UwU Series: Kozume Kenma

“Jadi, nilai maksimum diketahui jika hasil turunan fungsi kedua lebih kecil dari nol jika nilai x-nya dimasukkan. Contoh, turunan keduanya adalah 6x+12 dan diketahui nilai x=-2 lalu ...”

Suara halus Kenma yang sedang menjelaskan tidak terdengar begitu jelas di telinga (Name). Walau sepasang kekasih itu duduk bersebelahan dan iris kelam (Name) tampak begitu fokus memerhatikan Kenma yang menulis, sebenarnya pikiran gadis remaja itu sudah melanglangbuana. Fokusnya sudah buyar. Penjelasan Kenma dan tulisan-tulisan angka di hadapannya sekarang begitu memuakkan jadinya.

“ ... apa kau paham, (Name)?”

(Name) mengerjap perlahan kala Kenma memanggilnya. Kemudian ia pun menoleh dan mendapati wajah mereka berhadapan hanya terpaut beberapa senti. Iris gadis itu pun menari ke sana kemari untuk mencari jawaban hingga akhirnya ia menghela napas pelan lalu meringis.

“Maaf Kenma, aku sudah tidak bisa fokus lagi, hehe.”

(Name) kini menggaruk-garu belakang kepalanya yang tidak gatal sambil nyengir tak bersalah. Kenma menatap (Name) sejenak hingga helaan napas kecil lolos dari bibirnya dan senyuman tipis terulas.

“Tidak apa-apa. Lagian sudah sore, jadi aku maklum. Lebih baik kita pulang saja,” kata Kenma sambil mengusap pucuk kepala (Name) pelan lalu beralih membereskan peralatan tulis yang berserakan di atas meja.

Akhirnya (Name) pun meniru Kenma, membereskan peralatan tulisnya. Selepas itu mereka beriringan keluar dari perpustakaan sekolah lalu berjalan pulang.

Senja menyapa mereka kala sudah di luar. Di tengah perjalanan mereka, (Name) mendapati penjual milkshake yang penuh oleh antrian. Gadis itu tiba-tiba saja ingin menyeruput dinginnya milkshake coklat yang begitu manis di mulut.

“Kenma, aku mau membeli milkshake itu. Kamu duluan aja gak apa-apa, antriannya panjang soalnya.”

Kenma yang sedari tadi perjalanan asyik bermain game langsung mendongakkan kepalanya untuk melihat hal yang dimaksud (Name). Kenma pun mendapati pedagang milkshake pinggir jalan yang menggunakan mobil sebagai tempat jualan itu dipenuhi antrian yang sangat panjang. Kenma mengerjap sejenak lalu beralih ke (Name) yang begitu berbinar-binar menatap pedagang milkshake itu.

“Tidak apa-apa. Aku akan menunggumu, lumayan sambil mengalahkan boss.”

(Name) pun tersenyum senang ke arah kekasihnya. “Terima kasih, Kenma!”

Kenma hanya mengangguk sambil tersenyum tipis lalu mencari tempat yang nyaman untuk melanjutkan game-nya, sedangkan (Name) mengambil antrian.

Ketika hari sudah gelap, (Name) pun akhirnya mendapatkan milkshake-nya.

“Maaf ya, Kenma. Aku membuatmu menunggu lama.”

Ada sedikit rasa bersalah dalam hati (Name) karena Kenma harus menunggunya tadi hampir sekitar satu jam.

“Sudah kubilang tidak apa-apa. Lumayan tadi mengalahkan tiga boss,” jawab Kenma sambil memainkan game-nya. Mereka berjalan beriringan dengan Kenma yang sibuk memainkan nintendonya, sedangkan (Name) sibuk menikmati milkshake-nya.

“Aku cicip sedikit boleh?” tanya Kenma tanpa mengalihkan perhatiannya dari nintendonya. (Name) pun menyodorkan gelas plastik milkshake-nya ke dekat mulut Kenma.

Pemuda itu pun meraih sedotan yang tertancap dengan menggigitnya sekilas lalu menyeruput isinya sebentar. “Coklat?”

(Name) hanya mengangguk sambil tersenyum lalu menarik kembali gelas milkshake-nya dan menyeruputnya lebih rakus dari sebelumnya.

Selama perjalanan, hanya keheningan yang melanda. Langit yang menggelap, lampu-lampu jalan dinyalakan. Suara game dari Kenma menggema di trotoar jalan. Langkah sepasang kekasih beriringan dengan tiadanya percakapan di antara keduanya.

Milkshake sudah (Name) tandaskan lalu ia membuang gelas plastiknya ke tempat sampah terdekat. Langkah mereka telah tiba di pertigaan yang akan memisahkan jalan pulang mereka. (Name) akan berbelok ke arah kanan, sedangkan Kenma berjalan lurus.

Ya, tidak ada istilah ‘laki-laki mengantar gadisnya hingga depan rumah' dalam hubungan mereka. (Name) sendiri yang meminta karena jarak rumahnya dari pertigaan memang sudah dekat dan ia tidak ingin Kenma membuang-buang waktunya hanya untuk memenuhi standar pacar yang baik. Masih banyak hal-hal berguna yang bisa dilakukan untuk memenuhi standar pacar yang baik, seperti tadi misalnya. Mengajari materi pelajaran yang kurang jelas. Saling membahu untuk menutupi kelemahan masing-masing, itulah gaya pacaran mereka.

... tapi, masih ada hal yang belum mereka lakukan dan (Name) merasa kelu untuk memulainya walau dia ingin ...

“Kenma, aku duluan. Sampai jumpa besok! Ah, perhatikan langkahmu, jangan keasyikan nge-game terus!”

“Hm, ya, sampai ketemu besok. Ah, jangan lupa kerjakan latihan soal yang kuberikan tadi agar terbiasa.”

Kenma berujar sambil meneruskan langkahnya pelan tanpa menoleh ke arah (Name). Nintendo digenggamannya benar-benar mengalihkan fokusnya. (Name) sendiri terpaku di tempatnya saat mendengar ucapan Kenma tadi. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan menghembuskan napas pelan sambil menatap punggung Kenma yang ada dua langkah di depannya.

“Ya, akan ... kukerjakan,” ujar (Name) sambil menatap punggung kekasihnya sekilas lalu ia pun berbelok ke jalan menuju rumahnya.

“Maaf, bercanda ...”

Namun, sebelum melanjutkan langkahnya lagi, tiba-tiba saja Kenma berbalik dengan cepat lalu menarik gadisnya ke dalam sebuah pelukan. Kedua tangannya yang masih memainkan nintendo kini melingkar di bahu (Name).

(Name) yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu hanya tergagap dan kebingungan.

“K-Kenma ... k-kenapa ini---“

“Sebentar, tahan sebentar ...”

(Name) yang tadinya hendak melepaskan diri mendadak membatu karena Kenma yang sedikit mengeratkan rengkuhannya. Bahkan ia kini menyandarkan dagunya di bahu (Name). Tinggi mereka hampir sepantaran sehingga Kenma tampak begitu nyaman menyandarkan dagunya di sana. Kedua tangannya masih sibuk dengan nintendonya. Suara-suara dari game yang dimainkan Kenma mengisi suasana di antara keduanya yang tiada percakapan.

(Name) sendiri sedari tadi mengerjap-ngerjapkan matanya, kebingungan melandanya. Jika diibaratkan isi kepalanya seperti browser yang sedang di-refresh berulang-ulang. Sungguh, Kenma yang bersikap seperti ini adalah hal yang ... rare sekali.

Setelah beberapa lama, Kenma pun menghentikan permainannya lalu salah satu tangannya memasukkan nintendonya ke dalam saku celananya dan tangan satunya lagi masih melingkar di punggung (Name). Selepas itu, pelukan pun semakin dieratkan. Bahkan Kenma mengelus surai panjang hitam kelam milik (Name) yang tergerai di punggung dengan perlahan. Sekali lagi (Name) me-refresh isi otaknya.

“Cerita ...”

“Ha?”

“... ceritakan apa yang ingin kamu ceritakan. Aku tahu kamu menahannya selama ini dan bersikap seolah baik-baik saja. Padahal ... tidak, kan? Maka dari itu, ceritalah ...”

Kenma terus mengelus surai gadisnya begitu perlahan sambil sesekali mengecupi pucuk kepalanya. Pelukan dieratkan lagi, elusan di surai diteruskan.

Afeksi dari Kenma yang tiba-tiba membuat (Name) perlahan meruntuhkan pertahanannya setelah keheningan mendiami mereka beberapa saat.

Kepala ditundukkan, dahi disandarkan di pundak Kenma. Kedua tangannya mencengkram kain seragam pemudanya kuat-kuat.

“K-Kenma ... aku ... aku ... aku payah sekali ...”

Isakan tertahan terdengar membuat Kenma menyamankan pelukannya, tangannya mulai mengusap punggung (Name) perlahan. “Jika ingin menangis, menangislah. Jangan ditahan ...”

Bisikan Kenma yang tepat di telinga membuat (Name) meloloskan isakan pelan. Saat ini Kenma benar-benar ingin melihat jati diri (Name) yang sebenarnya.

“Kenma, aku merasa payah ... begitu payah. Kita berada di tahun terakhir masa SMA kita ... semuanya berjuang keras, tapi ... entah kenapa aku ... merasa tertinggal jauh ...”

“Yang lain dapat memahami pelajaran dengan baik ... tapi, kenapa cuma aku ... kenapa cuma aku yang tak paham-paham? Kenapa ... kenapa hanya aku yang kesusahan?”

(Name) bercerita disela isakannya. Bahunya naik turun membuat Kenma terus mengusap punggungnya guna menenangkan gadisnya. Tangan satunya lagi membelai surai gadisnya, bibirnya sesekali mengecup helaian itu demi menambah kenyamanan gadisnya.

“Di saat yang lain sudah menjajal latihan soal ujian masuk universitas ... aku masih sibuk mengejar materi dan remidi ... aku begitu payah ... “

“Yang lain berjuang begitu keras, aku juga ... tapi kenapa ... kenapa cuma aku yang gagal? Apakah usahaku memang belum cukup? Apakah ... usahaku tidak setara dengan mereka? Tapi ... tapi ... aku sudah mengerahkan kemampuan terbaikku ... aku berusaha semampu yang aku bisa, tapi ... kenapa aku masih gagal?”

“Semua terasa begitu memuakkan ... rasanya aku ingin lari dari sini, tapi ... mana mungkin kan? Aku ... benar-benar tertekan ... memuakkan ... tahun terakhir SMA memuakkan ... aku ...”

(Name) tak bisa melanjutkan ceritanya lagi karena tangisan sudah menguasainya. Kedua tangannya yang tadi mencengkram kain seragam Kenma begitu erat kini bergerak ke punggung pemudanya. Membalas pelukannya begitu erat. Wajahnya ia sembunyikan di bahu Kenma dan menangis di sana membuat kain seragam Kenma basah. Tapi, pemuda itu terlihat tidak masalah. Ia sibuk menenangkan (Name) dari tangisannya.

Elusan di surai, usapan di punggung, kecupan di pucuk kepala dan sesekali di perpotongan telinga dekat denga pipi. Afeksi beruntun diberikan guna menenangkan sang kekasih.

Setelah beberapa lama mereka berpelukan, akhirnya (Name) pun melepaskan diri. Kini jarak di antara keduanya hanya terpaut beberapa senti.

Kenma menyunggingkan senyum manis kala menatap tampang gadisnya yang berantakan sehabis menangis. Tampak imut dan cantik menurutnya karena (Name) kini sedang menunjukkan jati dirinya yang asli, bukan penuh kepura-puraan yang dilakukannya sudah-sudah. Bukan senyuman palsu dengan binaran mata yang meredup.

Inilah (Name) yang tertekan akan kehidupan tahun terakhir masa SMA-nya.

“Terima kasih Kenma ... karena mau mendengar keluhanku dan maaf, seragammu jadi basah ...” kata (Name) dengan suara serak sambil tersenyum lemah.

Kenma hanya mengangguk tanpa melunturkan senyumannya sembari jemarinya sibuk menghapus jejak air mata di wajah (Name).  “Tidak masalah ...”

Setelah dirasa sudah tenang, salah satu tangan Kenma menangkup sebelah pipi (Name) lalu ibu jarinya mengusap-usapnya. Tangan satunya lagi menggenggam tangan kanan (Name) dan ibu jemarinya mengusapnya perlahan.

“Sudah lebih tenang?”

Satu tarikan napas lalu dihembuskan perlahan.

“Sudah. Terima kasih, Kenma.”

Senyuman manis terulas di wajah (Name). Kini iris emas dan hitam kelam itu saling beradu di bawah langit malam yang membiru. Senyuman terbaik ditujukan untuk orang terkasih.



“Tidak perlu berterimakasih karena telingaku diciptakan memang hanya untuk mendengarmu selain untuk mendengar perkataan Ibu dan guru ...”














So many ways to say 'I love you' ...















A/N:

third year is fucking crazy and I still stay here coz demi mempertahankan kewarasan :)

actually, I need this kenma irl but all chara 2D with their beautiful world and all comments from readers, yes, you all, my beloved readers, are enough for me :D
Thank you guys ♥

gimana uwunya? apakah cerita uwu ini sudah lolos dalam standar keuwuan kalian? 😋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top