Wedding
"Lo bisa enggak, duduk sebentar, kita ngobrolin konsepnya?" tanya Dirga kepada Aurora saat gadis itu ingin pergi di tengah perdebatan mereka. "Sebulan lagi acaranya," sambung Dirga.
"Ih, kalian udah mau nikah masih aja lo-gue. Didengar enggak enak tahu!" protes Suci yang duduk di antara mereka.
Dirga dan Aurora saling menatap.
"Ck, entar juga terbiasa," bantah Dirga cuek.
"Justru itu, karena kebiasaan kalian kelewatan. Coba ganti aku-kamu," ujar Suci menatap Dirga dan Aurora bergantian.
"Mmm ... kamu mau konsepnya gimana?" tanya Aurora terkesan kaku.
"Terserah kamu," jawab Dirga juga merasa aneh.
Suci mengulum bibir, menahan tawa. Memang terdengar aneh, tetapi itu akan terbiasa nanti.
"Terus ini gimana kelanjutan konsep kalian? Aurora minta yang biasa saja, kamu minta pesta pedang pora. Kakak bingung," tukas Suci tampak sedikit kesal kepada Dirga.
"Setelah dipikir-pikir, aku pengin bikin pesta pedang pora, Kak. Sekali seumur hidup, enggak semua orang bisa menyelenggarakannya, kan?"
"Huft, kenapa enggak bilang sejak awal sih. Persiapan satu bulan cukup buat mereka latihan?"
"Insyaallah cukup, Kak. Seingatku, dulu di kampus sudah ada tim yang memang disiapkan untuk acara pedang pora untuk pernikahan alumnus kampus. Jadi, kayaknya enggak masalah deh."
"Gimana, Aurora? Kamu setuju sama rencana Dirga?" tanya Suci sebagai owner WO Setia Hati.
"Kalau itu mau dia, aku ngikut aja, Kak."
"Oke deh, kalau gitu besok kamu hubungi tim pedang poranya," ujar Suci terpaksa mengubah konsep pernikahannya dari rencana awal.
"Oke," sahut Dirga sedikit melegakan perasaan Suci. Sebelum acara selesai diselenggarakan, Suci tidak akan tenang.
Ini sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai jasa menyelenggara pernikahan. Suci akan melakukan semuanya dengan sangat baik dan diusahakan minim kekurangan. Dia termasuk wanita yang suka hal sempurna, tetapi Suci sadar, kesempurnaan hanya milik Allah, dia hanya dapat bekerja dan berusaha semaksimal mungkin.
"Ya sudah kalau gitu. Ini sisa undangan ada sekitar 500, sengaja aku enggak kasih nama. Kalian bebas mau ngundang teman atau siapa pun yang kalian harapkan datang." Suci menaruh paper bag berisi undangan ke meja.
"Makasih, Kak," ucap Aurora.
"Sama-sama, Ra," jawab Suci dengan senyum manisnya.
***
Hari bersejarah itu pun tiba, di ballroom hotel yang disewa sudah penuh undangan dari pihak keluarga dan teman-teman kedua mempelai.
Pagi tadi pukul 08.00 WIB diadakan ijab kabul dan malam ini waktunya berpesta. Tak sedetik pun senyum memudar di bibir Rosita dan Vera. Samsul dengan bangga memuji sepasang pengantin yang justru merasa bosan di ruang yang luas dan dihias sedemikian itu.
Andai kamu yang di sampingku, mungkin saat ini aku sangat bahagia, Li. Sayangnya bukan kamu, dia orang lain yang sangat aku usahakan menerimanya ke dalam hidupku. Sulit bagiku untuk mengerti takdir-Nya, entah apa yang sedang Tuhan rencanakan untukku. Kenapa wanita ini? Dirga membatin sambil menatap para undangan yang berdiri di tengah ballroom turut memeriahkan acara malam itu.
Aurora mengenakan dress putih panjang dan ramping, membentuk lekuk tubuhnya, elegan, tetap membuatnya nyaman serta bebas bergerak tanpa mengurangi keanggunannya itu menoleh ke samping, mengamati lekuk wajah pria yang sudah menjadi suaminya.
Apa yang sedang dia pikirkan? Apa dia menyesal? Aurora takut Dirga menikahinya karena terpaksa atau hanya ingin melindunginya saja.
"Ga." Suci mendekati mempelai yang masih berdiri di pelaminan. Dengan perutnya yang besar dia masih lincah mengatur acara hingga terlihat baik.
"Jangan cape-cape, Kak. Duduk saja, slow," ucap Dirga sebenarnya sangat mengkhawatirkan kondisi Suci yang sedang hamil tua.
"Kalau aku cape, pasti istirahat," sahut Suci sambil merapikan hiasan di kepala Aurora yang sedikit miring. "Kamu tenang saja," lanjut Suci kali ini menatap Dirga sambil tersenyum manis, ingin memastikan dan melegakan perasaan adiknya. "Oh, iya, ajak Aurora turun. Sapa tamu-tamu, teman-teman kalian udah pada datang tuh."
Suci cantik mengenakan dress ungu muda, panjang di bawah lutut, bagian perutnya longgar. Ungu merupakan warna favorit Aurora. Menjadi pilihan warna seragam yang dikenakan keluarga besarnya dan keluarga besar Dirga.
Ketika Dirga berjalan lebih dulu meninggalkan Aurora, dengan cepat Suci menahan lengannya, hingga membuat Dirga terhuyung ke belakang.
"Kenapa sih, Kak?" sungut Dirga sambil menatap Suci sedikit kesal.
"Kamu mau ninggalin istrimu gitu aja?"
Dirga lalu menatap Aurora yang ternyata sedang menatapnya juga. Dari tatapan itu tak berarti bagi Dirga. Namun, bagi Aurora sangat mendalam. Debaran jantungnya tak terkontrol, Aurora mulai menyadari bahwa dia telah jatuh cinta kepada suaminya. Yang masih menjadi pertanyaan Aurora, apakah Dirga juga memiliki perasaan yang sama dengannya?
"Ck, malah kayak film India, pakai acara saling pandang segala," gerutu Suci lirih lalu menarik pelan tangan Aurora dan diselipkan di lengan Dirga. "Dah, sana kalian turun," ujar Suci.
Mereka akhirnya turun dan menyapa para tamu yang hadir, terutama teman-teman mereka.
Sepasang mata menyipit, menatap Aurora dengan seringaian yang menakutkan. Hatinya bercampur aduk, marah, iri, benci, dan sedih. Di depan pintu masuk terdapat foto pre-wedding pengantin. Dalam foto itu Dirga dan Aurora mengenakan seragam dinas harian kebanggaan perusahaan mereka, saling peluk dengan tatapan mesra.

Sengaja Tiara berjalan sok anggun melewati foto itu dan menyenggolnya hingga jatuh dan pecah. Beberapa orang di sekitarnya langsung menoleh, untungnya yang di dalam gedung tak mendengar karena lantunan musik dari band menguasai ruangan itu.
Panitia acara yang berjaga di depan pintu masuk langsung melaporkan kejadian itu kepada Suci melalui HT. Di tengah kegembiraan acara, Suci mengecek situasi di depan pintu masuk. Mereka segera membersihkan pecahan kacanya lalu mengganti dengan cadangan. Untung saja Suci memikirkan semunya dengan baik.
Sekarang terpasang foto Aurora mengenakan dress putih panjang sambil menggandeng tangan Dirga yang mengenakan tuxedo abu-abu, seolah berjalan di tengah taman. Posisi kepala Aurora sedikit menoleh ke belakang dan Dirga menolehnya. Terkesan romantis.

"Ga, bisa enggak kita duduk bentar? Aku cape," rengek Aurora manja sambil membisiki Dirga saat mereka selesai mengobrol dengan teman Samsul.
Sejak Suci tegur waktu itu, kini mereka menggunakan aku-kamu saat berkomunikasi. Hal itu menjadi terbiasa dan tidak kaku lagi.
Dirga menyapu pandangannya ke seluruh penjuru, mencari kursi kosong agar Aurora bisa duduk.
"Kita ke sana yuk!" ajak Dirga menunjuk kursi dekat dengan meja prasmanan.
Sambil tersenyum menyapa tamu mereka berjalan ke arah kursi itu. Setelah sampai, Aurora duduk sedangkan Dirga berdiri di sebelahnya. Dirga melihat kaki Aurora sedikit bengkak, dia jongkok di depan Aurora. Hal itu membuat Aurora terkejut dan terkesima ketika Dirga melonggarkan tali high heels di pergelangan kakinya.
Ya Allah, aku semakin takut kehilangan dia. Segala hal dalam dirinya; perhatiannya, sayangnya kepada keluarga, kebaikannya, dan sikapnya yang selalu peka meskipun cuek. Aurora sejenak melamun memerhatikan Dirga yang tak malu melakukan itu, padahal banyak pasang mata yang melihatnya.
"Entar selesai acara rendam di air hangat," ujar Dirga sambil berdiri tegak.
"Iya," sahut Aurora. Pandangannya masih setiap menatap Dirga yang bersikap tenang dan santai. Aku enggak bisa membaca pikiranmu, apa yang sebenarnya sedang kamu pikirkan saat ini, Ga? Apakah Lili? Atau masa depan kita?
Pikiran aneh mulai merasuki Aurora. Dari hal positif sampai kecurigaan yang tak bertuan.
Dirga melihat Tiara mendekati mereka, dia langsung memasang badan untuk melindungi Aurora.
"Selamat," ucap Tiara mengulurkan tangan kepada Dirga.
"Terima kasih, Dok," ucap Dirga dengan wajah datar, tanpa senyum sedikit pun sambil menerima uluran tangan itu.
Berbeda dengan Dirga, justru Aurora menampakkan senyum lebar, seolah ingin memamerkan kepada Tiara bahwa dia lebih unggul karena sudah menjadi istri pria yang Tiara sukai sejak lama. Kira-kira seperti itu senyum Aurora yang Tiara artikan. Padahal senyum Aurora itu wajar, dia hanya ingin menyapa Tiara dengan baik sebagai tamu undangannya.
"Silakan Dokter Tiara, dicicipi kuenya," ujar Aurora ingin menjamu tamunya dengan baik
"Oh, enggak usah, makasih. Saya sedang mengurangi makan yang manis," jawab Tiara sinis meski dengan senyuman tipis.
Perasaan Aurora terganggu dengan ucapan Tiara itu. Apakah itu artinya dia menolak tawarannya atau memang dia sedang memerhatikan kesehatannya? Entahlah, hanya saja perasaan Aurora sedikit tersinggung.
Mengetahui ketidaknyamanan situasi istrinya, Dirga langsung menggandeng Aurora menjauhi Tiara.
"Lihat saja, berapa umur pernikahan kalian. Aku tidak akan membiarkannya lama," ucap Tiara melirik Aurora dan Dirga yang sekarang sedang menyapa Aditya. Dia baru saja datang bersama istrinya.
"Semoga langgeng, pernikahannya selalu terjaga sampai maut memisahkan, dan cepet dikasih momongan," ucap Aditya mendoakan mereka tulus.
"Makasih, Kap," ucap Aurora.
"Aamiin," sahut Dirga. "Kalian kapan nih punya momongan?" tanya Dirga setengah menggoda Aditya dan istrinya.
"Sabar dong, Bro. Allah belum kasih, entar kalau sudah waktunya pasti juga lo dapat kabar baik," jawab Aditya meninju pelan bahu Dirga.
"Aamiin, aamiin, aamiin, semoga secepatnya," ujar Dirga sebagai doa terbaik untuk sahabatnya itu.
Musik band berhenti, MC mengumumkan sudah waktunya acara dansa. Rosita dan Samsul mengawali acara tersebut. Disusul Suci dan suami, karena melihat Dirga dan Aurora hanya mematung di sebelah Aditya, Suci melambai agar mereka ikut. Namun, Aurora menggeleng sambil tersenyum, dia malu.
"Udah sana, ini acara kalian. Apa perlu gue contohin?" ujar Aditya mendorong bahu kanan Dirga.
"Enggak ah! Enggak biasa," tolak Dirga karena memang dia tak biasa melakukannya, sejak dulu.
"Ya sudah, gue aja kalau gitu." Aditya mengajak istrinya turun ke lantai dansa.
Vera mendekati Dirga dan Aurora, lalu bertanya, "Kalian enggak mau turun ke sana?"
"Kami nemenin Mama aja di sini," sahut Aurora menolak secara halus.
Namun, tangan seseorang terjulur di depan Vera. Dirga dan Aurora langsung menoleh ke pemilik tangan itu. Termasuk Vera, dia terkejut mendapati pria dewasa berkacamata dengan kumis tipisnya.
"Mau dansa denganku?" tawar pria itu.
Bukannya menjawab, Vera malah terkekeh sambil menutup mulut. Dirga dan Aurora saling menatap bingung.
#####
Hiyaaaak, ahaaaai. Siapa dia? Hahahaha
Agak slow, ya? Soalnya aku masih sibuk edit naskah yang mau terbit ulang. Maafkan akuuuuu, yaaa? Tapi tetap aku usahain nyicil ngetik kok.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top