Rencana Tiara

Ketika di rumah sakit kemarin malam, Dirga tak mau membahas tentang Lili. Setiap Aurora tanya, pasti Dirga mengalihkan topik pembicaraan.

Siang ini Dirga akan berangkat dinas. Sedangkan Aurora masih cuti. Kejadian yang dialami Aurora kemarin menjadi buah bibir di lingkungan bandara. Ada pro dan kontra itu pasti.

Namun, Dirga tak mengacuhkannya. Walaupun namanya ikut terseret dalam gosip-gosip yang beredar.

"Selamat pagi, Kap," sapa Tiara ketika berpapasan dengan Dirga di lobi bandara.

"Iya, pagi," jawab Dirga datar, seperti biasa.

"Mmm ... Kap," panggil Tiara memberanikan diri ketika Dirga ingin masuk ke bandara.

"Ada apa, Dok?" tanya Dirga berhenti dan menoleh.

"Boleh kita bicara sebentar?" Tiara menahan debaran jantungnya yang tak terkontrol.

"Soal apa?"

"Kejadian kemarin."

"Oh, itu? Saya buru-buru, Dok. Bisa tanya lewat WA saja nanti, ya?"

Tanpa menunggu jawaban Tiara, pria bertubuh tegap itu pergi berlalu dan cuek. Tiara mengentakan kaki ke lantai, dia sebal diperlakukan Dirga begitu.

"Jadi, cewek itu yang sekarang sedang dekat sama kamu. Awas saja," gumam Tiara dongkol.

Saking sebalnya, sekilas dia memiliki rencana jahat untuk Aurora.

***

Hari ini Vera sudah pulang ke rumah. Rosita menemaninya, dia menginap di rumah Vera, sementara meninggalkan Samsul di rumah sendiri. Meskipun sudah ada Aurora, rasanya belum tega melepaskan Vera yang masih masa pemulihan.

"Ros, maaf, ya, udah ngerepotin kamu," ucap Vera tak enak hati.

"Aku merasa enggak direpotkan. Yang penting sekarang kamu pulih, terus bisa beraktivitas seperti biasa, ya?" ujar Rosita tersenyum tulus.

Vera yang berbaring di tempat tidur mengangguk.

Tuk, tuk, tuk.

Pintu yang terbuka setengah terketuk, Vera dan Rosita langsung menoleh. Ternyata Aurora membawa penampan berisi sarapan untuk Vera.

"Maaf ganggu, Tan, Ma," ucap Aurora saat berjalan masuk ke kamar.

"Enggak kok, Ra," sahut Rosita sambil tersenyum manis. "Kamu bikin bubur sendiri?" tanya Rosita setelah Aurora meletakkan penampan itu di meja kecil sebelah tempat tidur Vera.

"Iya, Tan."

"Wah, pinter sekali. Udah cantik, pinter masak juga. Pasti Dirga bahagia punya istri seperti kamu," puji Rosita membuat pipi Aurora merah.

"Ah, Tante bisa aja," elak Aurora menutupi salah tingkahnya karena tersipu.

"Biarpun jarang ke dapur, aslinya dia bisa masak kok, Ros. Cuma malesnya itu loh," sahut Vera sambil melirik Aurora.

"Aurora enggak malas, Ma. Cuma Mama setiap mau dibantu bilangnya, 'Udah, kamu ke sana aja. Bukannya bantu malah ngerecokin.'" Aurora menirukan Vera saat berbicara seperti itu.

Gelak tawa Rosita pecah, Vera ingin rasanya tertawa, hanya saja dia masih sedikit lemas. Jadi, Vera hanya tersenyum lebar sambil menggeleng.

"Bi Nah datang, kan?" tanya Vera.

"Setiap hari datang katanya. Tuh, lagi cuci alat yang aku pakai masak tadi," jawab Aurora.

"Ver, kenapa enggak suruh Bi Nah nginep aja sih? Kan, bisa nemenin kamu kalau Aurora lagi kerja," usul Rosita.

"Maunya gitu, Ros. Tapi, gimana dengan keluarganya? Dia masih punya anak SMA, cucunya juga tinggal sama dia."

"Loh, emang anaknya ke mana? Kok cucunya ikut dia?"

"Mantunya kerja jadi TKW di Malaysia. Sedangkan anaknya, kerja di pabrik."

"Mantunya yang cewek?"

"Iya, Ros."

"Owalah, kasihan juga kalau suruh nginep, malah repot, ya? Hmmm ... kalau enggak, kita cari satpam saja gimana, yang bisa jagain rumah sekalian kamu, Ver."

"Iya, besok aku cari, Ros."

Setelah kejadian itu pasti Vera akan lebih ketat menjaga Aurora.

"Ya sudah, Mama sekarang makan, terus nanti minum obat," ujar Aurora mengangkat mangkuk berisi bubur yang tadi dia bawa.

Sangat telaten dan sabar Aurora menyuapi Vera. Melihat hal itu, Rosita percaya bahwa Aurora penyayang keluarga, seperti Dirga. Dia tak khawatir jika nanti Aurora menikah dengan Dirga, mereka akan melupakan orang tuanya.

"Biarpun Dirga itu cuek, tapi aslinya penyayang keluarga loh, Ra," ujar Rosita saat Aurora menyuapi Vera.

"Masa sih, Tan? Tapi memang sikapnya dingin begitu, ya?"

"Dulu sih enggak terlalu, Ra. Kalau cuek sejak dulu, cuma sikapnya yang dingin, setelah kepergian Lili."

"Pacar Dirga yang kecelakaan itu, Tan?" tanya Aurora mumpung Rosita membahas tentang Lili, kesempatannya mengorek masa lalu Dirga bersama orang itu yang sejak kemarin penasaran dan mengganggu pikiran Aurora. Akhirnya dia beranikah bertanya, "Tan, Dirga cinta banget, ya, sama Lili?"

Rosita tersenyum lalu menyahut, "Nanti pasti dia juga bisa mencintai kamu, Ra."

"Lili orangnya seperti apa, Tan?"

"Dia gadis baik, manis, mandiri, enggak pernah neko-neko, setiap main ke rumah selalu masakin buat kami. Dia supel, pinter mengambil hati keluarga kami." Rosita menceritakan Lili dengan mata berkaca-kaca. Di dalam sudut hatinya paling dalam, dia sedih dan rindu kepada gadis yang hampir menjadi calon menantunya itu.

"Pantas Dirga belum bisa melupakan dia, ya, Tan?" Wajah Aurora berubah lesu.

"Hei, Ra, jangan sedih. Tante yakin, kalau nanti kalian sering bertemu, ngobrol, dan sudah tinggal satu rumah, cinta bisa tumbuh dengan sendirinya. Ingat kata-kata, 'Cinta hadir karena terbiasa.' Bukan begitu, Ver?" tanya Rosita meminta pendapat Vera.

"Iya, Ros, benar," timpal Vera menyetujuinya. "Kalau Mama perhatiin nih, ya, Ra, sebenarnya Dirga orangnya perhatian kok. Cuma ketutup sama sikap cueknya. Bener enggak, Ros?" ujar Vera berusaha meyakinkan Aurora bahwa Dirga layak untuknya.

"Bener banget itu, Ver. Sering bikin marah, tapi aslinya penurut. Emang modelnya kayak gitu, dibilangin memang bantah, tapi akhirnya nurut," papar Rosita menguatkan ucapan Vera tadi.

Setelah dipikir-pikir memang benar, selama ini Dirga seperti tak menggubris kalau diajak bicara, tetapi dia peka. Contohnya kemarin malam, Dirga cuek saat Aurora mengeluh lapar, tetapi nyatanya, diam-diam dia membelikannya makan.

"Tan, boleh tanya sesuatu?"

"Boleh. Mau tanya apa? Kalau bisa Tante jawab."

"Apa keluarga Lili masih berhubungan dengan kalian?"

"Alhamdulillah, silahturahmi kami masih terjalin baik. Kadang juga Dirga main ke rumah mereka, sekadar menjalin hubungan yang sudah baik."

Entah mengapa, seperti ada yang mencubit hati Aurora. Apa dia cemburu?

"Mereka dulu bagaimana, Tan? Bukankah Lili juga pramugari?"

"Yaaa, kalau ada jadwal lagi landing di kota yang sama, ketemuan. Kalau mereka lagi libur bareng, main. Kadang Dirga ke rumah Lili, kadang Lili yang ke rumah kami. Gitu aja sih."

"Kelihatannya Dirga masih belum move on dari Lili, Tan."

"Butuh waktu, Ra. Mungkin dengan kehadiran kamu, sedikit demi sedikit bisa menyita pikiran dan waktu Dirga, dengan begitu pelan-pelan dia akan melupakan Lili. Walaupun tidak mungkin lupa sepenuhnya, setidaknya kamu bisa menyita hidupnya. Kamu harus tahu ini, Dirga itu orangnya enggak mau dikendalikan, dari dulu seenaknya sendiri, tapi apa pun keputusan dia, kami mendukung dan mengarahkannya."

"Iya, Tan. Sekarang aku paham, kenapa dia selalu berbuat seenaknya. Ternyata memang sifatnya begitu, ya?"

Selesai menyuapi Vera, Aurora mengajak Rosita ke ruang makan. Sambil menyantap sarapan, Rosita bercerita banyak hal tentang Dirga kepada Aurora. Setidaknya dengan cerita-cerita itu, Aurora bisa mengenal Dirga.

***

Malam ini Dirga RON di Medan. Saat dia sedang menenagkan diri di balkon hotel, ponselnya mengusik. Dirga lalu melihat si penelepon.

"Halo, Apa, Dit?" sahut Dirga setelah menjawab panggilan dari Aditya.

"Ga, gue denger lo sama Aurora mau nikah? Serius?"

"Iya."

"Gila! Jadi gosip itu beneran?"

"Iya."

"Kenapa lo enggak pernah cerita sama gue sih, Ga. Lo sengaja mau nutup-nutupi hubungan lo sama Aurora?"

"Enggak, siapa yang nutup-nutupi?"

"Lo sahabat macam apa sih? Berita begini aja gue tahunya dari orang lain. Tega lo!"

"Terus gimana?"

"Harusnya gue tahunya dari lo langsung, Ga. Sejak kapan lo sama dia? Bukannya lo pernah bilang kalau dia keponakan nyokap lo?"

"Iya."

"Iya, iya mulu lo! Yang serius ah!"

"Gue udah serius."

"Lo bakalan nikahi sepupu lo dong, Ga?"

"Iya. Sepupu jauh."

"Kapan?"

"Bentar lagi lo juga dapat undangannya."

"Wuiiih, mantap jiwaaaa. Diem-diem sohib gue gercep juga. Terus Dokter Tiara gimana?"

"Gimana apanya?"

"Heleh, sudah jadi rahasia umum kalau dia suka sama lo."

"Gue enggak suka."

"Jadi, lo secara enggak langsung ngakui sukanya sama Aurora?"

"Enggak juga sih. Biasa aja."

"Terus, kenapa lo mau nikah sama dia?"

"Daripada gue jomlo terus."

"Itu bukan jawaban pintar, Ga. Lo dijodohin?"

"Mmm ... entahlah, Dit. Cuma nyokap sama bokap gue kayaknya sudah cocok sama Aurora."

"Lo sendiri gimana?"

"Gue kenapa?"

"Cocok juga enggak sama dia?"

"Gue mah gampang menyesuaikan, Dit. Cocok enggak cocok, urusan nanti."

"Eh, jangan gitu dong. Pernikahan itu sakral loh, Ga. Jangan main-main."

"Siapa juga yang main-main?"

"Lo udah yakin?"

"Belum sih. Hati gue masih dipenuhi Lili. Otak gue juga cuma ada Lili."

"Terus lo mau taruh di mana Aurora? Hm? Kalau semua cuma ada Lili."

"Nanti juga bisa menggeser Lili kalau dia bisa. Tergantung usaha dia aja. Bisa enggak menggantikan posisi Lili dan mengambil hati gue."

"Ck, kasihan dia dapat cowok kayak lo. Enggak adil kalau cuma dia yang berusaha."

"Iya, nanti gue juga usaha."

"Usaha apa?"

"Jagain dia, nafkahi, dan ...." Dirga menghentikan ucapannya. Apa bisa gue mencintainya?

"Dan apa woi!" sahut Aditya menyadarkan lamunan Dirga.

"Entar gue berusaha jadi suami yang baik."

"Bener, ya? Awas lo ingkar janji. Gue sebagai saksi, sampai lo macam-macam, gue turun tangan."

"Bawel lo!"

"Ya dah, Bro, gue mau persiapan lagi. Kabar-kabar kalau udah mendekati hari H. Biar gue bisa ambil libur."

"Iya. Hati-hati lo."

"Oke."

Aditya mengakhiri panggilannya. Dirga mengecek pesan masuk, dia menghiraukan pesan-pesan dari banyak cewek yang berusaha mendekatinya. Termasuk pesan Tiara yang sudah ada sejak kemarin, dia tak acuhkan pesan itu. Dirga membuka pesan dari Suci.

Ga, kamu sudah yakin mau menikahi Aurora?

Selama ini tempat ternyamannya curhat selain Aditya adalah Suci, kakak perempuannya yang paling mengerti dia. Jika curhat dengan Aditya ada beberapa hal yang Dirga tutupi, tetapi dengan Suci, dia bisa los, menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi.

Insyaallah, Kak. Aku yakin.

Kebetulan Suci malam ini online. Dirga melihat kakaknya sedang mengetik. Dirga menunggu balasannya.

Kalau memang itu pilihanmu, Kakak cuma minta, jaga perasaan dia, Ga. Jangan membahas Lili di depannya. Kakak yakin, biarpun kamu tidak membahas Lili, pasti dia sudah mendengar banyak cerita tentang kamu dan Lili di luar.

Iya, Kak. Aku juga enggak mau membahas Lili dengannya. Aku enggak mau mencampuradukkan masa lalu dan masa depan.

Bagus deh. Terus rencananya sampai mana?

Nunggu Tante Vera sembuh, baru nanti akan dibicarakan tanggalnya.

Mau dibuat resepsi?

Soal itu aku ngikut Mama aja, Kak.

Ya dah, besok Kakak tanya Mama. Terus kamu jadi beli mobil sport itu?

Kayaknya tunda dulu, Kak.

Iya deh, mana baiknya, Ga. Kakak cuma bisa mendoakanmu.

Iya, Kak. Makasih.

Ya sudah, aku mau tidur dulu. Hati-hati kamu, jaga diri baik-baik.

Iya, Kak.

Setelah itu Dirga meletakkan lagi ponselnya di meja. Dia merenung sambil menatap langit yang gelap tanpa bintang.

***

Di tempat berbeda, Tiara risau menunggu balasan pesan dari Dirga. Dia melihat Dirga sedang online. Namun, tak membalas pesannya, jangankan membalas, membuka saja tidak.

"Ih, kenapa sih susah sekali mendekati cowok ini," gerutu Tiara kesal.

Saking kesalnya, Tiara membuang ponselnya ke tempat tidur. Tiara gelisah mendengar gosip yang beredar bahwa Dirga sebentar lagi akan menikah dengan Aurora. Seperti cacing kepanasan, Tiara kebingungan.
Tiara mondar-mandir di depan tempat tidurnya.

"Aku yang lama berusaha mendekatinya. Kenapa orang baru itu yang malah akan dinikahi. Aku enggak terima. Awas saja kamu!" ujar Tiara sambil meremas-remas tangannya sendiri.

Dia merencanakan sesuatu untuk Aurora.

########

Kira-kira apa, yaaa? Hmmm ... jangan sampai deh nyakitin Aurora, bisa-bisa malah Dirga benci bukannya respek.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top