Kuroo Tetsurou ➵ Rose
Request by nanabitchan
Nerd love story Kuroo Tetsurou version
Imagine hairdown Kuroo oke?
Hope you enjoy it^^
Kuroo Tetsurou bukanlah orang yang dijadikan opsi dalam daftar 'Pemuda yang harus dijadikan teman' atau 'Pemuda yang harus ditaksir' oleh teman-teman sekolahnya. Dengan penampilannya yang culun, rambut lurus lepek dengan poni menutupi dahi. Seperti pemuda sekolah Jepang pada umumnya. Kacamata yang membingkai serta gaya berpakaian yang biasa saja. Sifatnya yang pendiam dan suka belajar dibanding bermain juga menjadi poin pendukung alasan dirinya enggan dijadikan teman dekat maupun pemuda taksiran. Tidak menarik, monoton, dan membosankan.
Kuroo tak masalah dengan sebutan itu selama mereka tak mengusik kehidupannya. Ya, sebenarnya mereka mana berani mengusik soalnya Kuroo anak yayasan sekolah. Jadinya mereka berinteraksi dengan Kuroo sekenanya saja. Dia akan diajak berbicara jika terkait pelajaran, belajar kelompok ataupun tutor soal yang susah. Hanya seputar topik itu saja. Tidak, tidak sedramatis itu hingga ia dirundung lalu didiamkan seolah tidak menjadi bagian kelas. Kuroo tidak mempunyai teman dekat. Itulah sebutan yang tepat.
Penyendiri ulung mungkin julukan terbaik untuk dirinya saking tidak adanya teman bicara. Istirahat dihabiskan di kelas sambil memakan bekal yang dibawanya. Atau tidak ke perpustakaan untuk membaca dan mencari buku. Intinya ia sendirian.
Akan tetapi, pada hari itu kesendiriannya dipatahkan. Hari itu ia mendapat teman. Seorang gadis yang tiba-tiba menghampiri dirinya ketika di perpustakaan sambil membawa buku paket Kimia serta buku tulis. Berkata,"Tolong ajari aku Kimia materi yang ini! Kata teman-teman sekelas, kau jago pelajaran ini. Oh, iya, kenalkan namaku (Fullname), panggil saja (Name) dari kelas 2-4. Aku butuh bimbingan karena tertinggal akibat lomba padus."
Kuroo pun langsung menarik benang merah dari ucapan sang gadis bernama (Name) itu. Ia pun kembali teringat pemberitaan sekolah bahwa padus akan mengikuti kompetisi di Jerman selama dua bulan. Ternyata (Name) salah satu dari mereka, luar biasa. Kuroo hanya mengetahui wajah (Name) karena sering melihat sekilas-kilas. Ia kelas 2-3, otomatis tetangga kelasnya sehingga wajar jika Kuroo sering melihat (Name) dan ini adalah interaksi pertama mereka.
"Baiklah, aku akan mengajarimu."
Kuroo tak keberatan. Toh, (Name) juga memintanya secara baik-baik dan langsung to the point. Mengajari seseorang bukan hal yang buruk. Selama ia bisa membantu orang juga tak masalah. Maka dari itu hari-hari mengajarnya pun dimulai.
(Name) meminta bimbingan Kimia setiap pulang sekolah di perpustakaan. Kuroo menyetujuinya. Selama mengajari (Name), Kuroo bersyukur bahwa (Name) dapat menyerap materi dengan cepat. Gadis berambut pendek dengan iris gelap itu selalu fokus ketika ia sedang menjelaskan. Benar-benar ambis dan serius. Tidak masalah. Setidaknya Kuroo tak terlalu membuang-buang tenaga saat mengajarinya.
Kedekatannya dengan (Name) juga tak sebatas hanya itu, mereka sering pulang bersama sambil gadis itu mengajaknya berbicara dengan berbagai topik. Tidak, tidak sungguhan pulang bersama karena (Name) ke sekolah menggunakan sepeda. Mereka akan berjalan beriringan sampai parkiran sepeda lalu (Name) akan menuntun sepedanya mengantar Kuroo sampai halte. Habis itu (Name) pulang duluan. Walaupun hanya seperti itu, obrolan mereka sampai mereka berpisah tiada habisnya.
"Kuroo, kau percaya hantu tidak?"
Dahi Kuroo langsung mengerut. Ia masih saja terkejut dengan kerandoman topik sang gadis. Saat ini mereka sedang berjalan beriringan di lorong sekolah, hendak ke parkiran. "Tiba-tiba?"
"Ya, jawab saja," (Name) menjawab tak peduli.
Kuroo menghela napas sebelum akhirnya menjawab,"Antara percaya dan tidak percaya karena aku belum mengalami hal-hal yang berkaitan seperti itu."
(Name) menolehkan kepalanya antusias kepada Kuroo,"Berarti kalau kau mengalami hal-hal mistis secara langsung kau akan mempercayainya?"
"Mungkin? Karena di dunia ini masih banyak hal-hal di luar nalar dan mau tidak mau kita harus mengakuinya termasuk hantu."
"Wah, kupikir kau orangnya logis sekali."
"Tidak juga."
Ya, begitulah. Topik hantu seketika berpindah tentang kucing tetangganya yang sudah melahirkan. Kuroo tak pernah protes. Ia mengikuti obrolannya dengan (Name) secara mengalir. Tidak, ia tidak sependiam itu jika ada yang mengajaknya berbicara, ia malah menjawabnya singkat-singkat. Ia tahu caranya menghargai orang.
"Sampai jumpa besok Kuroo!"
Sepeda yang dikayuh (Name) pun menjauhinya sesaat mereka tiba di halte. Sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Kuroo. Selama (Name) menjauh hingga tak tampak lagi di mata, pemuda itu masih tidak menyangka jika ia akan mendapatkan teman berbicara seperti (Name). Ternyata rasanya menyenangkan saat mempunyai teman. Kuroo akan menikmatinya.
Hari demi hari terus berlalu. Kedekatannya dengan (Name) semakin erat. Namun, tibalah hari bahwa (Name) telah menyelesaikan ulangan susulan Kimianya. Nilainya pun jadi lengkap. Ia tak punya tanggungan lagi. Tinggal mengikuti materi yang sedang diajari sekarang-sekarang ini. Itu artinya ia akan jarang berinteraksi lagi dengan (Name). Kuroo ... sedikit kecewa.
"Ini sebagai tanda terima kasihku karena sudah mau mengajariku."
Gantungan kunci kaca akrilik yang berlukiskan mawar. Kuroo mengernyit heran. "Mawar?"
"Iya, aku pikir mawar sangat serasi denganmu terutama mata hazelmu."
Apakah itu sebuah pujian? Entahlah, Kuroo tak tau. Tetapi, mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut seorang gadis, entah mengapa Kuroo tiba-tiba merasa tersipu. Ia sebisa mungkin menyembunyikannya.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Oh iya, jangan sampai kau berpikir bahwa kedekatan kita berakhir sampai sini. Aku akan datang lagi kepadamu kalau semisal ada materi pelajaran yang sulit atau mungkin mengajakmu pulang bersama lagi sambil membicarakan konspirasi dunia. Bagaimana? Kau tidak keberatan, kan?"
Waktu memang melesat cepat. Telah banyak kejadian yang telah terlewati lalu menjadi ingatan sekilas begitu saja. Namun, pertemuannya dengan (Name) hingga berbagai interaksi mereka sampai saat ini masih diingat baik oleh Kuroo. Pemuda itu merasa seolah seperti baru kemarin ia bertemu (Name). Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, Kuroo merasakan kenyamanan jika bersama (Name). Hal itu pun menimbulkan keinginan bahwa kebersamaannya dengan (Name) ia ingin menjadikan hal itu kebiasaannya. Aktivitas rutinnya yang tak akan mencapai titik bosan. Singkat, tetapi (Name) telah menancapkan duri pesonanya pada Kuroo terlalu dalam. Saat mendengar kalimat terakhir (Name) barusan, kebahagiaan membuncah dalam hatinya. Tentunya ia tak akan menolak.
"Tentu. Datang saja kepadaku kapanpun itu. Aku tak keberatan."
Senyuman cerah (Name) sebagai tanggapan membuat Kuroo ikut tersenyum juga.
"Sampai jumpa besok, Kuroo!"
Sepeda pun dikayuh menjauhi halte, meninggalkan Kuroo sendiri. Tak apa. Toh, besok ia akan bertemu dengan gadis itu lagi.
.
.
.
.
.
.
Pertama kali entitas Kuroo tertangkap di matanya ketika ia menemukan sang pemuda sedang duduk di pojokan perpustakaan sambil membaca buku yang entah judulnya apa. Tampilannya seperti siswa sekolah Jepang pada umumnya, dengan rambut hitam yang tak terlalu panjang dan tak terlalu pendek. Dahi tertutupi poni yang tak rata serta kacamata yang membingkai wajahnya. Hal yang pertama kali menarik atensi (Name) ialah iris hazel yang sedang fokus menatap halaman-halaman buku.
(Name) menatap lekat sang pemuda yang kala itu belum ia ketahui namanya. Impresi (Name) terhadap penampilan Kuroo saat itu ialah soft. Mengingatkannya pada musim semi. Menetapkan atensi yang begitu lama pada Kuroo adalah awal segalanya. (Name) kira hanyalah perasaan selewat. Perasaan singkat yang tak akan berdampak apa-apa. Namun, ternyata ia salah.
Identitas Kuroo yang ternyata tetangga kelasnya juga nama aslinya Kuroo Tetsurou sehingga membuatnya sering berseliweran di matanya membuat (Name) selalu menancapkan atensi. Pemuda itu tidak memiliki teman dekat. Entahlah, seperti ada duri tak kasat mata yang membuat orang lain enggan untuk dekat di sekitarnya. Apakah Kuroo sengaja membuat jarak? Tapi, jika dilihat-lihat saat ada siswa lain yang mengajak Kuroo berbicara, pemuda itu menanggapinya dengan ramah. Tidak terkesan sengaja menyendiri. Ia seperti penyendiri alami. Ya, mungkin karena tampilan Kuroo biasa saja jadi tidak ada yang mau mengakrabkan diri?
Atau harus dia yang mengakrabkan diri?
Ide gila hanya karena rasa penasarannya itu tidak disangka akan menjadi kenyataan. (Name) tidak paham dengan nalurinya mendekati Kuroo yang notabene murid biasa-biasa saja. Bahkan sampai menggunakan lomba padus sebagai alibi. Sebenarnya sepulang dari Jerman ia sudah mendapatkan kelas tambahan dari pelajaran-pelajaran yang tertinggal. Akan tetapi, ia mendekati Kuroo dengan alasan ingin diajari Kimia. Aneh, ia tak paham dengan dirinya sendiri.
Walaupun begitu, (Name) membiarkan semuanya mengalir. Interaksinya dengan Kuroo menjadi nyata dan ia menemukan hal-hal indah dari pemuda itu. Iris hazel yang selalu menatap serius ke halaman-halaman buku, suaranya ketika berbicara, dan senyuman kecilnya ketika menanggapi perkataan (Name). Duri pesona Kuroo telah menancap begitu dalam pada dirinya.
"Tentu. Datang saja kepadaku kapanpun itu. Aku tak keberatan."
Kalimat yang diujarkan Kuroo barusan seketika membuat perutnya tergelitik. Tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya bahagia. Tidak disangka jika langkah-langkah yang ia lakukan untuk mendekati Kuroo akan mengakibatkan efek membahagiakan seperti ini.
Jatuh cinta, ya?
I'm jumping through that rose step by step one step at a time...
A/N:
Dengerin mulmed lalu bayangin pov
(Name) = taeyong's lyrics
Kuroo= seulgi's lyrics
Itu dia konklusi ff ini 😃
Balik hiatus mau namatin book ini, part selanjutnya adalah part terakhir
Stay tune😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top