Akaashi Keiji ➵ Hope
Akaashi Keiji tak akan membiarkan harapan di dalam hatinya lenyap. Akaashi masih terus percaya bahwa suatu hari nanti ... Akaashi (Name) akan terbangun lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
Haikyuu!! Fanfiction
Haikyuu!! © Haruichi Furudate
Hope © laughinapril_
Akaashi Keiji x (Fullname)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading!
"Akaashi, setelah ini kau akan ke rumah sakit?"
"Ya."
"Jangan sampai ketiduran di sana. Jika lelah, langsung pulang."
"Ya."
Begitulah. Sudah berkali-kali Konoha mengucapkan kalimat yang sama dan berkali-kali pula Akaashi menjawab dengan kata yang sama setiap jam kerja usai.
Namun, Akaashi berkali-kali pula mengabaikan perintah Senpainya saat SMA dulu itu. Ia pasti ketiduran hingga pagi di rumah sakit. Pulang hanya mandi dan sarapan lalu berangkat kerja lagi.
Kasur di rumahnya jarang ia sentuh. Paling sekali atau dua kali dalam seminggu, itu pun akhir pekan. Sisanya ia habiskan waktu di rumah sakit. Di ruang di mana istrinya berada. Di ruang di mana istrinya terbaring koma. Akaashi (Name).
Masih segar di ingatan Akaashi. Saat itu adalah anniversary pernikahannya yang kelima. Saat itu Akaashi sedang sibuk-sibuknya menjadi editor manga, mengerjakan projek manga populer. Di siang itu, istrinya, (Name), datang membawa makan siang dan bermaksud memberi kejutan. Saat itu mood Akaashi sedang tidak baik, ia lelah dan terdapat sedikit masalah dengan projeknya. Alhasil Akaashi meluapkan emosinya kepada (Name) dan mengusirnya.
Itu adalah pertama kalinya Akaashi marah dengan membesarkan suaranya. Selama ini ia selalu diam jika marah dan tak pernah meluapkannya. Hari itu, seolah-olah semua yang ia pendam meluap begitu saja dan ia meluapkannya kepada (Name).
Setiap perempuan yang diperlakukan seperti itu pastinya langsung marah balik atau menangis. Tetapi, tidak dengan (Name). Wanita itu hanya tersenyum. Sebuah senyuman lembut dan tulus sambil berkata bahwa ia akan menunggu Akaashi di rumah. Selepas itu, istrinya pun pulang.
Tapi, Akaashi tak pernah mengira bahwa itu adalah terakhir kalinya ia bisa melihat senyuman itu. Bus yang ditumpangi istrinya kecelakaan parah. Beberapa penumpang tewas dan lainnya luka-luka. Istrinya mengalami benturan yang sangat keras di kepala sehingga ia pun mengalami koma.
Sudah dua tahun sejak kecelakaan itu. Sudah dua tahun juga istrinya koma. Selama itu Akaashi dipenuhi perasaan menyesal kepada istrinya. Selama itu pula Akaashi terus bertahan dan selalu berharap bahwa istrinya akan terbangun lagi. Harapan itu tak akan ia biarkan sirna.
"Akaashi, aku duluan." Konoha berucap sambil mencangklengkan tasnya di lengan lalu berjalan keluar ruangan.
Akaashi yang masih membereskan barang-barangnya hanya bergumam sebagai balasan.
Konoha yang sudah diambang pintu menghentikan langkahnya. Lalu, ia melirik ke Akaashi yang sedang memasukkan barang-barangnya ke tas.
Konoha tahu bahwa perkataannya tadi hanya dianggap angin lalu oleh Akaashi. Ia tahu itu, tapi ia tak pernah bosan mengucapkannya. Bukan karena iba atau basa-basi sok perhatian. Konoha ingin agar pria itu tetap bertahan.
Di luar Akaashi selalu menunjukkan wajah tenang dan perkataan singkat khas dirinya menandakan ia baik-baik saja. Ia adalah Akaashi seperti biasanya. Namun, Konoha tahu bahwa di 'dalam'nya, Akaashi tidak baik-baik saja. Menunggu istri yang sedang koma dan tak tahu apakah akan bangun atau tidak itu ..... menyakitkan. Apalagi ini sudah dua tahun lamanya. Entah sampai berapa lama lagi Akaashi harus menunggu, Konoha tidak tahu.
Maka dari itu, sebagai senpai, sebagai teman yang sudah mengenal lama Akaashi, Konoha hanya bisa mengucapkan dua kalimat itu setiap pulang kerja. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Sisanya berdoa agar Akaashi mampu bertahan.
*********
"Aku pulang, (Name)."
Akaashi masuk ke dalam ruangan istrinya lalu menutup pintu. Ia pun meletakkan tasnya di sofa yang ada di ruangan itu lalu duduk di kursi samping ranjang istrinya.
Tak ada jawaban. Yang ada hanyalah suara EKG yang menggema di ruangan. Akaashi menatap lekat istrinya yang tubuhnya dipasangi berbagai alat medis. Alat bantu pernapasan menghiasi wajah ayu istrinya. Tangan kurus dan pucat yang salah satunya dipasangi infus. Surai hitam legam itu sudah panjang lagi.
Akaashi mengelus kening (Name) pelan lalu menyingkirkan beberapa helai rambutnya. Akaashi bangkit lalu mencium keningnya lama. Setelah itu ia duduk kembali lalu kedua tangannya mengangkat tangan (Name) yang terpasang infus di depan wajahnya. Akaashi mencium telapak tangan (Name) sambil menatap wajah terpejam istrinya. Setelah itu ia membiarkan tangan (Name) berada di depan wajahnya. Salah satu ibu jarinya mengelus jemari (Name) perlahan.
Rutinitas yang selalu ia lakukan setiap kali ke sini.
"(Name)..."
Akaashi berujar lirih sembari menatap wajah ayu sang istri.
"Aku masih di sini, di sampingmu. Masih berharap kau akan terbangun dan .... memaafkanku. Jadi, kumohon .... bangunlah.."
********
Suara bising memenuhi pendengaran Akaashi. Pria itu berusaha membuka mata, menyesuaikan cahaya yang masuk.
Pandangannya pun semakin jelas. Hal pertama yang dilihatnya adalah pagar pembatas satu langkah di depannya. Ia pun menatap sekitar. Ia kenal tempat ini. Dia berada di gymnasium SMA Fukurodani. Tempatnya berdiri adalah lantai atas yang digunakan untuk penonton.
Suara pantulan bola dan teriakan terdengar dari bawah. Akaashi pun melongok ke bawah dan menyentuh pagar pembatas, tetapi ia terkejut saat tangannya tembus begitu saja melewati pagar pembatas. Akaashi hampir kehilangan keseimbangan kemudian melangkah ke belakang. Ia pun menatap kedua tangannya yang terlihat tembus pandang. Akaashi pun menatap tubuhnya yang masih mengenakan pakaian kerja. Terlihat tembus pandang.
Akaashi bertanya-tanya. Apakah ini mimpi?
"Bokuto-san!"
Akaashi tersentak saat mendengar suara dirinya sendiri dari bawah. Ia pun mendekat ke pagar pembatas tanpa menyentuhnya lalu kepalanya sedikit melongok ke bawah.
Di bawah terdapat dirinya serta tim sedang latih tanding voli dengan SMA lain.
Akaashi mengerjap lalu ia menatap tangannya yang terlihat tembus pandang. Lalu beralih lagi ke dirinya versi muda yang sedang berpeluh di bawah sana.
Apa ini? Apakah ini sebuah mimpi?
Tapi, Akaashi ingat latih tanding ini saat pertengahan semester tahun pertama SMA-nya. Tentu saja ingat karena pada latih tanding ini ia menemukan kelemahan no. 6 dari sang ace Fukurodani, Bokuto Koutarou.
Apakah ini kilas balik masa lalu?
Akaashi masih menatap lamat dirinya versi muda yang sedang fokus terhadap pertandingan. Kemudian Akaashi mendengar suara yang sangat ia kenal.
"Ayo, Rena-chan! Pertandingannya sudah dimulai!"
Akaashi sontak menoleh ke arah pintu masuk gym yang berada di lantai atas. Seorang gadis bersurai hitam legam model pony tail mengenakan seragam Fukurodani dan tas diapit di lengan, melangkah masuk langsung ke pagar pembatas. Kedua tangan gadis itu menggenggam pinggiran pembatas dan netra kecoklatan itu berbinar-binar saat melihat ke bawah. Tak lupa senyuman lebar yang menghiasi wajah cantiknya.
Akaashi membatu. Gadis itu (Name). Akaashi masih ingat penampilan (Name) saat masih SMA, pony tail menjadi ciri khas gadis itu.
Senyuman itu, netra kecoklatan yang berbinar itu, Akaashi bisa melihatnya lagi. Pria itu bergetar, rasa sesak rindu menyeruak di dadanya. Ia pun mendekat ke arah (Name). Tangannya berusaha meraih gadis itu. Namun, Akaashi tersadar, tubuhnya tembus pandang sehingga ia tak bisa menyentuh (Name).
Langkah Akaashi terhenti saat jaraknya satu langkah dengan (Name). Begitu juga tangannya terhenti di udara. Matanya nanar menatap (Name) yang terfokus ke bawah, menonton pertandingan.
Akaashi berdiri di samping (Name) yang arah tubunnya ke depan. Pria itu hanya bisa melihat sebelah wajah (Name).
"Aduh, (Name), semangat banget, sih! Akaashi-mu tak akan kemana-mana tahu."
Akaashi menoleh ke gadis berpenampilan sama dengan (Name), surainya hitam legam shortcut dengan poni rata. Netra violet itu terlihat berkilauan. Ayazaka Rena, sahabat (Name) sejak SMA hingga saat ini. Ayazaka sering menjenguk (Name) selama dua tahun ini.
Ayazaka versi SMA berjalan ke sisi lain tempat (Name) berdiri sehingga posisi Akaashi tidak tersingkirkan.
Akaashi tertegun saat mendengar perkataan Ayazaka. 'Akaashi-mu'?
"Jangan keras-keras Rena-chan! Nanti kalo ada yang denger gimana?!" (Name) mendesis panik sambil menempelkan telunjuknya di bibirnya. Ayazaka hanya terkekeh.
"Tapi, aku masih gak nyangka, lho kamu ngefans sama Akaashi. Aku pikir kamu bakal ngefans sama Bokuto senpai secara kepribadian kalian hampir sama. Hyper plus berisik!"
Akaashi lagi-lagi tertegun. (Name) ngefans padanya sejak tahun pertama SMA? (Name) sama sekali belum pernah cerita. Ayazaka juga. Akaashi pertama kali bertemu dengan (Name) saat tahun pertama kuliah. Saat itu hanya mereka yang berasal dari Fukurodani di jurusan yang mereka pilih. Saat itu (Name) langsung mengenalinya karena saat SMA Akaashi sangat populer, satu sekolah tahu nama dan wajahnya, sedangkan Akaashi baru tahu kalau mereka berasal dari sekolah yang sama. Tingkah (Name) saat itu benar-benar biasa. Tidak menunjukkan ketertarikan. Akaashi kira itu adalah awal kisah mereka.
Tapi, ternyata (Name) ada ketertarikan padanya sejak tahun pertama SMA. Kenapa wanita itu tak pernah cerita?
"Karena aku hyper plus berisik, makanya aku tertarik pada Akaashi."
"Hah? Kok, bisa?"
"Hmm ... gimana ya jelasinnya? Ah, kan Akaashi tuh orangnya tenang dan kalem. Bahkan dalam pertandingan yang .... 'Woah!!' sekalipun ia masih bisa tenang. Padahal aku yang menonton saja sudah heboh sendiri apalagi ikut bermain."
"Karena sifatnya seperti itulah yang membuatnya terlihat keren! Aku kagum dengannya dan mungkin juga .... tertarik? Ah, entahlah. Intinya seperti itu."
(Name) tersenyum dengan rona tipis di pipinya. Akaashi merasa seperti ada kupu-kupu yang menggelitik dadanya. Lalu, pria itu terkekeh, sudah lama ia tidak merasakan ini. Akaashi pun diam, memutuskan untuk menyimak percakapan mereka. Sepertinya ini memang kilas balik masa lalu dengan sudut pandang (Name).
"Hee~ jadi kamu udah suka sama Akaashi? Bukan sekedar ngefans lagi?" goda Ayazaka sambil menunjuk-nunjuk hidung (Name) membuat yang bersangkutan menukikkan alis.
"Y-Ya begitulah, hei hentikan itu!"
"Haha! Hah ... tapi benar, sih. Akaashi itu orangnya pendiam dan tenang. Aku penasaran, apakah ia pernah marah sebelumnya?"
"Hmm ... entah, aku tidak tahu. Tapi, sejauh ini belum pernah ada yang melihat Akaashi marah."
"Begitu, ya. Aku pernah baca thread-thread di twitter soal kepribadian. Katanya marahnya orang pendiam itu menyeramkan."
"Masa, sih?"
"Iya, aku sudah membuktikannya. Ayahku orangnya pendiam, tapi suatu hari pernah beliau marah besar kepada kakak laki-lakiku karena sebuah masalah, aku lupa masalahnya apa. Saat aku melihat ayah marah seperti itu ... kowai yo! Kakakku bahkan sampai menangis."
"Hee, begitu. Jadi, seperti bom waktu gitu ya? Keseringan dipendam lalu memuncak dan 'duarr!'. Yah, setidaknya ayahmu mengungkapkan apa yang dirasakannya kan? Dengan begitu kamu bisa memahami ayahmu lebih baik lagi."
"Benar, sih. Tapi, tetap saja seram. Eh, (Name), misal ya, misal .... suatu hari nanti kamu menjadi pasangannya Akaashi..."
"Wah, kamu mendukungku? Terima kasih, lho!"
"Misal woy, misal! Ini cuma perumpamaan. Kayak Akaashi mau sama kamu aja.."
"Hm, iya, iya. Lanjut."
"Misalkan kamu jadi pasangan Akaashi. Nah, suatu hari kalian ada masalah dan Akaashi pun marah besar. Ia meluapkan segala emosinya ke kamu. Nah, apa yang akan kamu lakukan?"
Akaashi tertegun. Percakapan ini merujuk pada kejadian sebelum kecelakaan itu. Saat Akaashi marah-marah kepada (Name). Pria itu pun penasaran akan jawaban (Name).
(Name) nampak berpikir. Kemudian ia pun menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari lapangan di bawah,
"Tersenyum. Aku akan tersenyum!"
"Haah?!"
"Iya, aku akan tersenyum lalu pergi sambil mengatakan bahwa aku akan menunggunya hingga tenang lalu kita bicarakan lagi baik-baik. Daripada membalasnya dengan kemarahan dan tangisan, menurutku itu yang terbaik."
(Name) tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari lapangan, matanya menatap lekat Akaashi muda di bawah sana.
Walaupun, Akaashi melihatnya dari samping, tapi Akaashi tahu bahwa senyuman itu sama persis dengan senyuman yang ia lihat terakhir kali sebelum kecelakaan itu terjadi.
'Baiklah Keiji, maaf kalau aku mengganggumu. Aku akan menunggumu di rumah. Kalau begitu aku pulang dulu, ya!'
Dada Akaashi terasa sesak. Matanya menatap nanar (Name) versi SMA yang fokus menatap lapangan tanpa melunturkan senyuman.
Akaashi menunduk, bahunya bergetar. Ia pun berlutut sambil mencengkram dadanya. Akaashi menangis tanpa suara. Salah satu tangannya berusaha menggapai (Name). Namun, sia-sia. Akaashi tak bisa menyentuhnya.
"Kami-sama .... onegai ... biarkan aku mencintainya lebih lama lagi ... biarkan aku melihat senyumannya lebih lama lagi. Lama, lebih lama hingga tak ada waktu yang tersisa untukku. Karena itulah .... kumohon ... bangunkan (Name)!"
**********
Akaashi mengerjapkan matanya perlahan. Hal pertama yang dilihatnya adalah guratan kain dan pembatas ujung ranjang di ujung sana. Sepertinya ia ketiduran lagi di sebelah (Name). Tangan Akaashi terasa kesemutan karena dijadikan bantal semalaman. Lehernya nyeri karena Akaashi tidur dengan kepala menghadap samping. Punggungnya juga sakit akibat tidur dalam posisi duduk.
Akaashi menarik napas, mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Saat hendak bangkit, tiba-tiba...
Puk!
... sebuah tangan menepuk kepalanya pelan. Sontak Akaashi menegang. Di satu sisi ia berharap, tapi di sisi lain ia khawatir akan si pemilik tangan yang menepuk kepalanya.
Tangan Akaashi pun berusaha meraih tangan yang masih berada di kepalanya dan merabanya.
Tangan kurus yang dipasangi infus.
Mata Akaashi melebar, ia pun segera bangkit sambil menggenggam tangan itu.
Di hadapannya, (Name) masih terbaring. Namun, mata itu terbuka menampilkan netra kecoklatan yang berbinar. Di balik alat bantu pernapasan, sebuah senyuman mengukir wajahnya. Senyuman yang sangat ia rindukan.
Akaashi berkaca-kaca. Dadanya sesak, ia tak menyangka hari ini akan datang.
"Ohayou .... Keiji"
Dewa masih menginginkan kelanjutan kisah mereka
Fin
Author's note:
Bablas 2K teroos 😑
Hope you like it guys 😉
Jika kalian menyukai cerita ini, silakan vote and comment sebagai bentuk dukungan kalian. HANYA JIKA kalian menyukainya.
Have a nice day 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top