Lelaki itu pun mengambil napas dalam-dalam. "Aku su---"

Brak!

"Para guru sedang rapat! Sekolah dibubarkan!"

Seruan tiba-tiba dari ketua kelas yang muncul dari ambang pintu membuat ruangan yang sebelumnya masih dalam keadaan santai, kini malah langsung berubah ribut seperti orang-orang yang berada di Pasar loak.

Rena yang mendengar ucapan itu juga langsung tersenyum lebar. Ia segera membereskan peralatan belajarnya dari atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Teringat sesuatu yang sempat terlupa, Rena pun kembali menoleh pada Tatsuya.

"Oh, tadi kamu mau bilang apa?" Tanya Rena dengan senyuman simpul menatap santai Tatsuya sembari menggendong tasnya di punggung.

Tatsuya meringis kecil dan membentuk senyuman miris. "Tidak. Aku hanya ingin bilang aku suka..." Tatsuya merasakan napasnya tercekat saat itu juga. Ia merutuki dirinya sendiri dengan sumpah serapah yang tak ada habisnya saat itu.

Ia melirik Rena cepat. "Aku suka cuaca langit hari ini. Yah, begitu." Tambahnya cepat sebelum Rena membuka mulut untuk bicara.

Benar saja, Rena yang sebelumnya memasang wajah kaget kini bisa kembali menetralkan wajahnya. "Ah, tapi sekarang hujan, Tatsuya."

"..."

Cinta dapat membuatmu salah tingkah. Mungkin hal itulah juga yang dirasakan oleh Tatsuya. Imagenya bisa kapan saja jatuh saat di dekat Rena.

Dari luar, mungkin Tatsuya terlihat seperti lelaki malas yang suka tidur di kelas. Namun, di dalam dirinya terdapat seorang Fujimaki Tatsuya yang lembut. Tatsuya yang terkadang salah tingkah, gugup, ataupun blank. Memang aneh, namun begitulah. Kedekatannya dengan Rena membuat sebagian dari diri Tatsuya juga ikut berubah.

Dalam keadaan seperti itu yang terlihat aneh, sebenarnya Tatsuya sedikit bersyukur atas kecerobohan kecil yang mungkin terkadang ia perbuat. Karena ia juga dapat membuat gadis itu tersenyum. Senyuman yang dapat membuat energi dan semangat Tatsuya bertambah setiap kali memandangnya lama.

Senyuman gadis itu bagaikan angin yang menyejukkan Tatsuya. Matahari yang menghangatkannya. Serta oksigen yang selalu jadi kebutuhannya. Andai saja Tatsuya lebih berani untuk bertindak daripada merangkai kata, pasti ia akan langsung berbicara, memeluk, dan menciu---

"Tatsu!" Sebuah tangan menarik wajah Tatsuya, lebih tepatnya mencubit pipi Tatsuya dengan gemas.

Tatsuya langsung mengaduh kesakitan kala perih yang dirasanya semakin parah. "A-awdwuh! Rwen!" Tatsuya memukul lengan Rena, bermaksud agar tangan tersebut segera melepaskan cubitannya.

Rena sang pelaku yang mencubit pipi mulus Tatsuya akhirnya melepaskan tangannya. Kemudian mengernyitkan dahi, menatap Tatsuya penuh selidik.

"Wajahmu memerah tadi. Kamu sakit? Kurasa sebelum ini kau baik-baik saja. Apa jangan-jangan..." Rena menyipitkan matanya menatap Tatsuya curiga. Tatsuya meneguk ludahnya susah payah dan hanya bisa tersenyum kaku.

"Eh? Kenapa?" Tatsuya kemudian berdehem pelan dan kembali berjalan mendahului langkah Rena di sebelahnya.

Rena segera ikut berjalan untuk mengimbangi langkah Tatsuya. "Kamu lagi berpikir anu, ya?!" Tuduh Rena langsung dengan tiba-tiba.

Tatsuya tersentak keras dan langsung memberhentikan langkahnya lalu menoleh dan menatap Rena tak kalah tajam. "Jangan pernah berpikir seperti itu, bodoh. Aku bukan lelaki yang seperti itu." Tatsuya mendecak sebal sembari melangkahkan kembali kakinya.

"Berarti kau tidak normal!" Rena kembali menunjuk wajah Tatsuya dengan telunjuknya, membuat Tatsuya tersentak untuk kedua kalinya.

Tatsuya menunjuk dirinya sendiri dan memasang wajah bingung. "Aku? Tidak normal? Kenapa?"

Rena terkekeh geli dan melipat kedua lengannya di depan dada. "Karena kebanyakan lelaki itu berpikiran anu, sedangkan kau tidak. Pada dasarnya, lelaki berpikiran anu itu normal. Jadi, kesimpulannya adalah kau tidak normal."

Jtak!

Langsung saja Tatsuya menyentil kepala Rena menggunakan jarinya karena kesal sekaligus gemas. Ya ampun, bagaimana gadis ini bisa berpikiran aneh dan memiliki pandangan seperti itu? Tatsuya bahkan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berpikir siapakah yang bisa membuat otak Rena berpikir seperti itu.

"Itte!" Pekik Rena meringis sakit sembari mengusap keningnya yang sedikit memerah akibat ulah Tatsuya sebelumnya.

Tatsuya melirik malas, sedikit rasa bersalah menyusup dalam dirinya. Ia pun menghentikan langkah dan membuang napas kasar, membuat Rena ikut berhenti di sampingnya.

Tatsuya menunduk, lalu mencondongkan wajahnya mendekati wajah Rena secara perlahan. Kedua kening mereka saling bersentuhan, hingga napas diantara keduanya pun dapat saling terdengar. Tatsuya tertawa geli dalam hati ketika melihat wajah Rena yang sudah seperti kepiting rebus, namun ia hanya bisa tersenyum miring menutupi ekspresi yang sebenarnya.

Tatsuya menaikkan wajahnya sedikit, kemudian mengecup sekilas kening Rena yang tadi sempat memerah. Harap-harap rasa sakit itu menghilang. Ia pun kembali berdiri tegak, lalu melempar senyum pada Rena dan mengacak gemas rambut pirang gadis manis itu.

"Udah, jangan kayak anak kecil kamu. Dasar bocah SMP." Tatsuya tersenyum meledek dan berjalan lagi, mendahului Rena yang masih setengah mematung.

"T-tunggu! H-hey!"

Tatsuya tanpa sadar telah tersenyum kecil mengingat masa lalunya. Masa lalu yang begitu manis hingga membuatnya tak ingin menyadari apa yang sudah ada sekarang, di masa kini.

Memang, ia harus meninggalkan masa lalunya. Mengucapkan 'selamat tinggal' kemudian melangkah untuk menapaki garis hidupnya yang masih panjang untuk dijalani. Namun entah mengapa rasanya kaki Tatsuya seperti kaku saat gadis bernama Rena yang ia sukai perlahan keluar dari hidupnya.

Kaki yang awalnya bersama melangkah, senyuman yang tiap harinya ia tampilkan, tawa yang selalu dilepaskan dengan khas, pertengkaran kecil yang mendekatkan keduanya, perlahan semuanya pudar bagaikan foto hitam putih yang rusak dan cacat akibat termakan oleh sang waktu yang tanpa disadari selalu berjalan dan meleburkan semuanya.

Tatsuya masih ingat semua itu. Mulai dari awal, hingga akhir. Perkenalan, awalnya mereka hanyalah bocah 10 tahun yang bermain bersama. Pendekatan, mulai sekolah bersama dan selalu mendapat kelas yang sama menjadi tali penghubung tersendiri bagi mereka. Suka, rasa yang sebelumnya tak pernah disadari, sedikit demi sedikit mulai terlihat dari perubahannya. Kemudian, janji. Janji yang ingin sekali Tatsuya ingkari. Janji yang membuat Tatsuya berharap jikalau ia mengingkarinya, maka ia akan bahagia.

Namun tentu saja tak bisa. Tatsuya harus menepatinya, walaupun sebagian dari dirinya tak rela dan bahkan tak mau melaksanakannya. Ia memaksa tubuh, dan hatinya untuk bergerak menepati janji itu.

Janji akan selalu bersama...

"Tatsu, a-aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Ucapan Rena yang terkesan gugup dan gemetar membuat Tatsuya hampir saja tersedak kaleng minuman kopi miliknya yang sedang ia tenggak.

Tatsuya pun berdehem, jantungnya berdetak lebih cepat seakan-akan bisa copot kapan saja dari tempat semula. "Ya, apa? Katakan saja."

"Aku... suka..." Rena menunduk, meremas ujung roknya ragu-ragu. Membuat Tatsuya ikut gugup sekaligus penasaran apa yang akan dikatakan gadis itu.

Kali ini mereka berada di taman kota. Sore hari merupakan waktu yang cukup tenang untuk mampir ke taman kesukaan mereka itu. Namun Tatsuya sama sekali tak menyangka kalau Rena mengajaknya ke sini sebenarnya adalah untuk mengatakan sesuatu.

Manik mata Tatsuya menyipit. "Suka..?" Ia memiringkan kepalanya, menunggu kelanjutan kalimat dari Rena. Walaupun wajahnya terkesan polos, dalam hatinya lelaki itu malah berfantasi ria sedang melompat-lompat mengelilingi taman bunga dalam jiwanya.

"Aku suka Ka...."

Tatsuya dapat merasakan sensasi aneh pada dirinya. Rena belum menyelesaikan ucapannya namun hal itu juga semakin membuat Tatsu kembali berpikir tinggi bagai dibawa ke langit 7. Ia dapat merasakan kupu-kupu seakan menggelitiki perutnya dengan rasa senang yang terlampau batas.

"Ka... Ka... Kazuki."

Jleb!

Panah imajiner bagai menusuk hatinya begitu saja. Tatsu yang sebelumnya dibawa terbang tinggi, kini seakan dihempas begitu saja. Bukan hanya sakit, mungkin itu juga membuat hatinya seperti mati rasa.

Apakah ia harus sedih? Menangis? Ataukah ia harus menerima kenyataan dan mendukung Rena?

Ia menoleh, dan melihat wajah Rena yang begitu merah padam, karena malu telah mengungkapkan perasaan yang sepertinya sudah lama gadis itu pendam sekian lama untuk seorang bernama Kazuki.

Tatsuya tersenyum tipis melihat ekspresi gadis di hadapannya. Gadis yang selalu ia sukai. Gadis yang selalu ada di sampingnya. Gadis yang selalu ia cintai. Dan kini, hubungan pertemanan diantara mereka seakan kosong, sesuatu seakan hilang diantara tali persahabatan tak kasat mata itu.

"O-oh, baguslah. Aku mengenalnya, setahuku... dia orang yang baik. Kau dan dia.." Tatsuya meneguk ludahnya sendiri, ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Cocok." Ia tersenyum kikuk menyahuti pernyataan Rena sebelumnya. Dari luar, terlihat Tatsuya yang seperti biasanya. Namun jauh di dalam sana, Tatsuya merasa hancur berkeping-keping.

"S-souka? O-oh.. bisakah kau bantu aku untuk mendekatinya? Kumohon." Rena memasang wajah penuh harap, dan Tatsuya tentu saja tak dapat menolaknya.

"Tentu."

Tatsuya hanya dapat tersenyum, menutupi hatinya yang kelabu dan hancur. Hati yang hancur memang sebaiknya diganti dengan yang baru bukan? Tapi Tatsuya tidak ingin melakukannya. Ia masih belum siap.

"Dan... bisakah kau berjanji?"

"Janji apa?"

"Janji untuk menjadi sahabatku selamanya, sahabat yang selalu ada di sampingku selamanya.."

Tatsuya merasakan napasnya tercekat, lidahnya terasa kelu dan hatinya seakan dicakar mendengar kata-kata itu.

Janji?

Dapatkah ia menepati janji itu?

Tatsuya mengambil napas dalam-dalam. Kemudian melirik pada Rena dan tersenyum simpul. "Aku janji."

Benar, seakan janji itu adalah persetujuannya dengan malaikat kematian. Dia tak boleh mengingkarinya, karena apapun itu, ia telah berjanji. Dalam kata lain, ia juga bersumpah untuk tidak melanggarnya. Dan juga tidak untuk mencintai Rena gadis yang ia cintai.

Tragis memang, seakan kau mencintai hal yang tak bisa kau miliki. Apakah Tuhan telah menentukan? Apakah ini takdir? Apakah memang Rena bukanlah miliknya?

Sungguh, Tatsuya sungguh berharap agar gadis itu tidak mencintai Kazuki. Dalam hati, Tatsuya sangat iri kepada orang bernama Kazuki itu. Orang asing yang entah mengapa bisa mengambil hati Rena yang menjadi pujaan hatinya.

Apakah ini adil?

Dialah yang pertama kali mengenal Rena. Tatsuya yang pertama kali dekat dengan Rena. Tatsuya juga yang selalu ada di samping Rena. Dan kenapa malah Kazuki yang Rena cintai? Kenapa bukan dirinya? Kenapa?

Mungkinkah ini cobaan untuk persahabatan?

Atau mungkin sebuah takdir Tuhan?

Meski bibirnya terus mendukung, memuji, menyemangati, namun hatinya tak bisa berbohong. Rena adalah gadis pujaan hatinya sedari dulu. Dulu, ketika hanya ada Tatsuya dan Rena yang menjadi sebuah kata mereka.

Andai saja ia dapat memutar waktu, ia ingin tetap hidup di masa lalu. Hidup dengan kebahagiaannya, Rena. Biarlah ia terperangkap di dalamnya. Asalkan itu adalah kebahagiaan, maka Tatsuya akan berada di sana.

Tapi tentu tak bisa. Tatsuya hanya bisa terus membantu, menyemangati, dan mendorong Rena agar bisa lebih dekat lagi dengan Kazuki. Meskipun itu membuat hatinya retak, setidaknya ada lelaki yang bisa ia percayakan untuk berada di samping Rena agar menggantikannya.

"Tatsu!" Rena tersenyum lebar menghampiri tempat duduk Tatsu saat kelas kosong karena jam istirahat.

Tatsuya melirik, ia masih membereskan peralatan belajarnya. "Ada apa?" Tanya Tatsuya menyahut kemudian menatap Rena di sebelahnya.

"Aku dan Kazuki resmi menjadi sepasang pacar! Hebat bukan?" Tatapan mata dan ekspresi yang sangat bahagia itu ditunjukkan oleh Rena di hadapan Tatsuya. Kalimat yang lumayan heboh itu cukup untuk membuat Tatsuya terkejut selama beberapa detik.

Tatsuya mengambil napas dalam-dalam, kemudian ia pun tersenyum lembut menatap Rena. "Selamat, ya. Semoga kalian langgeng!" Sahutnya dengan nada suara yang khas terkesan antusias.

Rena mengangguk kemudian kembali memasang senyum manisnya. "Terima kasih! Kau sahabatku yang terbaik, Tatsu!"

Ya, mungkin begini lebih baik. Sepertinya ia sudah melewati ujian persahabatan ini dengan sangat baik. Dan sepertinya 2 tahun waktu untuk berpura-pura menjadi sahabat baik yang selalu mendukung Rena kini juga membuat Tatsuya lupa bagaimana berpura-pura bermain peran dalam situasi ini. Namun, ia tak pernah lupa rasanya.

Mungkin ia akan melepaskan. Ia akan merelakan. Ia akan mengikhlaskan. Tapi ia tak akan pernah melupakan.

Dan ini adalah jalan yang terbaik untuknya. Ia sudah melangkah kembali. Dengan selalu melihat Rena yang bahagia bersama lelaki lain di belakangnya, kini ia sudah dapat melangkah sejauh ini.

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

Kyoto 20xx

Tatsuya bercermin di depan kaca besar seukuran tubuhnya. Lelaki itu membenarkan dasi yang melingkari lehernya. Rambutnya telah ia rapihkan, ia memakai jas berwarna putih yang sangat cocok dan pas di badannya.

Tatsuya memandangi dirinya yang hampir mendekati kata sempurna itu. Ia mengambil napas dalam-dalam, kemudian mencoba memasang senyum di bibirnya.

Umur lelaki itu sudah menginjak usia 28 tahun, namun ia belum memiliki seorang kekasih. Jangankan kekasih, orang yang ia sukai saja ia tak punya.

Tatsuya meringis kecil, ia pun segera mengambil kamera dan menggantungnya di leher. Kemudian meraih seikat bunga berwarna ungu pucat. Kakinya melangkah keluar kamar menuruni tangga dan segera mengambil sepatu hitam lalu memakainya. Tak lupa ia pun mengunci pintu setelah keluar dari rumah.

Hari ini adalah hari yang cerah. Matahari bersinar dan udara sejuk ikut menemani. Awan di langit bergerak perlahan, menaungi bumi sebagai pelengkap. Hiruk pikuk keramaian orang-orang di jalanan kota Kyoto lumayan padat. Namun itu tak melunturkan niat Tatsuya untuk menghadiri undangan acara pernikahan temannya.

Pukul 09:25

Tatsuya sampai di sebuah taman yang cukup ramai karena adanya sebuah acara, mungkin lebih tepatnya adalah sebuah acara pernikahan. Warna putih menjadi warna yang dominan dalam taman itu. Terkesan sederhana namun tetap enak dipandang.

Tatsuya melihat sekeliling ia mencari sesosok gadis bersurai pirang yang ia kenali. Kakinya melangkah, kemudian mendapati gadis dengan gaun putih yang sedang bercengkrama dengan beberapa tamu perempuan. Senyuman dan beberapa tawa muncul di wajahnya. Wajah yang selalu Tatsuya ingat sejak 9 tahun yang lalu. Yang berubah dari gadis itu hanyalah tinggi badannya saja. Namun wajah, senyuman, suara, serta rambut gadis itu masih sama persis saat dia dan sang gadis berumur 17 tahun.

"Ren, dia datang!"

"Itu-itu, hihi~!"

"Dia akan menghampirimu."

"Kalau begitu kami pergi dulu, ya."

Beberapa gadis yang sepertinya sebaya dengan Rena perlahan melambai dan menjauh dari gadis itu. Membiarkan Tatsuya melangkah semakin dekat dengan Rena.

"Halo, Tatsuya."

Ah, betapa Tatsuya merindukan suara dan sapaan serta senyuman manis itu. Senyuman tulus yang selalu ditampilkan oleh seorang Yoshio Rena.

"Kau cantik, Rena." Puji Tatsuya memandang gadis itu penuh arti dengan senyuman tulus di bibirnya. Rena yang mendengar itu perlahan merasakan pipinya memerah.

"Terima kasih. Aku senang mendengar itu."

Tatsuya mengangguk, ia pun mengulurkan tangannya pada Rena. Dia menyodorkan seikat bunga dengan warna ungu pucat yang terlihat cantik pada Rena.

Rena memandang bunga itu kagum. Ia pun langsung menerimanya dengan senang hati. "Wah! Bunga ini cantik! Apa namanya?"

Tatsuya tersenyum penuh arti. "Sweet pea. Aku senang kau menyukainya."

"Namanya cantik sekali. Apakah arti dalam bunga ini juga cantik?"

Tatsuya terdiam sejenak. Ia masih memasang senyum namun sepertinya enggan untuk menjawab pertanyaan Rena.

"Rena!"

Suara berat yang terdengar sedikit serak itu memanggil nama Rena. Sang pemilik nama pun menoleh pada asal suara, dan mendapati seorang lelaki dengan jas berwarna silver berjalan mendekatinya dan Tatsuya disampingnya.

"Kazuki!" Suara Rena menyahut manis. Gadis itu pun tersenyum lebar atas kehadiran Kazuki.

Tatsuya hanya memasang senyum simpul. "Hai, Kazuki." Sapanya.

"Halo, Tatsuya. Aku dengar dari Rena kau adalah seorang fotografer yang profesional. Bagaimana kalau kau memfoto kami?"

".... Tentu."

Tatsuya mengambil beberapa langkah mundur, ia pun mengangkat kamera digital miliknya yang canggih dan mengarahkannya pada Kazuki dan Rena. Keduanya terlihat memasang senyum bahagia dengan pose romantis ketika keduanya saling memeluk. Bunga sweet pea yang dipegang oleh Rena juga ikut tertangkap dalam kamera Tatsuya.

Tatsuya menunduk, ia melihat hasil gambarnya dan tersenyum puas. "Bagus! Ayo kita foto lagi!"

Hari seakan berjalan cepat waktu itu. Pernikahan antara Kazuki dan Rena diperkirakan selesai pada malam hari, namun pada sore hari Tatsuya telah pamit untuk pulang.

Awalnya Rena membujuk Tatsuya agar tidak pulang cepat, namun Tatsuya menolak bujukan Rena dengan halus hingga membuat gadis itu tak bisa melakukan apa-apa lagi untuk menahan Tatsuya.

Sore hari adalah waktu yang paling Tatsuya sukai. Karena matahari yang terbenam pada saat langit senja sangatlah indah untuk dipandang dan diabadikan.

Maka saat perjalanan pulang melewati trotoar yang mulai sepi, Tatsuya mengangkat kameranya dan mulai membidik pemandangan matahari senja yang akan terbenam.

"Chiko!"

"Guk! Guk! Guk!"

Tatsuya merasakan sesuatu mendekatinya dengan cepat, namun sebelum lelaki itu akan menghindar, seekor anjing dengan bulu bewarna cokelat berlari ke arahnya dan menubruknya hingga terjatuh ke tanah.

"Aduh.." Tatsuya meringis, sementara anjing berbulu tebal itu menggonggong dan kemudian menjilati wajah Tatsuya.

"Chiko!" Seorang gadis bersurai cokelat tampak bernapas dengan tersengal-sengal. Keringat mengalir dari pelipisnya dan gadis itu berhenti di hadapan Tatsuya yang masih terjatuh.

"M-maaf! Anjingku lepas, maafkan aku. Anjingku jadi membuatmu terjatuh." Kata gadis itu membungkuk 90 derajat di hadapan Tatsuya dengan gugup.

Manik mata biru lautnya menatap Tatsuya sejenak. Kemudian ia pun mengulurkan tangannya, berniat untuk memberi bantuan agar Tatsuya bisa berdiri. Tatsuya menyambut uluran tangan itu, ia pun segera berdiri dan menepuk-nepuk jasnya yang kotor karena debu.

"Guk!"

Tatsuya menoleh, manatap anjing yang dipanggil Chiko oleh gadis di depannya.

"Namaku Yoshida Rika, siapa namamu?"

Tatsuya tersentak keras, ia pun segera menoleh dan menatap Rika tidak percaya. "R-Ricchan?"

Rika mengernyitkan keningnya bingung. Merasa heran dengan panggilan yang diucapkan oleh Tatsuya. Namun detik kemudian gadis itu pun merasakan pipinya memerah.

"Kau.. Atsu?"

Tatsuya tersenyum lebar, ia pun mengulurkan jabatan tangannya. "Fujimaki Tatsuya, tetangga sebulanmu sewaktu kelas 2 SMA. Salam kenal, aku dengar dulu kau pernah menyukaiku?"

"Hah?!" Wajah gadis itu terlihat merah padam. "D-darimana kau.."

"Rena."

"Bukankah kau menyukai Rena?"

"Dia menikah hari ini dengan Kazuki."

"Maaf aku.." Rika menatap jabatan tangan Tatsuya yang masih terulur. Kemudian ia pun tersenyum tipis dan membalas uluran tangan itu.

"Halo, senang bertemu denganmu kembali."

Tatsuya merasakan perasaan lega dalam dirinya. Ia pun segera membawa tubuh mungil Rika ke dalam pelukkannya. Lelaki itu mendekatkan bibirnya pada telinga Rika.

"Selamat datang lagi, Rika. I want to be your favorite hello, and your hardest goodbye."

Keputusan Tatsuya untuk memberikan bunga sweet pea pada Rena rupanya memang cara yang terbaik untuk mengucap perpisahan pada masa lalu. Karena kini, kepingan kecil yang sedikit tersisih dari masa lalunya sekarang kembali.

Dan kini hal itu membuat Tatsuya kembali memiliki harapan untuk kembali bangkit.

Ya, masa lalu memang punya caranya sendiri untuk kembali ataupun mengucapkan selamat tinggal, 'kan?

The end

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top