Kita Shinsuke ➵ God
bOOk INi aKAn HiATuS lAmA
yok, readers tampol online dulu untuk Laf si pendusta ini
udahlah, selamat menikmati!
Kita Shinsuke
Hal pertama yang terlintas dalam benakku saat mendengar namanya ialah 'Tuan Tanpa Celah'.
Hal-hal yang dilakukannya selalu saja sempurna. Tanpa kecerobohan, tanpa keluputan. Selalu benar dan teliti. Kesempurnaan itu selalu diulangnya setiap hari membuatku heran sekaligus ... kagum.
Baru pertama kali ini aku menemukan manusia seperti Kita. Walau sudah hampir tiga tahun bersama karena terus berada di kelas yang sama, tak bosan-bosannya aku berdecak kagum saat melihat apa yang dilakukan Kita.
Saat pembelajaran di kelas ia selalu cermat memperhatikan. Tak sekalipun aku melihatnya menguap atau menyandarkan kepalanya di atas meja. Duduknya selalu tegap. Jika disuruh menjawab pertanyaan di papan tulis atau didikte, ia pasti mampu menjawabnya dengan benar dan lancar. Nilai A juga setia bertengger di setiap kertas ulangannya.
Saat jadwal piket, ia selalu totalitas dalam membersihkan kelas meskipun tak jarang teman piketnya kabur duluan. Dari sampah hingga kotoran di ventilasi jendela dibersihkan walau ia bekerja sendirian. Kadang-kadang toilet laki-laki pun ia bersihkan.
Datang ke sekolah selalu awal. Begitu juga dengan klub voli. Berlatih dengan serius, sesuai instruksi, dan tanpa keluhan.
Setiap repetisi kesempurnaan yang dilakukannya membuatku menyimpulkan bahwa Kita Shinsuke adalah robot yang berkedok manusia. Kesimpulan (ngawur) itu terus bertengger dalam kepalaku selama setahun.
Namun, akhirnya kesimpulan ngawurku itu dipatahkan saat pertengahan tahun kedua. Di beberapa kali kesempatan saat Kita sedang melakukan rutinitasnya, aku mendapati ia sedang tersenyum sambil bersenandung pelan. Dari situ aku sadar bahwa Kita Shinsuke masihlah seorang manusia.
Senyumannya itu menjadi bukti bahwa ia tulus melakukan rutinitasnya. Melakukan hal-hal sempurna menjadi kepuasan tersendiri baginya. Ia senang menjalaninya dan itu adalah ciri khasnya. Ia hanya melakukan apa yang ia bisa lakukan. Sesederhana itu.
Semenjak itu hatiku menjadi tergerak untuk menjadi sepertinya. Melakukan apa yang kubisa tanpa keluhan, tentunya dengan gayaku sendiri dan tak mungkin sesempurna Kita.
Ternyata rasanya menyenangkan melakukan hal-hal yang bisa dilakukan tanpa keluhan. Aku merasakan dampak positif yang signifikan. Emosiku menjadi jauh lebih stabil, ketelitianku meningkat, dan tubuhku menjadi lebih bugar.
Setelah mengalami perubahan positif seperti ini, aku bersyukur karena telah dipertemukan dengan Kita Shinsuke. Walau kami jarang berbicara satu sama lain dan aku hanya mengamati dalam diam, Kita Shinsuke menjadi sosok yang berperan besar dalam character developement-ku.
Kita Shinsuke adalah sosok yang aku kagumi. Hanya sebatas itu. Itulah yang aku tanamkan di pikiranku selama ini.
"Yakin hanya sebatas kagum?"
Pertanyaan dari Akagi sontak membuatku pikiran yang telah kutanamkan hampir selama tiga tahun itu luluh lantak begitu saja. Menyisakan tanda tanya besar.
"Kamu selalu memperhatikannya dari jauh hingga hapal semua kebiasaannya."
Ya, aku akui itu. Tapi, wajar kan?
"Kamu selalu gugup jika berada di dekatnya."
Hei, wajar kan jika gugup saat dekat dengan sosok yang kau kagumi? Apalagi sosok sempurna seperti Kita. Layaknya seorang idol dengan penggemarnya. Wajar kan?
"Semua itu akan menjadi tak wajar saat kamu mengalaminya selama tiga tahun."
Aku terdiam.
"Tidak ada yang namanya kagum sampai sebegitu lamanya. Penggemar dengan idolnya pasti pernah oleng juga atau merasa bosan. Tapi, kamu terus terpaku sama dia. Memperhatikannya, tak pernah meluputkan pandangan darinya. Bahkan membawa perubahan besar dalam pribadimu. Itu namanya rasa suka. Istilah lainnya jatuh cinta."
Aku lagi-lagi terdiam. Tak disangka sepupu pendek yang berposisi sebagai libero ini bisa mengatakan sesuatu seperti itu. Aneh dan ... tidak dapat dipercaya. Dia saja tidak mempunyai pacar atau gebetan, kenapa bisa tahu hal begituan?
"Memangnya hal-hal seperti itu bisa dianggap ciri-ciri jatuh cinta? Kalau missunderstanding bagaimana?" sanggahku. Rasa ingin menyerang balik Akagi stonk.
"Oke, aku tambahin. Pertama, kamu ingin terus berada di dekatnya."
Pikiranku entah kenapa terlintas saat melihat anak-anak klub voli yang sedang makan bersama di kantin, ada Kita juga. Mereka tertawa bersama, berbagi gurauan & ledekan, dan Kita sesekali menguarkan senyuman. Saat melihat itu entah kenapa aku berpikir bagaimana jika aku menjadi manajer klub voli? Pastinya menyenangkan bisa terus bersama dengan Kita. Berbagi candaan, pulang bersama, atau mengobrol saat waktu istirahat klub. Hah, pemikiran memalukan yang hendak kulupakan itu malah mencuat lagi akibat pertanyaan si kampret Akagi ini. Tunggu, apakah itu termasuk ciri-ciri jatuh cinta?
"Lalu yang kedua, kamu akan merasa cemburu jika dia dekat dengan perempuan lain."
Setelah mendengar itu, pikiranku lagi-lagi secara acak menampilkan kejadian saat aku melihat Kita yang sedang mengajari salah satu teman perempuan dari kelas tetangga di perpustakaan. Saat itu entah kenapa aku merasa tidak suka ketika melihatnya dan berpikir seharusnya aku yang ada di sana. Bahkan beberapa pemikiran negatif tentang anak perempuan itu muncul tiba-tiba saja dalam otak. Aneh dan memalukan. Eh, ini juga termasuk ciri-ciri jatuh cinta juga?
"Poin terakhir, saat kamu melihatnya bahagia kamu juga ikut merasa bahagia. Bahkan kamu malah ingin membahagiakannya terus menerus."
Pikiranku pun teringat lagi kala pembagian rapor. Saat Kita diumumkan sebagai peringkat paralel satu, ia tersenyum bahagia dalam pelukan neneknya. Saat melihat itu aku teringat bahwa aku ikut tersenyum dan tiba-tiba saja muncul keinginan untuk membuat Kita tersenyum bahagia seperti itu selamanya. Itu ... termasuk ciri-ciri jatuh cinta?
"Jadi, bagaimana?" tanya Akagi.
Semua pernyataan Akagi seputar ciri-ciri jatuh cinta dan pemikiranku yang terlintas sebagai jawaban membuatku berpikir lama. Mengolah semua informasi, menelaahnya kembali, lalu membuat kesimpulan yang pasti.
"Oh, Kita!"
"Akagi, kecilkan suaramu. Ini di perpustakaan, bukan gimnasium."
Aku spontan berjengit. Kenapa pemuda ini panjang umur sekali, sih?!
"Halo (Surname), kalian sedang belajar?"
Tunggu, mana dulu yang harus kujawab? Sapaannya atau pertanyaannya dulu?
"Ya bisa dilihat, kami sedang belajar bersama."
Akagi sialan! Malah dia yang menjawab. Jadi, kelihatan kan kalau aku gugup.
Aku hanya melempar senyuman apa adanya ke Kita yang sedang beridiri di sebelah meja samping kami. Kita hanya mengangguk-angguk lalu irisnya pun terfokus pada buku-buku yang ada di atas meja. Sontak aku pun ikutan melihat apa yang dilihatnya.
Buku-buku biologi bertebaran di depan Akagi sedangkan aku dengan buku-buku konspirasi Adolf Hitler yang mengitariku. Tolol sekali aku ini. Mana aja belajar bersama, tapi bukunya teori konspirasi!
"Seperti biasa, ya, kamu masih menyukai teori konspirasi."
Aku sedikit menganga saat mendengar perkataan Kita barusan. Tunggu, dia ... dia tahu kalau aku penyuka teori konspirasi? Dari mana?!
"Wah, tak kusangka kau tahu kesukaannya (Name)."
"Beberapa kali aku melihatnya bolak-balik dari perpustakaan menuju kelas sambil membawa buku-buku semacam itu."
Astaga, apa aku semencolok itu? Aissh, dia ini benar-benar teliti kalau mengamati ya. Eh, tunggu ... berarti ... dia suka mengamatiku, dong!
"Sudah ya, aku permisi dulu, Akagi, (Surname)."
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban lantas terus menatap punggung tegap itu yang berjalan menuju rak hingga menghilang dibalik sana.
"Jadi, bagaimana? Ah, aku masih tak menyangka kalau Kita mengamatimu juga sampai tahu hal kesukaanmu. Kau masih punya harapan, (Name)!"
Aku hanya diam tak menjawab. Semua hal yang barusan terjadi masih berputar di kepalaku. Aku terus memikirkannya dan ingin menyimpulkannya dengan hati-hati.
Sosok Kita Shinsuke dan debaran jantung yang menggila. Hanya itu yang mendominasi.
"Aku ... sepertinya memang jatuh cinta pada Kita."
Suara tawa kecil Akagi berhasil memasuki indra pendengaranku. Entahlah, aku sudah tak peduli lagi. Rasanya otakku nge-blank setelah mengakui hal itu.
Bayangkan saja, aku ini jatuh cinta kepada Kita Shinsuke, si Tuan Tanpa Celah, sosok kesempurnaan, idola, sosok yang dikagumi.
Oh, shit!
Aku pun menjedukkan dahi ke permukaan meja dengan keras.
DUAKKH!
"(Na-Name)?!"
Aku terus menyadarkan dahiku di sana sambil menjerit tanpa suara. Merutuki diri yang bisa-bisanya jatuh hati dengan sosok sesempurna Kita Shinsuke dan soal harapan yang dibicarakan Akagi tadi itu pasti cuma kebetulan dia mengingatnya. Aku sadar diri dan ... TIDAK MUNGKIN JUGA KAN?!
Tidak mungkin! Tidak mungkin! Tidak mungkin!
********
"Tidak mungkin Kita Shinsuke akan jatuh cinta balik."
Itulah yang terus kutanamkan dalam pikiranku dalam beberapa hari ini semenjak kejadian di perpustakaan agar aku dapat membunuh perasaan yang tumbuh liar begitu saja ini. Aku tak ingin berharap, tidak, mana mungkin aku berharap!
Arrgghh! Aku masih tak percaya kalau aku jatuh cinta dengan Kita Shinsuke. Bisa-bisanya menaruh rasa pada sosok manusia yang mendekati kesempurnaan. Menaruh rasa seperti ini saja sudah luar biasa tidak percaya diri, apalagi jika dibalas! Tapi, itu mustahil.
Ah, sudahlah. Lebih baik selesaikan piket dengan baik. Setelah itu pulang dan rebahan di kasur, membaca manga atau menonton film. Lupakan saja yang namanya perasaan semacam ini.
" 🎵Give love sarangeul jom juseyo
Give love sarangi mojarayo
Maeilmaeil jaraneun sarangeul
Geunyeoege juneundedo batjil anheuni🎵"
Aku bersenandung sambil menggerakkan tangan untuk menghapus tulisan-tulisan di papan tulis. Jika melakukan pekerjaan sambil menyanyikan lagu favorit memang membangkitkan mood sekali.
"🎵Give love sarangeul jom juseyo
Give love sarangi mojarayo
Maeilmaeil jaraneun sarangeul
Geunyeoege juneundedo batjil anheuni🎵"
Suara pintu geser yang dibuka mengagetkanku. Sontak saja aku menoleh ke arah pintu dan terkejut saat mendapati Kita Shinsuke sedang berdiri di sana.
"Eh, ha-halo Kita," sapaku yang kentara sekali gugupnya. Sial! Kenapa frasa bertingkah normal hilang begitu saja jika sudah di dekat Kita?!
"Hm, halo juga (Surname). Hari ini aku bertukar jadwal piket dengan Aran karena alasan tertentu. Jadi, aku akan membantumu."
"Uh, oke. Terima kasih, Kita."
Eh, tunggu, berarti ... aku hanya akan berduaan saja dengan Kita di sini?! Seriusan?! Astaga, hei jantung! Tak perlu berdebar seperti itu kenapa, hah?! Ya, ampun kenapa aku gugup begini. Hanya menjalankan piket bersama, tidak lebih tidak kurang. Dasar hormom menyebalkan! Berlebihan sekali dalam menanggapi. Ayolah, fokus (Name)!
Keheningan menyelimuti beberapa lama. Aku berusaha fokus menyibukkan diri dengan spidol-spidol papan tulis, kertas-kertas, pokoknya membersihkan area meja depan. Kita sendiri mulai menyapu sambil menata kursi dan meja.
"Kenapa tidak dilanjutkan lagi nyanyinya?"
Aku terkejut seketika saat mendengar Kita yang tiba-tiba bersuara. Hampir saja aku menjerit karena saking terkejutnya.
"Ah, itu ... aku takut kamu terganggu dengan suaraku."
"Tidak, kok. Suaramu merdu dan aku suka mendengarnya."
Wah, pujian yang eksplisit. Pemuda ini memang selalu mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya, tak peduli dampaknya kepada orang. Wah, bahaya ini jika dipuji secara langsung. (Name), jangan terbang dulu! Itu hanya pujian biasa! PUJIAN BIASA!
"Te-Terima kasih, tapi ... aku sudah lupa lirik selanjutnya, hehe."
Ya, akibat kehadiran Kita Shinsuke di sini membuat otakku eror seketika. Ingatan jangka pendekku hilang entah kemana. Bisa-bisanya ingatan lirik lagu favorit menguap begitu saja semenjak kedatangan Kita. Bodoh memang!
"Huh? Kenapa bisa lupa? Padahal kau sering menyanyikan lagu itu di berbagai kesempatan."
Heh? Tunggu, tadi barusan ... Kita menyadari kalau aku sering menyanyikan lagunya AKMU? Dia ... sering memperhatikanku? Hah?
"Wah, tidak disangka Kita tau sekali kebiasaanku, haha."
Aku terkekeh garing saking tidak tahu lagi harus menanggapi apa. Pemuda ini ... memang suka mengamati kebiasaan teman-teman kelas kali, ya. Mungkin seperti itu, ya jangan terlalu percaya diri.
"Ya, wajar, kan ..."
Tuh, kan.
"... kalau laki-laki mengamati perempuan yang disukainya."
Ha?
Berkedip. Sekali lagi berkedip. Otakku sama sekali tak bisa berpikir.
Laki-laki mengamati perempuan yang disukainya
... mengamati perempuan yang disukainya
... perempuan yang disukainya
... yang disukainya
... disukainya
HAAAAAHHH?!?!
What?! Tunggu, aku tidak salah dengar, kan?! Kita tadi ... hah? Bagaimana maksudnya? Eh, aduh ... astaga ... tadi ... dia ... hah?
"Eh, a-apa maksudmu?"
Kini aku menatap Kita yang masih sibuk menyapu sambil menata kursi dan meja. Pemuda itu menghentikan kegiatannya lalu menatap ke arahku lekat-lekat disertai senyuman lembut.
Oh, shit, jantungku serasa mau melompat keluar.
"Bukankah sudah jelas? Kamu adalah perempuan yang aku sukai."
"Ha?"
Hanya itu yang bisa kukatakan. Apayangharuskulakukanapayangharuskulakukanapayangharuskulakukanapayangharuskulakukanapayangharuskulakukanapayangharuskulakukan?
INI BUKAN ILUSI, KAN?! KENAPA INI KAYAK DRAKOR SEKALI, HAH?! INI TERLALU MUSTAHIL UNTUK SEUKURAN REAL LIFE!
"Kok ... bisa?"
Tanpa sadar aku berucap lirih seperti itu. Aku benar-benar eror, semua ini membingungkan dan aku membutuhkan kepastian.
"Bukankah sudah jelas jika seorang laki-laki menyukai perempuan karena perempuan itu adalah tipe idealnya?"
What the-? Tunggu, hei, jangan menatapku seperti itu! Bahaya untuk jantungku, Kita Shinsuke sialan!
"Kamu adalah perempuan idealku. Kamu pekerja keras walau dipenuhi kecerobohan."
Hei, hei, tunggu, dia ingin membeberkan alasannya? Di depan orangnya?
"Kamu juga tak ragu mengekspresikan diri, tapi masih tahu soal bersikap. Kamu punya bakat dan percaya diri akan bakatmu itu. Kamu unik dan juga termasuk perempuan cantik. Itu semua adalah tipe idealku."
Ya Tuhan, kenapa bisa-bisanya manusia ini mengatakan hal itu semua dengan begitu mudahnya? Tak tahukah dampaknya bagi ragaku yang rapuh ini?
Astaga, dia malah mendekat ke sini. Gila, aku akui saat ini aku gugup setengah mati. Apakah gemuruh jantungku terdengar hingga telinga Kita? Wajahku sudah memerah seperti apa sekarang? Ekspresiku pastinya sangat jelek, kan? Aku benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Saat ini aku tak bisa menggerakkan tubuhku dan mulutku tak bisa berucap satu patah kata pun.
Ah, jarakku dengannya hanya tinggal dua langkah dan dia kini berdiri di hadapanku. Iris yang selalu mengintimidasi itu menatapku lekat-lekat seolah tak ingin lepas. Surai putih berujung hitam itu bergerak pelan mengikuti angin yang masuk melalui jendela kelas yang terbuka. Pahatan wajah sempurnanya disinari sinar jingga yang merangkak masuk melalui jendela. Senyumannya begitu memikat.
Aku terpana karena aku seperti melihat sesosok Dewa dan Dewa itu memberikan afeksi tersirat untukku melalui tatapan dan senyumannya.
"Daisuki ... (Name)."
Seperti puncak klimaksnya. Setelah mendengar itu telingaku langsung berdenging, debaran menggila, keringat dingin yang mengucur deras, dan pandangan memburam hingga akhirnya hitam seluruhnya. Kesadaranku menghilang dan hal terakhir yang kuingat ialah aroma mint yang memabukkan serta hangat yang melingkupi tubuhku.
******
Sudah delapan tahun berlalu semenjak kokuhaku yang dilakukannya itu, tapi masih meninggalkan kesan yang begitu mendalam. Ya, lagipula mana mungkin Kita melupakan reaksi (Name) yang pingsan setelah pernyataannya itu. Menggemaskan.
Kini status mereka telah berganti dari sepasang kekasih menjadi sepasang suami istri.
Pagi telah menyapa dunia. Namun, makhluk cantik yang berstatus istrinya ini masih terlelap begitu damainya. Kita mengelus pipi putih itu dengan jari telunjuknya secara perlahan. Senyuman damai menghiasi wajah rupawannya. Berbaring sambil menatap wajah sang istri yang masih terlelap hingga dia terbangun adalah rutinitas favorit Kita selama satu tahun pernikahan mereka.
Kelopak dengan bulu mata lentik itu perlahan mengerjap. Kesadaran telah menghampiri raga itu. Perlahan kelopak itu terbuka, menampakkan iris hitam yang selalu berhasil menghipnotis Kita saat menatapnya.
"Shin?"
Satu kecupan di dahi lalu di hidung sebagai sambutan untuk istri yang telah terbangun.
"Ohayou nyonya Kita."
A/N:
credit song AKMU-Give Love
gaess, saya mau promosi book baru tentang si Kurtet
https://my.w.tt/amhdSS3pqbb
sok atuh yang tertarik dibaca dulu openingnya
part satu WG akan di up malam ini
stay tune guls!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top