Kageyama Siblings ➵ Otouto
nonreader insert
lilspoiler
family
.
.
.
.
.
Miwa tahu bahwa saat ia melihat Tobio yang masih bayi mendekap erat boli voli miliknya, tidak ingin melepaskannya, ia yakin suatu saat nanti adiknya itu akan menjadi pemain voli yang sangat hebat. Adiknya itu akan meraih impian kakeknya yang terpendam.
Dan benar saja! Di usia Tobio yang ke-22, pemuda itu sudah menjadi pemain voli di liga profesional juga pemain timnas Jepang. Ia begitu terkenal sampai-sampai membintangi iklan produk makanan membuat namanya semakin bersinar.
Miwa pun bernostalgia masa kanak-kanaknya. Ketika ia mengasuh adiknya, menggendongnya tubuh mungilnya, dan mencubit pipi gembilnya. Lalu, seiring berjalannya waktu, Miwa menuntun Tobio, menggenggam tangan mungilnya, membantunya belajar berjalan. Menggenggam tangan mungil itu mengantarnya ke sekolah, membantu adiknya belajar passing, menatap wajah berbinar adiknya ketika dibelikan sepatu olahraga, mengelus kepala adiknya ketika Tobio berhasil menguasai salah satu teknik bermain bola voli. Masa-masa itu begitu menyenangkan ketika mereka masih dipenuhi oleh kepolosan ditambah keduanya jarang bertengkar.
Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh. Miwa bisa melihat perkembangan mendasar Tobio baik fisik maupun karakter. Adiknya itu tumbuh di dalam kebersamaan tim voli yang membuatnya merasakan berbagai emosi dan menjadikan pribadinya lebih baik lagi.
Miwa bersyukur dan bangga dengan adiknya itu. Walaupun begitu, ia merasa jaraknya dengan Tobio semakin terbentang jauh seiring mereka dewasa. Tobio bersinar di atas panggung volinya, mengalami berbagai pengalaman seru, membuat Miwa iri dan sedikit tidak percaya diri. Pekerjaannya sebagai penata rambut tidak bisa membuatnya merasakan keseruan yang seperti dirasakan Tobio.
Miwa juga merasa tidak yakin bahwa ada ruang untuk dirinya di dalam kepala adiknya itu. Mereka sudah sibuk dengan pekerjaan, ambisi, dan impian masing-masing. Apalagi dengan ambisi Tobio yang sebesar itu, kecil kemungkinannya bahwa ia masih memedulikan Miwa sebagai kakaknya.
***********
Miwa memandang sebuah tiket di genggamannya. Ia tersenyum tipis. Pertandingan liga profesional, salah satunya ada tim Schweiden Adlers di dalamnya, tim yang menaungi Tobio. Sudah lama ia tidak melihat permainan adiknya itu. Mumpung akhir pekan dan jadwalnya kosong, ia pun memutuskan menonton pertandingan voli. Ya, hitung-hitung me time di hari ulang tahunnya.
Saat di sana, ia disuguhkan pertandingan yang seru. Permainan adiknya benar-benar berkembang pesat, ia benar-benar sudah menjadi pro. Miwa tersenyum, ia benar-benar bangga.
Pertandingan telah selesai. Miwa pun memutuskan turun dari tribun, ia ingin menyapa adiknya. Sudah lama mereka tidak berbincang, walaupun Miwa tak yakin obrolan mereka akan bertahan lama. Ya, sekadar menyapa dan bertukar kabar tak masalah. Setidaknya komunikasi mereka masih baik walau tidak seintens dulu.
Di pinggir lapangan, masih ada beberapa pemain yang sedang pendinginan, berdiskusi dengan pelatih, dan ada juga yang sedang diwawancara oleh wartawan televisi, termasuk Tobio. Namun, sepertinya wawancara hendak selesai. Miwa pun menghampiri Tobio sesaat wartawan itu pamit pergi di hadapan adiknya.
"Tobio, hisashiburi!"
Miwa tersenyum sambil mengangkat sebelah tangannya. Iris Tobio membola, ia tak menyangka kakaknya akan ada di sini.
"Neesan, hisashiburi. Kau menonton pertandinganku?"
"Tentu saja, mumpung sedang libur. Kau hebat sekali Tobio, aku bangga padamu!"
Miwa meninju pelan bahu Tobio sambil nyengir lebar.
"Arigatou, neesan."
"Bagaimana kehidupanmu di tim Scweiden? Menyenangkan?"
"Hm, tentu. Apalagi rekan setimku orang-orang yang hebat. Menyenangkan bermain bersama mereka."
"Syukurlah kalau begitu. Ah, jika kau mau menanyakan kabarku, aku baik dan kemarin aku diberi kesempatan untuk menata rambut selebriti terkenal, bayarannya lima kali lipat dari biasanya. Kalau kau mau, aku bisa mentraktirmu makan malam, hehe."
Miwa tertawa kecil, sebagai kamuflase. Sejak awal obrolan, Miwa merasa percakapan mereka begitu dingin membuat semakin terlihat jelas adanya jarak tak kasat mata di antara mereka. Ya, bisa dibilang, wanita itu sedikit ... sedih?
"Souka. Em, Neesan, bisa tunggu di sini sebentar? Aku ingin mengambil sesuatu."
Belum sempat Miwa bertanya lebih lanjut, pemuda itu sudah berlari kecil meninggalkan kakaknya, menuju area timnya berkumpul. Miwa tak bisa melihatnya secara jelas karena jaraknya lumayan jauh dari arah kanannya. Sambil menunggu, Miwa pun mengambil ponselnya dari dalam tas selempang kecilnya yang berwarna coklat.
Selama menunggu, beberapa pasang mata sesekali melirik ke arah Miwa. Bisa dibilang, Kageyama Miwa termasuk wanita berparas cantik. Ia mengenakan celana jeans ketat semata kaki, high heels hitam, kemeja putih lengan seperempat yang dimasukkan, namun sedikit gombrong di area pinggang dengan model V neck sehingga leher putihnya sedikit terekspos, dan rambut hitam berkilau yang menjuntai hingga bahu. Dengan paras cantik dan style yang menarik, tak heran beberapa pria melirik ke arahnya.
Miwa menghela napas, jujur saja ia sedikit risih berdiri di sini karena mayoritas yang berada di sini adalah pria. Tak lama kemudian, adiknya datang sambil berlari kecil. Di tangannya terdapat kotak hitam yang sedikit lebar berpita putih.
"Neesan, ini untukmu. Otanjoubi omedetou. Tadinya aku ingin mengirim ini lewat pos ke apartemenmu, tapi kebetulan kita bertemu. Jadinya kuberi langsung."
Miwa mengerjap beberapa kali saat Tobio menyodorkan kotak itu di hadapannya. Kemudian Miwa menatap ekspresi datar Tobio dengan tatapan bingung.
"Tobio, kau ... mengingat ulang tahunku?"
Kali ini Tobio yang malah menampakkan ekspresi bingung.
"Bukannya wajar jika seorang adik mengingat ulang tahun kakaknya?"
Miwa mengerjap beberapa kali sambil menatap ekspresi datar adiknya. Kemudian ia beralih ke kotak yang disodorkan Tobio. Setelah diam beberapa lama, Miwa pun menunduk sambil memejamkan mata kemudian tertawa kecil.
Tangan lentiknya itu pun meraih kotak yang disodorkan Tobio.
"Hah, kalau ingin memberi hadiah seharusnya lihat dulu situasi dan tempat, dong!"
Saat ini Tobio masih mengenakan jersey putihnya dilapisi jaket tim Scweiden Adlers. Rambutnya sedikit basah oleh keringat dan raut letih menghiasi wajahnya. Di sekitar mereka masih ramai oleh wartawan ,pemain liga lain, dan beberapa penonton yang turun sehingga menimbulkan bisik-bisik penasaran saat melihat interaksi Kageyama bersaudara itu.
"Yang penting kan hadiahnya diberikan langsung."
Ya, Tobio masih sama dengan sifat cueknya itu. Simple thinker. Begitulah adiknya.
"Kalau begitu, kubuka ya?"
Miwa pun membuka kotak berpita tersebut yang ternyata isinya kalung dan dua buah jepitan rambut. Kalung tersebut berwarna silver dengan liontin berbentuk bola voli berwarna senada dan terdapat ukiran huruf 'M' di tengah-tengahnya. Lalu, jepitan rambut berwarna hitam dengan ornamen bunga-bunga kecil, yang satu berwarna biru tua dan satunya lagi berwarna kuning. Miwa tersenyum, adiknya ini memang tidak bisa terlepas dari voli sampai-sampai memberi hadiah yang ada unsur volinya.
"Ya, ampun Tobio. Ternyata kamu bisa manis seperti ini. Terima kasih."
Tobio menatap kakaknya yang begitu berbinar-binar tanpa melunturkan senyuman saat melihat isi dari kotak hadiah pemberiannya. Dalam hati, Tobio berterimakasih sekali lagi kepada salah satu seniornya dalam tim, Nicollas Romero, yang telah membantunya memilihkan hadiah untuk kakaknya mengingat ia sangat payah dalam soal begituan. Sebenarnya, jika saja beberapa hari yang lalu, saat istirahat latihan, para rekan setimnya tidak membicarakan topik keluarga, mungkin Tobio tidak akan diingatkan hari ulang tahun kakaknya. Untung saja Tobio langsung ingat dan segera membeli hadiah. Lihatlah, kakaknya benar-benar senang. Tobio tersenyum tipis melihatnya.
"Mau kubantu pakaikan?"
"Eh?"
Miwa mendongak, menatap tak percaya adiknya.
"Astaga, kau benar-benar sudah dewasa, ya, sampai bisa bersikap manis seperti ini! Tapi, jika kau melakukan hal itu, bisa-bisa aku dikira kekasihmu tahu!"
Miwa terkekeh sambil meninju pelan bahu adiknya. Ia benar-benar tak habis pikir.
"Kekasih? Tapi, kan kau kakakku. Wajah kita juga mirip. Kurasa mana mungkin ada yang mengganggap kita sepasang kekasih."
"Hah, ya sudah. Kalau begitu tolong pakaikan. Sekalian jepit rambutnya, dua-duanya."
Miwa meniru sikap cuek sang adik. Ia menyerahkan kalung tersebut kepada Tobio. Pemuda itu pun menerimanya lalu memajukan sedikit tubuhnya, memakaikan kalung tersebut di leher sang kakak. Miwa terus tersenyum. Pemandangan antara Kageyama bersaudara itu menimbulkan bisik-bisik penasaran.
"Apakah wanita itu adalah kekasih Kageyama Tobio?"
"Rasanya aku pernah melihat wanita itu, tapi di mana ya?"
"Hei, wanita itu adalah Kageyama Miwa, kakak kandung Kageyama Tobio!"
"Ah, iya. Kita kan pernah meliputnya. Kakaknya itu seorang hairstylist, ya?"
"Kakaknya cantik sekali, wajar saja jika adiknya tampan."
"Astaga, mereka benar-benar kakak adik? Interaksi mereka manis sekali!"
"Persaudaraan yang menghangatkan hati. Bikin iri saja."
Tobio telah selesai memasang kalungnya. Lalu, beralih ke jepitan rambut yang ada di kotak.
"Di mana aku bisa memasangnya?"
"Ini, di sini. Sampirkan dulu rambutku-ya, ya, seperti itu."
Kedua jepitan telah terpasang. Tobio memundurkan tubuhnya, menatap kakaknya yang kini memegang liontin kalungnya lalu beralih meraba jepitan rambut yang terpasang sambil tersenyum.
"Bagaimana penampilanku, Tobio?"
"Neesan terlihat cantik."
Tobio tersenyum tipis sambil menatap kakaknya. Kemudian, tangan Miwa terulur. Ia menepuk-nepuk pelan kepala Tobio lalu mengacak-acak rambutnya lembut sambil tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
"Arigatou Tobio! Kamu memang adik terbaik!"
Iris Tobio sedikit melebar saat mendapati suara kakaknya yang bergetar dan air mata mengalir di pipi kanannya. Tak lama, Tobio pun tersenyum. Ia pun menahan tangan sang kakak agar mengusap-usap rambutnya lebih lama membuat Miwa sedikit terkejut lalu terkekeh.
"Dasar adik manja!"
Tobio hanya memejamkan mata, menikmati perlakuan sang kakak tanpa melunturkan senyuman yang jarang dilihat oleh rekan-rekannya. Bagi Tobio, tepukan di kepala dan elusan di rambut adalah hal terfavoritnya setelah voli dan susu kotak. Tepukan kepala dan elusan rambut terbaik peringkat pertama adalah dari mendiang kakeknya, Kageyama Kazuyo. Lalu, yang kedua adalah dari kakaknya, Kageyama Miwa. Mungkin karena Tobio lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka sehingga orang tuanya mendapat peringkat tiga.
Sudah lama ia tidak merasakan sensasi seperti ini. Kapan terakhir kali kakaknya mengelus kepalanya seperti ini? Entahlah, yang jelas elusan kepala dari kakaknya ini membuat mood-nya lima kali jauh lebih baik. Mungkin, inilah yang disebut kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya.
"Untuk tawaran makan malam dari neesan, besok aku luang. Mungkin kita bisa makan bersama dengan tousan dan kaasan. Sudah lama kita tidak bertemu dengan mereka."
"Ya, tentu. Mungkin mereka akan mulai membicarakan pernikahanmu."
"Bukannya yang seharusnya menikah duluan itu kakak, ya?"
Ya, begitulah. Pada akhirnya anggapan Miwa akan jarak yang terbentang antara dirinya dengan Tobio hanya anggapan sepihak.
Tobio masih menganggapnya seorang kakak yang ia hormati dan harus ia pedulikan. Begitu juga Tobio yang masih menganggap dirinya seorang adik kecil yang ingin dimanja dan diperhatikan oleh kakaknya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
kenapa gen kageyama itu harus good looking? kakaknya cantik, adiknya ganteng, :'(
hei reader, yuk ucapkan terima kasih ke Furudate-sensei. Caranya, buka akun ig @infohaikyuu
tampilannya seperti ini
yang tertarik, monggo buka akunnya. Ngomong-ngomong saya bukan adminnya ya :v
saya pure ingin berbagi informasi aja, tidak ada udang dibalik batu :v
cek ig nya kalo tertarik ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top