Nishinoya Yuu ➵ Sketch

lilspoiler
longchap

Untuk pertama kalinya, (Fullname) jatuh cinta. Gadis bersurai dark brown sepunggung itu telah menautkan hatinya pada sang libero kebanggaan tim voli sekolahnya, Nishinoya Yuu.

Semua berawal dari hal yang sederhana. Pemuda berpostur pendek itu sering berkunjung ke kelasnya, meneriakkan nama Ennoshita Chikara dengan antusias dan mata penuh binaran semangat. Tak lupa senyuman lebarnya dan suaranya yang begitu lantang, meminta diajari pelajaran yang tidak dipahaminya.

Nishinoya begitu cerah dan meriah di saat bersamaan.

Semenjak saat itu, iris hitam kelam (Name) tak pernah luput dari pemuda itu. Gadis itu akan memandangnya dalam diam di bangku paling pojok dekat jendela saat pemuda itu duduk di hadapan Ennoshita yang letak bangkunya dekat dengan pintu di depan sana.

Beruntung ia bisa melihat wajah Nishinoya sepenuhnya sehingga ia bisa menikmati berbagai ekspresi yang diuarkan pemuda itu membuat tangannya tanpa sadar meraih buku sketsa yang selalu ia sembunyikan di loker meja, mengamit pensil gambar dan menggoreskan paras sang pujaan hati dengan keahlian menggambarnya.

Setiap kali Nishinoya berkunjung ke kelasnya, (Name) selalu menggambar sketsa wajah pemuda itu berdasarkan ekspresi yang diuarkan saat itu. Entah itu serius menulis, serius menyimak, tertawa saat ia melontarkan lelucon, merengut manyun karena tak paham, pasrah karena materinya susah, dan masih banyak lagi ekspresi menggemaskan yang Nishinoya uarkan membuat buku sketsa (Name) setengahnya diisi full dengan objek Nishinoya Yuu.

Walaupun Nishinoya selalu menampakkan ekspresi lucu dan lawak, (Name) tak menyangka jika Nishinoya bisa serius juga. Saat itu pertandingan final melawan Shiratorizawa. Nishinoya begitu fokus, tenang, dan keren. Apalagi saat me- receive bola menggunakan kaki. Damn!

Sepulang dari menonton pertandingan final yang dimenangkan sekolahnya, (Name) langsung berkutat di kamar, sibuk menggambar Nishinoya saat di lapangan tadi dan akhirnya buku sketsa miliknya full dengan gambar Nishinoya.

Akan tetapi, ia sadar akan satu hal. Sebanyak apapun sketsa Nishinoya yang ia buat, jarak antara mereka masih terpaut jauh. Nishinoya dengan kesenangan tim volinya dan (Name) dengan kesendirian bersama buku sketsanya. Jarak itu semakin jauh saat (Name) mengetahui bahwa Nishinoya menaruh rasa terhadap manajer tim voli, Shimizu Kiyoko yang merupakan senpainya. Cantik dan anggun, (Name) tak sebanding dengannya.

Sesak

Cintanya bertepuk sebelah tangan sebelum ia mengungkapkan.

Walaupun begitu, (Name) tidak ingin menghilangkan perasaannya. Ia memutuskan untuk mencintai dalam diam, menjaga jarak dirinya dengan Nishinoya tetap jauh. Memandangnya dari sudut kelas, mengukir paras itu di kertas sketsanya. Perasaannya memang sepihak, tapi tak apa.

Karena hanya ini satu-satunya kebebasan yang bisa ia rasakan di bawah tekanan keluarganya. Nishinoya Yuu membuat dirinya bertahan di hari-harinya yang penuh penekanan. Senyum pemuda itu menyelamatkannya dan (Name) mensyukuri hal itu.

*******

Hari itu seharusnya adalah hari biasa seperti sebelumnya. Tapi, tiba-tiba saja...

"(Surname), (Surname)! Ajari aku berbahasa Inggris! Kata Chikara kamu fasih sekali bahasa Inggris, kau mau kan, ya? Ya?"

Baru saja hendak masuk ke kelas selepas dari toilet, (Name) tiba-tiba disambut oleh binaran mata Nishinoya yang disertai senyuman lebar dan lompatan-lompatan antusias membuat (Name) terpaku. Gadis itu nge-blank dan tanpa sadar mengangguk mengiyakan. Semenjak itu, jarak mereka yang terpaut jauh perlahan terkikis.

*******

Sejak kecil (Name) sudah diajari berbahasa Inggris sehingga ia lebih fasih dari orang Jepang kebanyakan. Ayahnya merupakan seorang diplomat sehingga kemampuan berbahasa asing adalah hal yang paling penting dalam keluarganya.

Tak disangka, kelebihannya membawanya pada kesempatan ini, membawanya jauh lebih dekat dengan Nishinoya. Kini mereka duduk berhadapan, (Name) tidak lagi memandang dari pojokan.

"Nishinoya, kenapa kamu tiba-tiba ingin fasih berbahasa Inggris?"

Satu pertanyaan melesat di pikiran (Name) sedari tadi. Nishinoya yang tadinya sibuk menulis kosakata langsung mendongak, menatap wajah (Name) dengan binaran di irisnya membuat (Name) hampir membatu.

"Aku ingin keliling dunia!"

"Huh?"

"Iya, aku ingin keliling dunia, menemukan tempat-tempat baru, mencari pengalaman baru, pokoknya hal-hal yang belum pernah kutemui. Terus aku konsultasi dengan wali kelasku dan beliau berkata jika aku ingin keluar negeri, tingkatkan dulu kemampuan berbahasa asingmu sejak sekarang. Lalu, Chikara bilang kamu fasih sekali berbahasa Inggris karena sudah diajari sejak kecil. Oleh karena itu, aku datang kepadamu. Oh, kata Chikara ayahmu seorang diplomat ya? Sugee na!"

Nishinoya begitu bebas dengan pilihannya. Ia tidak takut memimpikan hal yang mustahil bagi orang-orang. Optimis dan selalu memandang ke depan. Begitu positif dan percaya diri.

(Name) ingin seperti Nishinoya yang begitu bebas bermimpi tanpa terikat apapun. Lalu, tiba-tiba sebuah percikan keberanian muncul di dalam diri (Name). Gadis itu ingin tahu apakah dia akan menang atau kalah?

*********

Hari demi hari terlewati. Tak terasa sudah pertengahan tahun ketiga masa SMA-nya. Hubungan guru dan murid antara (Name) dengan Nishinoya masih berlanjut dengan frekuensi lebih sering ketimbang saat kelas dua dulu. Nishinoya dan (Name) masih aktif di kegiatan klub saat itu.

Semenjak hari pertama mengajari Nishinoya, saat pemuda itu menceritakan impiannya, sebuah keberanian muncul dalam diri (Name). Gadis itu akan melawan tekanan dari keluarganya, ia akan meneriakkan impiannya untuk menjadi seniman, bukan orang pemerintahan. Hari pertama perlawanan berakhir dengan kekalahan dan tubuh lebam-lebam. Seluruh buku sketsanya hangus terbakar.

Walaupun begitu, (Name) terus melawan seiring lebam itu selalu bertambah setiap harinya. Walau semakin banyak buku sketsanya yang dihanguskan, semakin banyak lembaran baru yang ia goreskan tentang keindahan dunia. Lembaran buku lainnya juga semakin terisi oleh parasnya. (Name) bertahan di antara luka-luka yang ia dapatkan. (Name) tetap tersenyum saat sedang menahan perih yang luar biasa. Karena, sungguh, demi apapun. Senyum Nishinoya selalu membuat dirinya jauh lebih baik. Binaran mata itu yang membuatnya terus bertahan.

********

"(Surname) selalu tanpa cela, ya! Selalu mendapatkan peringkat terbaik. Orang tuanya pasti sangat bangga."

Hari itu telah diumumkan hasil tes pertengahan semester. Nishinoya Yuu mendapatkan peringkat 40 paralel, pencapaian terbaiknya selama ini, sedangkan (Fullname) mendapatkan peringkat satu paralel dari ratusan siswa seangkatannya. Luar biasa memang. Nishinoya tak menyangka ia bisa tahan ngobrol lama dengan orang jenius.

"Tapi, aku malah kasihan kepadanya."

Dua orang gadis berhenti di depan vending machine yang Nishinoya kunjungi tadi. Pemuda itu bersembunyi di balik dinding belokan dekat vending machine sambil menyeruput milk tea yang baru dibelinya dari mesin tersebut.

"Kenapa kasihan?"

Suara mesin terdengar, gadis itu masih bertahan di sana.

"Ayahku merupakan kolega ayahnya, jadi aku tahu cerita ini murni beneran, bukan sekadar gosip. Kau tahu kan bakat (Surname) di bidang seni?"

"Ah, iya. Aku pernah melihat lukisan suasana Tokyo saat malam hari yang pernah dibuatnya untuk lomba. Keren banget!"

Ya, Nishinoya tahu bakat yang dimiliki (Name). Ia pernah melihat betapa kerennya sketsa Shibuya crossing yang dibuat (Name) di buku sketsanya. Begitu detail dengan orang-orang berlalu lalang di dalamnya.

"Tapi, ayahnya menentang bakat seninya itu. (Surname) ditekan untuk mengikuti jejaknya di bidang pemerintahan. Padahal aku pernah bertanya kepada (Surname) setelah lulus nanti mau mengambil jurusan apa. Dia bilang ingin mengambil jurusan seni rupa, tapi ayahnya tidak setuju dan ia disuruh mengambil jurusan hubungan internasional. Berat pasti rasanya melakukan apa yang tidak disukai. Untung saja orang tuaku membebaskan pilihanku."

Nishinoya tertegun. Pikirannya mulai dipenuhi banyak hal.

*********

"Jika berkunjung ke negara Asia Tenggara, lebih baik membawa lebih banyak pakaian pendek karena di sana negara tropis, setiap harinya panasnya sama persis dengan musim panas di Jepang."

Nishinoya dan (Name) berjalan beriringan, mereka pulang bersama sambil membicarakan negara-negara di dunia. Nishinoya bertanya banyak hal tentang negara lain dan (Name) menjawab sepengetahuannya. Mereka pun tiba di perempatan yang membuat mereka pisah jalan.

"Ah, duluan ya Nishinoya, sampai jumpa besok!"

(Name) belok ke kanan, sedangkan Nishinoya berjalan lurus. Tetapi, Nishinoya menghentikan langkahnya saat baru beberapa langkah (Name) menjauh.

"(Surname)..."

(Name) menghentikan langkah lalu berbalik mendapati Nishinoya menatapnya dengan ekspresi serius. "Ya?"

Hening beberapa saat, hanya desau angin yang terdengar, menerbangkan helaian rambut (Name) yang tergerai.

"Daijobou?"

Mata (Name) membola saat mendengar satu kata itu dari Nishinoya dengan ekspresi khawatir. Gadis itu menunduk sebentar sambil mengambil napas. Kemudia ia mendongak sambil tersenyum tipis.

"Daijobou desu yo..."

Nishinoya menarik napas lalu ia pun menyampirkan gakurannya yang sedari tadi ia cekal kini di bahunya.

"Kalau ada yang ingin diceritakan, ceritakan padaku ya!"

Pemuda itu tersenyum lebar hingga mata menyipit dengan rona tipis menghiasi kedua pipinya.

(Name) terpaku, senyuman Nishinoya selalu membuatnya terpesona. Selanjutnya, (Name) hanya mengangguk pelan mengiyakan.

Sayangnya itu adalah pembicaraan terakhir mereka. Kesibukan kelas tiga yang semakin menjadi membuatnya tak ada kesempatan bertemu. Setelah terus-terusan melawan yang selalu berakhir kekalahan, (Name) harus mengikuti les yang diperintahkan ayahnya setiap pulang sekolah. Saat istirahat, (Name) harus konsultasi dengan guru yang ditunjuk ayahnya mengenai kelanjutan studi. Karena masih merasa bertanggung jawab, (Name) pun menitipkan CD yang berisi daily conversation dan sumber-sumber belajar berbahasa Inggris kepada Ennoshita agar diberikan kepada Nishinoya jika bertemu pemuda itu nanti.

"Dia tidak bisa mengajarimu lagi karena sibuk les, tapi dia memberikanmu ini."

Nishinoya hanya menerimanya dengan senyuman lebar khasnya. "Sankyuu Chikara!"

Setelah itu mereka benar-benar tidak bertemu lagi sampai ujian akhir.

*******

Pengumuman kelulusan telah dilaksanakan. Bunga sakura berguguran mengiringi tangis haru siswa-siswi SMA Karasuno. Sekolah perlahan sepi. Di dekat gerbang sekolah, di bawah pohon sakura, untuk pertama kalinya Nishinoya dan (Name) bertatap muka lagi.

"Nishinoya, aku punya sesuatu untukmu. Ini, terimalah."

(Name) menyerahkan kotak berukuran sedang berwarna hitam dengan pita berwarna jingga.

"I-ini apa (Surname)? Kenapa kamu memberiku hadiah? Hei, ini tidak adil, aku sama sekali tidak menyiapkan hadiah untukmu..."

"Anggap saja hadiah perpisahan. Arigatou Nishinoya, sudah mau menjadi temanku di sekolah ini. Ah, aku sudah dijemput, sampai jumpa!"

(Name) melambai kecil sambil tersenyum lebar lalu berbalik, melangkah menuju gerbang. Saat mendekati gerbang, gadis itu berhenti. Ia pun berbalik, dengan mata berkaca-kaca, tangannya melambai-lambai lalu berteriak,

"Mata ne Nishinoya Yuu!!"

Setelah itu (Name) menghilang dibalik pintu mobil yang kemudian melaju, menjauh meninggalkan sekolah.

Nishinoya menatap nanar kepergian gadis itu. Kemudian ia beralih ke kotak yang dipegangnya. Tangannya meraih pita tersebut lalu menariknya perlahan. Ia pun membuka tutup kotak tersebut dan melihat isinya.

Dua buah buku sketsa dan satu kertas yang digulung dengan pita. Nishinoya pun duduk sila di tanah, sedikit kesusahan memegang kotak itu sambil berdiri.

Dua buku sketsa itu masing-masing memiliki judul di covernya. Yang satu 'You in the Past' dan satunya lagi 'You in the Future'. Nishinoya pun meraih buku yang berjudul 'You in the Past' lalu membukanya. Buku tersebut berisi gambar dirinya dengan berbagai macam ekspresi. Ekspresinya yang sedang serius menulis, tersenyum riang, cemberut saat belajar, ada juga dirinya yang sedang mereceive bola, dan masih banyak lagi. Nishinoya merasa tergelitik dan heran. Sejak kapan (Name) menggambar ini semua?

Lalu, tangannya pun beralih ke buku satunya, 'You in the Future'. Buku itu juga bergambar dirinya dengan latar belakang ikon-ikon negara di dunia. Ada dirinya yang berada di depan Menara Eiffel, Colloseum, Taj Mahal, Burj Khalifa, dan masih banyak lagi. Nishinoya terpukau, gambaran (Name) begitu detail seperti aslinya.

Setelah asyik melihat gambaran (Name), Nishinoya pun beralih ke gulungan surat lalu menarik pitanya. Ia pun membacanya.

Dear Nishinoya Yuu,

Maafkan aku yang telah menggambar begitu banyak potret dirimu tanpa izin. Kau bisa membenciku dan menganggapku menjijikan setelah ini.

Nishinoya Yuu, semenjak kamu datang ke kelasku mencari Ennoshita dengan senyuman lebar dan mata berbinar, semenjak itu aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darimu.

Kamu begitu cerah, auramu begitu positif dan terlampau ekspresif membuatku tak tahan untuk tidak menggambarmu dalam buku sketsaku. Sekali lagi maafkan aku yang menjijikan ini.

Tapi, Nishinoya, aku ingin kamu tahu bahwa senyuman yang selalu kamu uarkan telah menyelamatkanku. Di saat hari-hariku penuh tekanan dan caci maki keluargaku yang menentang bakat seniku, senyumanmu selalu membuatku jauh lebih baik.

Di saat semua kebebasanku untuk bermimpi telah direnggut, hanya dengan menggambarmu dalam diam di pojokan kelas sambil menatap tawamu, sungguh, hanya itu satu-satunya kebebasan yang bisa aku nikmati.

Lalu, saat kamu memintaku untuk mengajarimu, aku sangat senang. Senyuman dan tawa yang selalu kamu uarkan di depanku membuatku terus bertahan di antara luka-luka yang kuterima dari keluargaku. Maafkan aku tak bisa mengajarimu hingga akhir dan maafkan aku yang tidak bisa menepati janjiku untuk menceritakan masalahku padamu secara langsung. Aku hanya bisa menuangkannya dalam surat ini.

Nishinoya Yuu, terima kasih karena telah mengisi hari-hari SMA-ku penuh dengan rasa, walau aku tahu perasaanku ini hanya sepihak. Terima kasih juga karena berkat impian yang kamu ceritakan menumbuhkan keberanian dalam diriku untuk melawan mereka dan membebaskan diriku.

Aku tidak tahu bagaimana nasibku setelah ini, tapi yang jelas mari bertemu lagi di belahan negara lain ;-)

Terima kasih Nishinoya, sekali lagi terima kasih. Maafkan aku...

I love you

(Fullname)

*********

5 years later


"ARRGH! Aku tersasar lagi!"

Nishinoya Yuu berteriak frustasi sambil menjambak rambutnya. Sebenarnya ia sudah sering tersasar di negara-negara yang pernah ia kunjungi, tapi karena ini musim panas dan suhunya begitu tinggi membuat dirinya gampang emosi.

Pemuda berusia 23 tahun itu memutuskan untuk berteduh di teras sebuah toko yang entah toko apa bertanda 'open' di pintunya. Ia kini berada di komplek apartemen tua yang sepi dan jarang dikunjungi di Roma, Italia. Jalanan di sini penuh belokan dan bangunan-bangunannya tinggi-tinggi sehingga ia kesulitan mencari jalan menuju jalan besar.

Nishinoya Yuu memutuskan untuk duduk di undakan depan toko sambil memangku tas ransel berwarna hitamnya. Ia pun membuka resleting tasnya, mengambil power bank lalu mencharge ponselnya yang 0% baterainya gara-gara dipakai google map terus dan berakhir disasarin. Bangsat emang.

Nishinoya mengambil sebuah buku yang selalu dibawanya sejak pertama kali ia ke luar negeri. Buku sketsa You in the Future yang digambar (Name). Setelah itu ia pun menaruh tasnya di sampingnya dan meletakkan ponsel plus powerbank-nya di atasnya.

Setelah lulus, keberadaan (Name) hilang bagai ditelan bumi. Nishinoya sudah mencarinya ke seluruh penjuru Jepang, mencari tahu dari orang-orang terdekat gadis itu, tapi tak ada yang tahu. Pemuda itu juga tak bisa mengorek informasi dari keluarga (Name) mengingat mereka adalah orang pemerintahan, sangat sulit akses masuknya.

Saat itu ia tiba-tiba saja teringat surat yang ditulis (Name).

.... mari bertemu lagi di belahan negara lain ;-)

Maka, Nishinoya pun memulai petualangannya mengelilingi dunia setelah susah payah mendapatkan sponsor. Ia pun mewujudkan impiannya sekaligus mencari gadis tersebut. Akan tetapi, setelah sekian negara yang dikunjungi dan tempat-tempat yang dilewati, ia belum menemukannya.

Nishinoya mengelus sampul buku itu perlahan. Buku itu terlihat lecek dan lusuh mengingat Nishinoya tak pernah bosan membuka-buka buku tersebut. Ia pun membuka halaman gambar dirinya dengan latar belakang Colloseum. Rencananya lusa ia akan ke sana. Pria itu tersenyum kecil.

Tiba-tiba pintu toko itu terbuka membuat Nishinoya terkejut dan langsung menoleh. Seorang gadis bersurai dark brown sepunggung mengenakan floral dress warna jingga selutut baru saja keluar dari toko sambil membawa paperbag kecil berdiri memunggungi pria itu.

"Akhirnya dapat juga catnya..."

Itu bahasa Jepang. Gadis itu berbicara bahasa Jepang! Juga suaranya, Nishinoya ingat suara itu. Suara yang begitu lembut mengajarinya, suara yang menceritakan tentang negara-negara lain. Tak lupa surai yang selalu digerai itu. Nishinoya berdiri perlahan, tangannya masih menggenggam buku sketsanya.

"(Fullname)? Kau kah itu?"

Gadis itu sontak langsung menoleh dan melebarkan iris hitam kelamnya saat melihat seseorang di depannya. Nishinoya Yuu, pria itu sudah tinggi beberapa senti darinya mengingat saat SMA mereka sepantaran. Nishinoya mengenakan kaus putih dengan outer kemeja lengan pendek berwarna biru dan celana pendek selutut berwarna cream. Rambut yang dulunya jigrak dengan jambul pirang, kini modelnya hair down dan masih menyisakan helaian rambutnya yang diwarnai pirang. Salah satu tangan Nishinoya menggenggam buku sketsa yang sangat ia kenal. (Name) tak menyangka pria itu masih menyimpan bukunya, bahkan membawanya hingga ke negara ini. Nishinoya telah mewujudkan impiannya untuk berkelana ke negara-negara lain bersama buku sketsa pemberiannya. (Name) tersenyum, ia terharu saat melihat Nishinoya begitu menghargai pemberiannya sampai-sampai ikut menemani petualangan pria mantan libero itu.

"Lam tak jumpa ... Yuu"

Selanjutnya yang terjadi adalah Nishinoya menerjangnya dengan sebuah pelukan erat. Pria itu mengangkat tubuh mungil dalam dekapannya lalu memutarnya.

"Finally, I found you ... (Name).."









Di Italia, jarak mereka terkikis sepenuhnya



Fin




Author's note:

Apakah ini drabble terpanjang yang pernah saya buat? o_O

Jujur saja, sebelumnya saya hampir stuck di chapter ini karena banyak banget kemungkinan endingnya, tapi untungnya saya bisa menyelesaikannya, huft 😥

Jika kalian menyukai cerita ini, silakan vote and comment sebagai bentuk dukungan kalian terhadap cerita ini. HANYA JIKA kalian menyukainya.

source gambar: pinterest

See you next chap 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top