UwU Series: Miya Osamu

Malmingnya sama Osamu dulu ...





“Huaah! Akhirnya sampai ...”

Pintu mobil ditutup. (Fullname) dan Miya Osamu bersamaan keluar dari mobil sambil menjinjing tas plastik berisi belanjaan di tangan masing-masing.

“Ayo, ayo, berjalan lebih cepat, Samu!”

“(Name), apartemenku tak akan lari ke mana-mana. Hei, hati-hati! Tas belanjaan yang kamu bawa ada telurnya!”

“Tenang saja! Aku berhati-hati, kok! Lagipula sudah lama kita tidak kencan masak, aku tak sabar!”

Gadis bersurai hitam jatuh sepinggang itu sedikit berbalik guna melemparkan senyuman manis terhadap kekasihnya.

Osamu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil saat melihat tingkah gadisnya. Pemuda itu pun akhirnya ikut mempercepat langkahnya guna mensejajari (Name). Mereka menelusuri basemen parkiran gedung apartemen.

Nee Samu, hari ini kita akan masak apa? Pertanyaanku yang ini dari tadi belum kau jawab. Juga kita belanjanya sampai ke toko terpencil dan beli bahan-bahan yang begitu asing untuk masakan Jepang. Eh ... tunggu, tadi di tokonya ada tulisan ... Bali? Kita masu masak masakan Bali?” cerocos (Name) di antara langkah mereka menuju lobi untuk menaiki elevator.

“Lebih tepatnya masakan Indonesia.”

“Eh? Indonesia?”

“Bali itu salah satu pulau bagian dari negara Indonesia. Kau ini, pelajaran Geografimu saat SMA bagaimana, sih?”

Mereka tiba di depan elevator. Osamu pun menekan tombol naik.

“Heleh, sendirinya juga buruk di Geografi. Cih~”

Pintu elevator terbuka, keduanya pun masuk bersamaan diiringi gelak tawa Osamu. Beruntung pengguna elevator hanya mereka berdua saja, jadi tidak terlalu mengundang mata. Ya, melihat tampan tertawa itu tontonan menarik bukan?

Tombol angka sebelas ditekan. Pintu elevator pun ditutup.

“Kamu tahu bahan masakan Indonesia dari mana? Oh! Pasti dari rekan sesama pebisnis kuliner ya? Apa kamu berteman dari pebisnis asal Indonesia? Kalau iya, keren banget!”

(Name) menatap Osamu dengan berbinar-binar membuat pemuda itu gemas ingin mencapit hidung gadisnya, seperti yang dilakukannya sudah-sudah. Tapi, apa daya, kedua tangannya sedang menjinjing tas belanjaan, sedangkan gadis itu sendiri hanya salah satu tangannya yang membawa belanjaan.

“Tidak. Beberapa hari yang lalu salah satu pelanggan setiaku mengundangku makan malam di restoran Indonesia dalam rangka acara ulang tahunnya.Semua makanan yang disajikan di sana enak-enak walau mayoritas rasanya pedas. Tapi, aku suka semuanya ...”

Osamu bercerita dengan senyum kecil terpatri di wajah tampannya dan iris yang bersinar. Pemuda dengan potongan rambut undercut berwarna hitam itu kalau sudah bercerita tentang makanan, maka ekspresinya akan berubah 180° dari biasanya. Bukan raut datar yang biasanya ia tunjukkan, melainkan raut cerah khas anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Imut. Begitulah pikir (Name).

“Jadi, kita masak apa hari ini?”

Elevator telah mencapai lantai sebelas. Pintunya pun terbuka. (Name) dan Osamu melangkah keluar lalu menelusuri lorong di sebelah kanan menuju kamar apartemen Osamu yang bernomor 105.

“Soto. Masakan berkuah yang cocok untuk musim dingin seperti ini.”

“Woaa, sudah hafal resepnya? Eh, seharusnya aku tak menanyakan hal itu, ya. Osamu kan IQ-nya langsung meningkat kalau tentang masakan dan makanan ...”

“Kau itu mengejekku atau memujiku, (Name) sayang ...”

(Name) hanya tertawa, sedangkan Osamu hanya mendengkus sambil merogoh kunci apartemen di saku celananya setelah memindahkan belanjaan di tangan kanannya ke tangan kirinya. Mereka pun tiba di depan pintu nomor 105.

Pintu terbuka, Osamu dan (Name) pun masuk. Setelah mengunci pintu kembali, Osamu menyusul (Name) yang sudah duluan ke dalam.

“Hah, akhirnya ...”

(Name) meletakkan belanjaannya di atas meja makan. Walau ia hanya membawa satu tas plastik, tapi isinya lumayan berat karena mereka juga belanja untuk stok bulanan.

(Name) beralih ke ruang tengah guna melepas mantel warna biru dongkernya dan tas selempang kecil yang ia bawa lalu meletakkannya di atas sofa, menampakkan sweater turtle neck berwarna merah marun serta a line skirt di bawah lutut berwarna hitam yang melekat di tubuhnya.

Osamu sendiri baru saja meletakkan belanjaan di atas meja makan lalu berjalan ke kamar guna melepas mantel coklat mudanya dan meletakkan beberapa barang yang dibawanya.

“Hmmm~”

(Name) bersenandung pelan sambil memilah-milah belanjaan stok bulanan Osamu untuk disimpan ke dalam kulkas maupun lemari.

“Sam, tomat ini nanti bakal dimasak atau stok?” tanya (Name) sambil mengeluarkan tomat yang dibungkus plastik wrap.

“Ambil dua buat dimasak!” seru Osamu dari dalam kamar diiringi suara barang jatuh membuat (Name) sedikit mengernyit.

“Kamu ngapain, Sam?”

Tak ada jawaban. (Name) hanya mengendikkan bahunya lalu lanjut memilah.

“Kalau daging?”

“Iya!”

“Kecap mirin?”

“Tidak, itu untuk stok!”

“Seledri? Daun bawang? Bihun?”

“Iyaaa cantik, itu buat bahan masak~”

Mendengar pujian yang tersemat dalam jawaban Osamu membuat (Name) sedikit merona. Laki-laki pendiam kalau sudah blak-blakkan sama pacarnya itu damage-nya parah.

“Ck, apaan, sih, Osamu ...” gerutu (Name) pelan sambil lanjut memilah belanjaan. Walaupun menggerutu seperti itu, (Name) mengulas senyum kecil.

Barang belanjaan sudah dipilah. Kini yang tersisa di atas meja makan adalah bahan yang akan dimasak, menurut (Name). Kalaupun ada bahan yang tak sengaja ikut disimpan, ya, tinggal mengambilnya.

Setelah merapikan bahan-bahan di atas meja, (Name) pun melangkah untuk mengambil apron yang tergantung di dinding sebelah kulkas. Saat meraih apron, (Name) sedikit terheran dengan Osamu yang begitu lama di kamar.

“Sam? Lagi ngapain? Kok lama banget?” seru (Name) sambil mengalungkan apron berwarna hitam bergaris putih itu.

Tepat setelah itu, pemuda yang mengenakan sweater lengan panjang berwarna biru bergaris putih serta celana panjang warna hitam muncul dari kamar. Di tangannya terdapat ikat rambut kain berwarna putih.

“Lho, ikat rambutku yang itu ternyata ada di kamu? Kukira hilang!”

“Kamu meninggalkannya saat kunjungan dua minggu lalu,” jawab Osamu sambil berdiri di belakang (Name), memaksa kepala gadis itu untuk menghadap ke depan lalu tangannya menyisir helaian milik gadisnya dan mulai mengikatnya. (Name) hanya diam patuh layaknya anak perempuan yang menurut kepada ayahnya.

Setelah selesai mengikat rambut (Name), Osamu pun beralih mengikat tali belakang apron yang dikenakan gadis itu. Selepas selesai menali, Osamu mencuri kecupan kecil di tengkuk (Name) dengan cepat.

“Hei!”

(Name) berbalik sambil menutupi tengkuknya dengan rona tipis dan bibir yang dimanyunkan. Sedikit terkejut dengan perlakuan tiba-tiba dari kekasihnya. Osamu sendiri hanya menyeringai tipis sambil meraih apron satu lagi yang tergantung di dinding depan (Name) lalu memakainya dan mengikat tali belakang dengan begitu mudah layaknya chef profesional. (Name) yang melihat itu hanya mendengkus sambil berusaha menormalkan detak jantungnya karena baginya Osamu tampak begitu keren.

“Jadi, pembagian tugasnya bagaimana?”

“Aku mengurus bumbu, kamu menyiapkan daging, tomat, daun bawang, seledri, dan memasak nasi.”

“Aye aye captain!”

Mereka pun mulai bergerak sesuai tugas masing-masing.

“Sam, dagingnya dipotong seperti apa?”

“Kecil-kecil.”

(Name) yang kini sedang berhadapan dengan pisau, talenan, dan potongan daging hanya mengerjap saat mendengar balasan Osamu.

“Kecil-kecil ... seberapa?”

“Seperti ini ...”

Tepat saat menjawab itu, Osamu memeluknya dari belakang lalu tangannya menuntun tangan (Name) untuk memotong dagingnya. Dagu pemuda itu disandarkan pada salah satu bahu gadisnya sambil menggerakkan tangan (Name) guna memotong sesuai keinginannya.

“Oke, aku mengerti dan ... modusmu halus sekali, ya, tampan ...”

“Tidak apa, pacar sendiri ini, kok ...” balas Osamu sambil mengecup cepat pipi (Name) dari belakang lalu beralih lagi ke tugasnya yang sempat tertinggalkan.

(Name) sendiri hanya bisa berteriak dalam hati dan merona hebat akibat tindakan tiba-tiba dari kekasihnya.

Miya Osamu yang pendiam dan begitu datar menjadi ekspresif dan sedikit agresif kalau sedang berduaan dengan (Name). Walau hubungi mereka sudah berjalan empat tahun, (Name) tidak akan pernah terbiasa karena damage orang tampan yang pendiam itu tidak main-main.

Mereka melanjutkan tugas masing-masing. Sesekali (Name) bertanya ini itu soal masakan soto.

“Ah, garamnya habis ...”

Osamu baru menyadari bahwa garam di dalam wadah habis. Ia pun melangkah menuju lemari kabinet yang ada di atas kepala (Name) untuk mengambil stok garam di sana.

“Maaf, sebentar ...”

Salah satu tangan Osamu menutup kening (Name) dari belakang dan sedikit menariknya ke belakang melindunginya dari ujung pintu lemari yang lancip. (Name) yang sedang sibuk memotong daun bawang sedikit terganggu dengan tindakan Osamu, tetapi ia tidak protes.

Osamu yang telah mendapatkan garam kembali ke tempatnya guna menaruh garam dalam wadah. Setelah itu ia melanjutkan kegiatannya.

Semua bahan telah dimasukkan ke dalam panci berisi kuah berbumbu. Perlahan tercium aroma yang begitu memanjakan hidung.

“Ah, Sam, wangi banget, gila. Langsung laper ...”

“Mau cicip sedikit?”

“Mau! Mau!”

“Oke, sebentar. Eh, nasinya sudah matang, kan?”

“Sudah, kok!”

Osamu hanya mengangguk sambil mengambil mangkuk kecil guna wadah kuah yang akan dicicipi.

“Ini, hati-hati panas.”

Osamu memberikan mangkuk kecil berisi kuah kepada (Name) setelah meniup-niupnya agar suhunya menurun.

“Gila! Enak banget, Sam!”

(Name) menatap Osamu dengan berbinar-binar disertai senyuman lebar. Osamu yang melihat itu langsung mencapit hidung gadisnya dengan jari telunjuk dan tengahnya karena merasa gemas.

“Aduh, Samu!”

******

Soto daging buatan mereka telah matang. Lalu, hidangan pun ditata di atas meja makan.

Ittadakimasu!”

Osamu dan (Name) pun menyantap makan malam mereka diselingi obrolan ringan. Osamu dengan topik kedai onigirinya, (Name) dengan topik pekerjaan kantornya.

Makanan telah ditandaskan. Kini (Name) bersandar di sandaran kursi sambil memegang perutnya. Ekspresinya kentara begitu puas.

“Osamu, terkadang kalau kau masak enak seperti ini aku menganggapnya sebagai tindakan kejam. Membuatku terus kepikiran rasanya saat bekerja dan berangan-angan seandainya aku dapat menikmati masakan seenak itu setiap hari. Shiawase naa,” tutur (Name) dengan mata terpejam disertai senyuman kecil.

“Tenang saja. Sebentar lagi kamu akan menikmati masakan enakku setiap hari ...”

“Hah?”

(Name) yang mendengar balasan dari Osamu langsung mengerjap, menatap Osamu penuh tanya.

“Kamu pasti tahu maksudku apa,” ujar Osamu sambil menopangkan dagu di atas meja dan menatap (Name) lekat-lekat disertai senyuman manis.

Butuh waktu beberapa detik untuk gadis itu sadar dan tahu maksud Osamu. Rona merekah begitu cantiknya di wajah sang gadis membuatnya tampak begitu menawan di mata Osamu.

“Sam ... jangan menggodaku seperti itu,” lirih sang gadis sambil mengalihkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan dalam dari kekasih tampan.

“Aku serius (Name) ...”

(Name) langsung melebarkan netranya sambil beralih ke Osamu.

“Di ulang tahunmu yang ke-26, hadiahku darimu adalah marga Miya dan kamu akan selalu menikmati masakan enakku di setiap pagi,” ucap Osamu dengan nada tegas sambil melemparkan tatapan yang begitu meneduhkan terhadap (Name) dan senyuman manis yang mematikan.




I wanna love you forever ...








a/n:
next chap, last part of uwu series: Iwaizumi Hajime

stay tune guls ♥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top