Kuroo Tetsurou ➵ Drunk
"Aku ... memang bodoh."
Malam ini adalah malam-malam seperti biasanya. Malam penuh dengan ketidaksadaran untuk menyambati kehidupan. Anggur seteguk, ucapan pun berlanjut dari bibir mungil khas hawa. Sang bartender hanya menyiapkan telinga seraya kedua tangan bekerja, entah itu mengelap gelas atau menyiapkan minuman. Seolah-olah telah menjadi rutinitas hariannya mendengar kalimat penuh bernada keluhan kehidupan dari sang wanita.
"Aku bekerja di JVA. Kau tahu kan?"
Ya, si pria botak bartender tahu itu, sangat mengetahuinya. Pengalamannya sebagai telinga untuk mendengarkan keluh kesah wanita yang menjadi pelanggan setianya membuatnya tahu seluk beluk kehidupannya. Apalagi topik pekerjaan adalah hal yang paling sering disambati olehnya.
"Japanese Volleyball Association. Asosiasi milik negara yang dipenuhi oleh orang-orang profesional. Termasuk aku ..."
Sang bartender meletakkan gelas yang sudah dilapnya. Kemudian, mengambil gelas yang lain untuk dilap.
"Ah, sial, pandanganku mulai kabur. Tolong tuangkan!"
Botol dan gelas bertangkai disodorkan oleh dua tangan lentik. Si bartender menuruti. Satu tuangan terakhir memenuhi gelas bersamaan isi botol habis tak tersisa. Botol pun langsung disimpan oleh sang bartender. Gelas yang dipenuhi cairan merah itu pun diserahkan pada si wanita.
Satu tegukan, gelas diletakkan dengan pelan. Sesi sambat kehidupan masih dilanjutkan.
"Kau tahu sendiri kan saat bekerja di lembaga negara maka keseriusan dan profesionalitas harus menyatu denganmu saat jam kerja. Ketika sudah melangkahkan kaki ke dalam gedung, kau harus melupakan seluruh kehidupan pribadimu dalam waktu delapan jam ke depan. Fokuskan pada pekerjaan, masalah pribadi jangan sampai tercampurkan. Apalagi soal perasaan, jangan sampai mengacaukan ..."
"Tapi, ya, bisa-bisanya aku ini sudah dipekerjakan di lingkungan yang teramat profesional malah muncul perasaan yang akan mengacaukan semuanya. Bodoh banget kan?"
Satu tegukan, curhatan pun dilanjutkan.
"Aku menyukai rekan satu divisiku. Dia pria yang ramah dan easy going. Tapi, kalau berkaitan dengan pekerjaan, dia akan serius. Soal rupa, jangan ditanya, ia sangat tampan walau tampangnya itu tampang-tampang buaya daratan ..."
"Sudah hampir dua tahun aku mengenalnya dan aku tidak tahu perasaan ini kapan munculnya. Yang aku rasakan, sih, perasaan ini sudah ada sejak lama. Seluruh wanita yang ada di asosiasi tergila-gila padanya, termasuk aku juga. Mungkin aku hampir gila dibuatnya!"
Sang bartender kini meletakkan gelas yang dilapnya. Menyiapkan telinga, ingin mendengar kelanjutannya. Ini pertama kalinya sang wanita berbicara soal pria. Seingat bartender yang merupakan pendengar setia keluhan malam sang wanita, si wanita ini tidak pernah menjajaki dunia asmara dalam konteks menjalani hubungan. Kisah asmaranya hanyalah kisah cinta bertepuk sebelah tangan dan kalah sebelum berjuang.
"Boleh saya tahu orangnya bagaimana? Ini pertama kalinya nona (Surname) membicarakan soal pria, saya jadi tertarik."
Biasanya si bartender yang bernama Hiroo ini akan menjadi pendengar saja, diam, dan tidak menanggapi curhatan (Name) jika tidak diminta. Tapi, karena topik curhatan si wanita ini menarik minatnya, makanya ia buka suara.
"Oh, sebentar ..."
Tangan lentik mengacak isi tas kecil miliknya yang ia taruh di atas meja. Ponsel berada di genggamannya, layar pun diusap.
(Name) termasuk orang yang tahan dengan pengaruh alkohol, terbukti dengan satu botol yang ia tandaskan, wanita itu tidak terlalu mabuk berat. Hanya saja bicaranya akan terlampau jujur dan pandangan kabur. Ia masih bisa mendengar perkataan orang di sekitarnya dan nyambung jika ditanyai sesuatu walau dalam keadaan mabuk.
Layar ponsel ditunjukkan, sebuah foto dari salah satu akun Instagram terpampang di layar. Hiroo langsung tercekat dan menahan napas saat melihat objek foto.
Bukan, bukan, Hiroo sama sekali tidak mengenalnya. Hanya saja si objek foto ini persis sekali dengan penghuni lain meja bar ini yang duduk selisih tiga kursi di sebelah kiri (Name). Hiroo melirik ke arah si pria yang sedang menenggak minuman sambil memainkan ponselnya.
Wajahnya benar-benar mirip dengan objek foto yang ditunjukkan (Name).
"Namanya Kuroo Tetsurou ..."
Kala nama itu disebut, si pria yang duduk selisih tiga kursi dari kiri (Name) langsung menoleh. Hiroo yang menangkap itu langsung tahu bahwa pria yang dibicarakan (Name) memanglah pria yang sedang duduk di sana.
Wanita itu kini menatap layar ponselnya sambil bertopang dagu. Layar diusap untuk melihat foto-foto yang diposting oleh si pemilik akun yang tak lain adalah Kuroo Tetsurou.
"Arrgh! Bagaimana ini Hiroo-san? Kau tahu betapa frustasinya aku untuk menahan diri saat bertemu Kuroo di kantor?! Rasanya kepalaku hampir pecah saat terus-terusan memasang topeng 'wanita karir profesional' di hadapannya! Jatuh cinta sangatlah menyebalkan! Padahal umurku sudah matang, tapi mengapa saat jatuh cinta malah seperti kembali ke masa remaja lagi?! Arrgh! Bagaimana ini Hiroo-san? Aku harus bagaimana? Kau kan sudah menikah, pasti tahu hal beginian kan?"
(Name) mengacak-acak rambutnya frustasi. Pria yang duduk selisih tiga kursi di sebelah kiri (Name), matanya membola saat mendengar penuturan si wanita itu yang suaranya memang agak keras dan terdengar di antara musik yang menggema di dalam bar. Tak disangka, rekan satu divisinya yang terkenal kalem, tegas, sarkas, dan pelit senyum itu menaruh hati padanya. Ya, pria itu adalah Kuroo Tetsurou.
Kuroo menatap profil (Name) dari samping. Wanita itu kini bertopang dagu lagi sambil menatap layar ponselnya. Blazer hitam dan lengan kemeja putih di dalamnya ditekuk sesiku sehingga menampakkan tangan putih yang dihiasi jam tangan wanita berwarna perak. Rambut panjang yang biasanya dikuncir itu, tergerai indah mencapai punggung. Tampaknya memang sengaja kuncirannya dilepas ditilik dari karet rambut yang berada di pergelangan tangan kanan. Rok span hitam selutut, heels hitam, dan kaki jenjang yang disilangkan.
(Name) tampak cantik dan anggun di waktu yang bersamaan walau dalam keadaan mabuk. Kuroo akui itu.
Kuroo pun mengeliminasi jarak di antara mereka hingga selisih satu kursi, penasaran. Hiroo melirik sekilas, tampak menyadarinya, sedangkan (Name) acuh saja. Wanita itu menjadi tak awas dengan keadaan sekitar jika dalam keadaan mabuk. Senyuman jahil terlengkung di bibir Hiroo tatkala ia akan disuguhi pertunjukkan yang kemungkinannya 1:1000 di dunia ini.
Seorang wanita yang sedang mabuk curhat soal pria pujaannya dan tidak disangka pria yang dimaksud duduk di sebelahnya, mendengarkan semuanya. Kisah yang bagus untuk sebuah drama televisi kan?
"Kalau begitu, coba saja ajak kencan saat akhir pekan."
"Hah? Aku mengajaknya kencan di saat banyak wanita yang ingin berkencan dengannya?!"
"Ya, mau bagaimana lagi. Jika perasaan nona ingin disadari, nona (Surname) harus bergerak cepat. Benar kan tuan?"
"Ya, itu benar."
(Name) langsung menegakkan tubuhnya saat mendengar suara bariton yang sangat dikenalnya. Wanita itu pun menoleh ke arah kirinya dan mendapati Kuroo sedang menatapnya sambil menaikkan alis.
Wanita itu menatapnya polos dan berkedip berkali-kali. Tak disangka, wanita yang selalu memasang wajah jutek itu memiliki sisi imutnya juga. Kuroo merasa gemas.
Hening, tak ada sepatah yang keluar. Manik mereka saling menatap. Suara musik dan pengunjung bar yang lain menggaung di udara. Hiroo kini menata lemari berisi gelas-gelas yang ada di belakangnya, memberikan privasi pada mereka berdua.
"Ah, sial, mulai halu. Halu, halu, halu!"
Kontak mata diputuskan oleh (Name). Wanita itu kembali menghadap depan sambil memijit kedua pelipisnya.
"Hiroo-san, seperti biasa. Bangunkan aku setelah dua jam!" titah (Name) seraya melipat tangannya di atas meja lalu membenamkan kepalanya di atas sana. Meninggalkan Kuroo yang kebingungan akan reaksi (Name).
Kebingungan bertambah tatkala Kuroo mendengar suara dengkuran halus dari (Name).
"Eh, dia ... beneran tertidur?"
Hiroo terkekeh seraya mendekat. "Ini kebiasaan nona (Surname) setelah mabuk, tidur dua jam. Katanya sih, biar pengaruh alkoholnya hilang separuhnya agar dia bisa pulang dengan selamat. Nona (Surname) membawa mobil soalnya."
Kuroo hanya mengerjap sambil menatap (Name) yang tertidur di lipatan tangannya.
Keputusannya untuk mampir ke bar ini setelah berkunjung ke apartemen Kenma yang kebetulan dekat dari sini malah membawanya ke skenario tak terduga. Pemandangan langka melihat (Name) yang out of character. Kuroo tertawa kecil sambil menenggak minumannya kembali.
"Berarti anda ini benar-benar Kuroo Tetsurou-san?"
Kuroo mendongak, mendapati bartender berkepala pelontos menatap ramah ke arahnya.
"Iya, saya memang Kuroo Tetsurou, rekan dari (Surname)-san. Saya lihat anda akrab sekali dengan (Surname)-san .."
"Ya, nona (Surname) merupakan pelanggan setia bar ini. Saya sudah lama menjadi pendengar setianya ketika dia mabuk dan mengeluhkan kehidupannya. Jadi, kami lumayan akrab. Bisa dibilang ... saya menganggap nona (Surname) sebagai adik saya sendiri."
Kuroo hanya ber'oh' ria sebagai tanggapan.
"Tuan Kuroo tadi pasti sudah mendengar dengan sangat jelas bahwa nona (Surname) menaruh perasaan terhadap anda saat tadi. Lalu, bagaimana dengan anda sendiri?"
Pertanyaan terlontar dari Hiroo. Kuroo menatap Hiroo sejenak lalu beralih ke (Name) yang masih terlelap. Hening menyelimuti.
Hiroo ingin tahu bagaimana kelanjutan kisah bak novel picisan ini.
"Maaf ..."
Satu jawaban, Hiroo membolakan matanya.
******
(Name) mengerang pelan tatkala mendapati rasa tak nyaman menjalar di tubuhnya. Tidur dalam posisi duduk dengan melipat tangan membuat persendian di tubuhnya mati rasa.
"Sudah bangun dari mimpinya, nona?"
(Name) langsung tersentak saat telinganya menangkap suara seseorang yang sangat dikenalnya. Wanita itu pun menegakkan diri lalu menoleh ke arah suara. Pandangannya masih mengabur hingga akhirnya perlahan-lahan jelas dan mendapati Kuroo di sebelah kirinya, duduk agak miring sambil bertopang dagu menatapnya dengan senyuman.
Kuroo Tetsurou ada di hadapannya dan seketika otak (Name) memutar memori sebelumnya. Ketika ia mabuk dan curhat seperti biasanya ke Hiroo, menceritakan soal Kuroo. Lalu, ia lupa bagaimana ia bisa tertidur.
Oh, shit ...
"Kuroo ... se-sejak kapan kamu di sini? Tunggu, ini jam berapa?"
(Name) pun menatap arloji di tangannya. Pukul setengah satu dini hari.
"Yak karena kamu sudah bangun, kuantar kau pulang. Ini amanahnya Hiroo-san. Bill-mu sudah kau bayar di awal jika kau lupa, kata Hiroo-san. Saa, ayo!"
Kuroo berdiri, memasukkan ponsel (Name) yang tergeletak di atas meja ke dalam tas kecil (Name) lalu menyampirkannya ke bahu si wanita. Tangannya meraih tangan mungil (Name), berjalan keluar dari bar. Wanita itu berjalan mengikuti langkah Kuroo dengan pikiran yang masih linglung. Efek bangun tidur dan alkohol yang masih melekat.
Kepalanya ia tolehkan ke belakang, mencari entitas sang bartender pelontos berwajah ramah. Namun, nihil, yang ada malah bartender lain.
"Hiroo-san ke mana?"
"Hiroo-san tadi harus pulang karena ada urusan. Makanya ia menitipkanmu padaku."
"O-Oh ... eh, tunggu, kau mau mengantarku? Tapi, aku bawa mobil, Kuroo."
"Aku yang menyetir."
Kunci mobil miliknya sudah berada di genggaman tangan sang pria membuat (Name) terheran-heran. Kapan Kuroo mengambilnya?
Tangannya masih ditarik. Kini langkah mereka memasuki area parkiran.
"Kuroo, tu-tunggu sebentar. Berhenti!"
Langkah terhenti. Kuroo sedikit berbalik, menatap (Name) bingung. Tangan masih dicekal.
"Pertanyaan pertamaku belum kau jawab. Sejak kapan kau ada di bar ini dan duduk di sebelahku?"
Hening. Tak ada jawaban. Kemungkinan-kemungkinan yang sedari tadi (Name) pikirkan sepertinya kenyataan. Wanita itu pun menghela napas.
"Ditilik dari reaksimu sepertinya kau sudah lama berada di sana dan mendengar racauanku. Racauanku benar adanya, aku menyukaimu. Maaf jika membuatmu tak nyaman. Kau bisa melupakannya atau lebih baik menganggap bahwa pernyataanku tak per-"
"Woah, lihat, langitnya!"
Ucapan terpotong membuat (Name) sedikit berkedut. "Jangan memotong ucapanku, Tuan. Ak-"
"Langitnya indah, ya?"
(Name) kini memasang tampang datar kala ucapannya dipotong untuk kedua kalinya. Ditambah si pria malah mendongak ke atas, menatap langit. Kentara sekali kalau dia sama sekali tidak memperhatikan ucapan (Name).
Wanita itu pun menghela napas lagi. Jujur saja, kepalanya masih sakit dan pandangannya belum terlalu jelas. Tubuhnya serasa ringan, seperti sensasi mengumpulkan nyawa setelah bangun tidur. Ia jadi bingung apakah ini alam bawah sadarnya atau benar-benar nyata?
"Langitnya indah, ya?"
Kalimat direpetisi oleh Kuroo, menuntut reaksi (Name) membuat sang wanita pun ikut-ikutan mendongak.
"Ya, ya, langitnya indah banget. Sudah, ayo pu-lang ..."
Ucapan terhenti tatkala saat hendak menengok ke Kuroo lagi, si pria malah sedang menatapnya dengan tatapan teduh dan senyuman menawan.
(Name) mengerjap. "A-Apa?"
"The moon is beautiful, isn't it?"
Ah, itu dia, kalimat legend. Kalimat itu sebenarnya berkonotasi dua hal. Pertama, memang benar-benar memuji keindahan bulan sambil menatap langit malam. Kedua, menyatakan perasaan cinta kepada sang pujaan hati.
Kuroo mengucapkan kalimat itu sambil menatap tepat di iris (Name), menguncinya, dan merona. Senyumannya pun belum luntur.
Oh, shit, no way!
"Hiroo-san, cepat bangunkan aku! Ini gila, pengaruh alkoholnya parah! Halu macam apa ini, hah?!"
(Name) memejamkan mata sambil bergumam-gumam tak jelas. Wanita ini merasa yakin sekali bahwa yang terjadi padanya sekarang adalah bunga tidur yang terlalu nyata akibat efek alkohol.
Namun, pemikiran itu terpatahkan ketika sebuah tangan besar menyusup ke tangan mungilnya. Menelusupkan jari-jemarinya di antara jari lentik (Name). Menggenggamnya hangat. Kepala mendekat, kening bersentuhan. Mata menatap mata. Rona menjalar dan senyuman menawan.
"The moon is beautiful, isn't it?"
A/N:
Chapter sebelumnya yang Bokuto Koutarou-Hair Down telah saya buat book khususnya. Bagi reader yang belum baca silakan mampir 😉
https://my.w.tt/evIvMWW7c9
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top