Sakusa Kiyoomi ➵ Reward

WARNING R[17+]

.
.
.
.
.

(Fullname) yang cerewet juga ceroboh dalam waktu yang bersamaan.

Sakusa Kiyoomi yang cuek dan begitu hati-hati dalam melakukan sesuatu.

Pribadi yang berbeda namun memiliki satu kesamaan.

Sama-sama pecinta kebersihan

Menjadikan mereka sepasang kekasih yang saling melengkapi. Lalu, apa yang akan terjadi jika sesama pecinta kebersihan disatukan dalam jadwal piket yang sama?

Tentu saja totalitas.

Ketua kelas sengaja memasangkan (Name) dan Sakusa dalam jadwal piket di hari yang sama, tepatnya di hari sebelum akhir pekan sehingga saat hari Senin nanti tidak perlu dibersihkan ulang sebelum bel masuk. Mumpung klub voli libur setiap hari Jumat dan klub musik yang diikuti (Name) hanya aktif di hari Selasa & Rabu saja. Strategi yang cerdas.

"Sakusa, bagian pojok sana susah kujangkau. Mungkin kau bisa."

"Sini, berikan wipernya padaku. Kau bersihkan kaca dekat pintu."

"Oke."

(Name) berjalan menuju ke kaca dekat pintu, sedangkan Sakusa naik meja. Mulai mengelap bagian yang dimaksud (Name) menggunakan wiper.

Lihatlah totalitas mereka. Kursi-kursi sampai diangkat ke meja. Ventilasi dan jendela mereka bersihkan dulu dari debu lalu baru dilap menggunakan wiper. Sarang laba-laba yang ada di plafon mereka sapu menggunakan sapu yang gagangnya lebih panjang. Papan tulis dilap menggunakan lap basah. Penghapus papan tulis mereka cuci menggunakan detergen. Noda-noda spidol di tembok di bawah papan tulis (sekolah mereka menggunakan whiteboard di setiap kelasnya), mereka bersihkan menggunakan pasta gigi dengan disikat menggunakan sikat gigi.

Ya, pokoknya totalitas sangat. Prinsip kerja mereka adalah bersihkan dulu debu & kotoran yang ada. Selepas itu sentuhan terakhir, disapu dan dipel.

Saking totalitasnya, mereka selalu pulang saat matahari hampir terbenam di setiap hari Jumat.

Semua sudah dibersihkan. (Name) telah selesai menyapu, kini giliran Sakusa yang mengepel. Sebelum dipel, Sakusa menyemprotkan cairan pewangi lantainya terlebih dahulu ke area yang akan dipel menggunakan botol yang tutupnya dibolongi. Ia juga menggunakan dua ember berisi air. Satunya berisi air bersih untuk membilas kain pel dan satunya lagi berisi air yang sudah dicampur pewangi yang sama dengan yang ada di botol agar wanginya tahan lama dan bersihnya dua kali lipat. Teknik mengepel ala pecinta kebersihan memang seribet itu, tapi bersih.

(Name) baru saja membersihkan peralatan kebersihan yang tadi digunakan seperti lap, wiper, dan sikat gigi. Ia berdiri di depan pintu belakang kelas. Rencananya ia ingin mengembalikan peralatan termasuk sapu ke lemari yang berada di pojok belakang kelas. (Name) sedikit melongok ke dalam, mendapati Sakusa masih mengepel area depan.

"Sakusa, maaf, lewat sebentar. Mau naruh peralatan di dalam lemari."

"Hm, hati-hati, area belakang sudah aku semprot cairan-"

BRAAK!!!

"... baru saja dibilangin."

(Name) tergelincir, peralatan yang ia bawa berserakan. Sakusa menyandarkan tongkat pelnya di meja. Ia berjalan menghampiri (Name) yang sedang mengaduh kesakitan.

"Sudah kubilang, hati-hati, kau ini mendengarkan tidak, sih?" omel Sakusa seraya membereskan peralatan yang berserakan lalu menaruhnya di dalam lemari.

"Sakusa! Ada tisu tidak?! Telapak tanganku tertusuk serpihan kayu! Aw, aw, perih,perih ..."

"Hah?! Kok bisa ada serpihan kayu?!"

"Mana kutahu!! Cepat, darahnya menetes tahu!"

"Pakai dulu saja ini!"

Sakusa menyerahkan sapu tangannya ke (Name) yang langsung disambar oleh gadis itu. Ia menyumbat luka di telapak tangannya menggunakan sapu tangan Sakusa.

"Oi, itu serpihannya tidak masuk ke lukanya, kan?"

"Tidak, sudah kucabut tadi. Aduh, perih!"

(Name) meringis saat ia menekan lukanya. Sakusa berjongkok di hadapan (Name). Ekspresinya tak terbaca karena ketutupan masker yang dipakainya. Pemuda itu pun beralih ke kaki (Name) yang masih terbalut uwabaki. Tanpa ba bi bu, Sakusa pun membuka uwabaki (Name) begitu juga kaus kakinya yang sebelah kanan.

"Oi, kamu ngapain?! Kakiku baik-baik saja, cuma terpeleset-AW! SAKIT! SAKIT!!"

Tepat dugaan Sakusa, kaki kanan (Name) terkilir.

"Sial sekali hari ini kamu (Surname). Sudah terpeleset, tertusuk serpihan kayu, ditambah kaki terkilir pula. Dewa Kesialan menggelayutimu hari ini."

"Lebih baik bantu aku daripada mengejekku seperti itu!"

Ya, setelah saling adu mulut, (Name) kini duduk di luar, di sebelah pintu dengan kaki diluruskan. Kaus kaki dan uwabakinya sudah terpasang lagi setelah Sakusa memijat kakinya agar tidak terlalu nyeri. Lengannya mengapit tasnya dan di pangkuannya terdapat tasnya Sakusa.

Pemuda itu telah selesai mengepel. Kini ia sedang membersihkan pel dan membuang air kotor bekas pel di kamar mandi. Setelah beberapa lama, pemuda itu pun kembali. Ia masuk ke kelas, menaruh sisa peralatan di dalam lemari pojok belakang kelas. Ia mengecek lagi keadaan kelas, memastikan bahwa jendela sudah tertutup semua dan tak ada peralatan yang berserakan. Setelah dirasa aman, Sakusa pun keluar. Ia pun menutup pintu kelas.

Di sebelah kiri bawahnya terdapat (Name) yang menyodorkan tasnya. Sakusa pun mengambilnya lalu mengapit tasnya di lengan. Matanya mengarah pada luka di telapak tangan (Name) yang kini diikat oleh sapu tangannya Sakusa. Terdapat noda darah yang cukup banyak di sapu tangannya. Ternyata tidak hanya luka tusuk yang (Name) dapatkan, ia juga mendapatkan luka gores yang sedikit mengoyak kulitnya. Serpihan kayu yang melukai (Name) bentuknya tipis dan tajam di setiap sisinya saat Sakusa membuangnya. Sepertinya serpihan kayu itu berasal dari bagian lemari kayu yang dibersihkan atau mungkin berada di pojok, terjangkau oleh sapu tapi tertinggal saat hendak dibuang. Tetapi, entahlah. Sakusa tidak tahu serpihan itu berasal darimana. Yang ia tahu serpihan kayu itu telah melukai tangan kekasihnya.

"Kita ke UKS dulu, tanganmu harus diplester."

(Name) hanya mengangguk sambil berusaha berdiri. Namun, tiba-tiba saja Sakusa mengangkat tubuh (Name), menggendongnya ala bridal style. Sontak (Name) memekik pelan karena terkejut dengan tindakan tiba-tiba Sakusa. Namun, ia pun mengalungkan lengannya di leher Sakusa. Pipinya merona karena ini pertama kalinya Sakusa bertindak romantis seperti ini. Sebenarnya interaksi mereka sebelum dan sesudah menjadi kekasih tak ada yang berbeda, hanya saja frekuensi perhatian-perhatian kecil yang mulai berlebih, mulai terbuka satu sama lain, dan Sakusa yang mulai membagikan senyuman miliknya hanya untuk (Name) seorang. Soal nama panggilan, mereka belum terbiasa untuk memanggil satu sama lain dengan nama kecil. Mereka masih nyaman dengan panggilan marga masing-masing. Walaupun begitu, (Name) ingin memulai pergerakan soal itu, namun belum menemukan timing yang tepat.

"Kau ini cerobohnya tidak hilang-hilang. Merepotkan saja," gerutu Sakusa dibalik maskernya seraya melangkah. (Name) yang mendengarnya hanya merengut.

"Ya, mau bagaimana lagi. Itu kan sifatku."

"Jangan dibiasakan jadi sifat, dong! Ugh, kamu lumayan berat."

"Kalo gitu, gendongnya di punggung aja tadi, kan tidak terlalu berat."

Mereka pun terdiam. (Name) masih merengut gara-gara perkataan kekasihnya. Saat beberapa meter di depan pintu UKS, tiba-tiba saja Sakusa menghentikan langkahnya membuat (Name) mengerjap bingung.

"Hei, apa yang kudapat dari ini?"

Sakusa menatap (Name). Ekspresinya tak terbaca karena ketutupan masker. (Name) mengerjap, berusaha memahami maksud perkataan Sakusa. Kemudian ia menukikkan alis saat tahu maksudnya.

"Kamu ingin imbalan?! Kamu tidak tulus menolongku?! Aku kan kekasihmu, masa gitu, sih?!"

"Aku ingin diuntung juga. Apa imbalanku untuk ini?"

(Name) berkedut kesal. Ia benar-benar tak habis pikir dengan kekasihnya ini. Namun, tiba-tiba saja ia kepikiran satu hal sebagai imbalan untuk kekasihnya. (Name) menatap Sakusa lamat-lamat.

Imbalan yang ia pikirkan saat ini seharusnya bisa menyenangkan hati setiap pasangan pada umumnya. Tetapi, beda lagi dengan Sakusa. Kekasihnya ini sedikit nyentrik. (Name) merasa tidak yakin jika Sakusa akan senang dengan 'imbalan'nya ini.

"Kenapa kau malah menatapku lama? Cepat, katakan apa imbalanku. Kalau tidak, aku tidak akan lanjut melangkah."

"Ta-tapi, ja-jangan marah, ya!"

Sakusa sedikit mengernyit saat melihat ekspresi (Name) yang begitu malu-malu dan pipinya memerah.

"Tidak, aku tidak akan marah."

(Name) menatap Sakusa sejenak lalu menghembuskan napas pelan. Kemudian ia mendekatkan wajahnya ke wajah Sakusa. Salah satu tangannya menarik ke bawah masker yang pemuda itu pakai lalu menempelkan bibir mungilnya ke bibir Sakusa, mengecupnya lama sambil memejamkan matanya. Sakusa sedikit membelalak atas tindakan (Name). Namun, ia tidak protes, ia malah ikutan terpejam, menikmati perlakuan kekasihnya.

Setelah mengecupnya lama, (Name) pun melumat bibir bawah Sakusa pelan membuat pemuda itu sedikit berjengit. Kemudian (Name) mengakhirinya dengan kecupan beruntun di bibir tipis nan dingin milik Sakusa.

(Name) pun menjauhkan wajahnya yang sudah semerah tomat seiring Sakusa yang mulai membuka matanya. Dengan gerakan cepat, gadis itu menarik masker Sakusa ke atas lagi lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Ji-jika t-tak suka, a-aku akan me-memberimu imbalan lain ... Omi-kun .." cicit (Name) pelan.

Sakusa menatap (Name) yang sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Pemuda itu bisa melihat kuping gadisnya memerah. Sedangkan Sakusa sendiri terdapat rona samar di pipinya, tapi tidak terlalu kelihatan karena tertutupi masker. Ia masih tidak menyangka atas tindakan sang gadis yang telah merebut ciuman pertamanya.

... begitu juga (Name), tindakannya tadi adalah ciuman pertamanya juga ..

"Kalau begitu, aku minta imbalan kedua. Bisikkan nama kecilku tepat di telingaku."

(Name) membelalak. Sontak ia menurunkan kedua tangannya dari wajahnya, menatap Sakusa dengan tatapan tak percaya.

"Ayo, lakukan!" perintah Sakusa dengan ekspresi yang tak terbaca karena ketutupan masker.

(Name) mengerjap beberapa kali. Kemudian dengan gerakan terbata ia mendekatkan wajahnya ke telinga Sakusa. Jantungnya sudah sangat berisik dari tadi.

"Ki-Kiyoomi ... Omi ... Omi-kun?"

Wajah (Name) benar-benar memerah sekarang. Ia tak menyangka akan mengalami situasi romantis dengan kekasihnya ini.

'Astaga, jantungku, bertahanlah!'

Tiba-tiba saja Sakusa menggerakkan tubuh (Name) sehingga wajah gadis itu kini menghadap ke leher jenjang Sakusa.

"Imbalan ketiga. Lakukan hal yang sama seperti imbalan pertama di sana juga."

(Name) mengerjap beberapa kali. Ia benar-benar bingung sekarang.

Di sana? Di sana mana? DI SANA MANA?????

Di hadapan (Name) sekarang adalah leher putih mulus Sakusa yang terpahat garis-garis tegas rahangnya. (Name) menahan napas. Jantungnya melompat-lompat sekarang, rasanya ingin mati.

"Ayo, lakukan! Kau ingin pulang tidak?"

(Name) menelan ludah. Pikirannya berkabut sekarang. Lidahnya kelu. Ia benar-benar nge-blank. Perlahan, (Name) mendekatkan wajahnya ke leher Sakusa. Bibirnya mengecup lama leher kekasihnya lalu diakhiri dengan gigitan pelan.

Gadis itu buru-buru menjauhkan wajahnya dan langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jantungnya benar-benar berisik saat ini. Ia merasa suhu di sekitarnya panas. Wajahnya benar-benar memerah bak kepiting rebus.

"Omi-kun ... ternyata liar .." lirih (Name) yang masih menyembunyikan wajahnya.

Sakusa pun mendekatkan mulutnya ke telinga (Name) lalu berbisik dengan suara parau,

"Aku memang liar dan itu hanya terjadi di hadapanmu saja, (Name)-ku sayang ..."

Sakusa menggigit telinga (Name) sekilas lalu kembali menegakkan tubuh. Melanjutkan langkahnya menuju ke UKS. Sedangkan (Name) .... rasanya ia ingin mati sekarang.



Tapi, tunggu dulu ...





Mereka kan belum sampai UKS ...







APA YANG AKAN TERJADI DI UKS NANTI KAMI-SAMA?!?! JUGA SAAT PULANG NANTI BAGAIMANA?!?! KAMI-SAMA, TOLONG AKU!! BERIKAN AKU NYAWA CADANGAN UNTUK MENGHADAPI KEKASIHKU!!!!!








Mereka mendapatkan imbalan yang setimpal ...

















astaga, haluku =_=

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top