Malu Berujung Mau

Seminggu sebelum pemberangkatan, Aurora terkejut karena jadwal dia menggantikan salah satu pramugari yang akan dinas ke Amsterdam terkesan mendadak. Karena ini tugas, dia tetap menjalankannya. Selama penerbangan dia dan Dirga bersikap profesional. Berbicara seperlunya.

Setelah menempuh perjalanan 15 jam, akhirnya pukul 07.50 waktu setempat, pesawat landing. Lega rasanya bisa sampai tujuan dengan selamat.

Tujuan kru sekarang adalah hotel. Aurora dan teman-temannya berangkat ke Hotel Delta yang sudah perusahaan siapkan. Sampai di sana, Aurora bingung karena dirinya terpisah kamar dengan teman-temannya. Beberapa saat dia tak ambil pusing karena tubuhnya sudah lelah dan lengket ingin cepat mandi, Aurora pun segera masuk ke kamarnya dan membersihkan diri.

Keluar dari kamar mandi, Aurora melilitkan handuk di dada, panjang handuknya hanya sebatas paha. Sambil mengeringkan rambut panjangnya yang basah menggunakan handuk kecil, dia mencari baju ganti di koper. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Aurora terkejut dan menoleh. Dia memegang erat tanduknya yang melilit dada.

"Eh, ngapain kamu di sini?" tanya Aurora panik ketika Dirga masuk sambil menarik kopernya.

"Mau istirahatlah!" jawab Dirga singkat lalu duduk di tepi ranjang, melepas sepatu dan kaus kakinya.

Aurora mematung di tempat sambil menutup bagian dadanya dengan handuk kecil yang tadi dia gunakan untuk mengeringkan rambut.

"Kenapa masih di situ? Sengaja mau menggodaku, ya?" ujar Dirga melirik Aurora yang masih berdiri di depan meja sambil menutup dadanya dengan tangan menyilang. Dirga tersenyum tipis lalu melepas baju PDH-nya. "Kalau kamu menggodaku begitu, bisa-bisa imanku enggak kuat loh, Ra," ujar Dirga tersenyum simpul kepada Aurora.

"Enak aja! Siapa yang menggoda. Kamu ngapain di sini? Masuk kamar asal, bikin orang terkejut aja!" keluh Aurora kesal karena Dirga datang di saat tak tepat.

Untung tadi Aurora belum sempat membuka handuknya, bayangin jika tadi pas dia telanjang bulat, Dirga masuk, mau ditaruh mana mukanya? Pasti sangat malu!

Sambil melorotkan celana panjangnya, Dirga berucap, "Kalau enggak di sini, terus aku suruh ke mana? Dari kantor jatah kamarku ini."

"Aku juga," sahut Aurora cepat memalingkan wajahnya ke arah lain karena Dirga hanya mengenakan kaus dalam dan boxer sangat pendek. Dia masih bergeming di tempat.

"Ya sudah, berarti kita dapat tempat sama." Dirga melirik paha mulus Aurora. Kaki jenjangnya yang kecil terekspose jelas.

Merasa diperhatikan, Aurora berusaha menutup pahanya dengan tangan.

"Aku mau mandi dulu," ujar Dirga lantas masuk ke kamar mandi.

Dia menarik napas dalam, pria mana yang  tak tergoda saat melihat istrinya setengah telanjang. Dirga pria normal, pastilah dia menginginkan lebih. Di bawah shower, dia mengguyur tubuhnya yang sedang menahan berahi.

Dirga menengadahkan wajahnya, membiarkan air jatuh mengenai ketampanannya itu. Matanya terpejam. Bayangan lekukan tubuh Aurora, kulitnya yang putih dan mulus membuat pikiran Dirga semakin liar.

"Damn!" umpat Dirga membuka mata, pikirannya mulai kotor. Otaknya bergerilya, membayangkan jika dia dan Aurora bersetubuh. "Aku sudah gila. Sialan! Kenapa tadi masuk pas dia seperti itu!" ujar Dirga kesal sendiri.

Selesai membersihkan diri, Dirga keluar dari kamar mandi. Ternyata Aurora sudah berbaring di tempat tidur. Matanya terlihat sayup dan berat.

"Ra," panggil Dirga pelan memastikan jika Aurora masih bisa mendengarnya.

"Hmmm," sahut Aurora lirih, dia sudah mengantuk berat.

Apalagi didukung cuaca Amsterdam saat ini dingin. Sangat cocok untuk tidur, memanjakan tubuh yang letih setelah perjalanan jauh. Dirga lantas mengenakan pakaian santainya; boxer dan kaus. Lalu menyusul Aurora, tidur di sampingnya.

Beberapa menit Dirga menatap langit-langit kamar, dia berpikir sesuatu lalu menoleh ke sampingnya. Senyum tipis tersungging dari bibir Dirga, dia mengelus rambut Aurora.

"Ra, aku mau bicara sesuatu," ucap Dirga berharap Aurora masih mendengarnya.

Ternyata Aurora masih menyahut, "Entar aja, aku ngantuk banget, Ga."

"Sebentar aja," bujuk Dirga.

Dengan sebal Aurora membuka mata menatap Dirga. "Mau ngomong apa sih?"

"Mmm ... mmm ...." Melihat wajah kesal Aurora justru membuat Dirga gelagapan.

"Ck, kamu enggak jelas, Ga." Aurora semakin sebal, dia menarik selimut hingga menutup seluruh tubuhnya.

Sekali tarikan napas, Dirga memberanikan diri. Dia menyibak selimut yang menutup wajah Aurora dan berbisik, "Let’s making love with me."

Dalam kantuk, Aurora tersenyum geli. Dia lantas membuka mata dan menatap wajah Dirga yang tegang. Beberapa detik mereka saling diam, lantaran malu karena Aurora terus menatapnya, Dirga memeluk Aurora dan menelungkupkan wajahnya di sela-sela leher Aurora.

Tak tahan ingin tertawa, akhirnya Aurora melepaskannya. Dirga justru ikut tertawa. Dia sangat malu, lalu Dirga melepas pelukan Aurora dan menggulingkan tubuhnya ke samping, berbaring terentang.

"Kamu enggak lagi ngigo, kan, Ga?" tanya Aurora sambil tertawa. Tiba-tiba kantuknya hilang.

"Ck, dah ah, enggak usah. Bikin malu," ujar Dirga membelakangi Aurora yang masih tertawa kecil.

"Iiiih, kok ngambek sih!" Aurora menarik lengan Dirga agar menghadapnya.

"Aku malu. Udah, ah! Lupain aja," ujar Dirga tak mau menghadap Aurora.

Aurora berhenti tertawa, lalu dia memeluk Dirga dari belakang.

"Kenapa malu?" tanya Aurora menghentikan tawanya.

"Udahlah, tidur aja," kata Dirga memejamkan mata, menahan hasratnya.

Beberapa menit Aurora berpikir, apakah ini tanda bahwa Dirga sudah mencintainya? Atau hanya ingin menyalurkan nafsu semata? Hal ini agak membingungkan bagi Aurora. Tanpa sebab, tiba-tiba Dirga meminta haknya sebagai suami. Bahkan di tengah keputusan Aurora yang berniat ingin menceraikannya.

"Jadi, enggak?" tanya Aurora setengah menggoda Dirga. Tangannya mencolek-colek pinggang Dirga.

"Geli, Ra. Jangan." Dirga menggeliat kegelian.

"Tadi minta, giliran ditanya sok-sokan gituuuu ...."

"Emang kamu sudah siap?"

"Mmm ... harus jawab, ya?"

"Iyalah! Kalau kamu belum siap, enggak usah."

"Entar kalau aku tolak, kamu jajan enggak di luar?"

Seketika itu Dirga langsung memutar tubuhnya menghadap Aurora.

"Walaupun aku punya uang untuk melakukan itu, enggak akan aku lakukan. Kalau ada niat begitu, udah dari dulu, Ra, aku lakuin. Bukan sok suci, aku juga enggak munafik, pikiran kotor itu pasti ada, aku pria normal. Tapi kembali lagi ke komitmen awal, aku akan melepaskan perjakaku cuma sama wanita yang sudah menjadi istriku."

Mendengar nada bicara Dirga yang sedikit meninggi, justru membuat hati Aurora tenang. Beruntungnya dia mendapat suami yang bisa menjaga dirinya di tengah banyak godaan wanita.

"Ga, andaikan aku udah enggak perawan lagi, kamu bagaimana?"

Ada perasaan kecewa sedikit di hati Dirga, walaupun belum tentu itu benar. Namun, jika itu memang benar, mau bagaimana lagi? Mau tak mau, Dirga harus menerima Aurora apa adanya, bukan?

"Yang jelas aku bakalan kecewa banget sama kamu. Tapi, aku tetap menerimamu apa adanya. Aku juga enggak mau tahu siapa orang yang pertama merenggut kesucianmu, asalkan setelah ini kamu bisa menjaga dirimu hanya untukku."

Hati Aurora tersentuh dengan ucapan Dirga. Dari sorot matanya memang Dirga seperti kecewa, di balik itu terpancar ketulusan.

"Terima kasih, ya?" ucap Aurora dengan senyuman manis.

Dia mengarahkan tangan Dirga untuk menyentuh dadanya. Awalnya Dirga sangat terkejut, tetapi setelah menyentuh dada Aurora, dia berusaha relaks dan menenangkan diri.

"Kamu pria pertama yang menyentuh ini," kata Aurora. Lalu Aurora mencium bibir Dirga sekilas. "Walaupun bukan kamu yang mendapat ciuman pertamaku, tapi mulai hari ini dan seterusnya, semoga kamu pria terakhir yang akan selalu aku cium."

Tertegun, Dirga menatap wajah Aurora lekat. Tangannya masih setia di dada Aurora. Dia pun menyadari, bahwa Aurora bukan wanita pertama yang mencium bibirnya. Ada wanita lain yang merenggut ciuman pertama itu.

"Ra, jawab jujur." Dirga menurunkan tangannya dari dada Aurora.

"Apa?" tanya Aurora sengaja menghapus jarak di antara mereka.

Embusan napas Dirga terasa menyapu wajahnya. Di antara mereka tak ada lagi celah.

"Mmm ... kenapa kamu mau menceraikanku?"

Aurora sangat terkejut, padahal dia sama sekali belum memberi tahu Dirga soal niatnya itu. Menyadari perubahan wajah Aurora menjadi sedih, Dirga memeluknya erat.

"Ra, aku enggak akan kabulkan permintaan bodohmu itu. Aku pernah bilang sama kamu, kan, terserah apa pun keputusannya aku akan terima. Tapi kamu enggak paham yang aku bicarakan, kalau dalam komitmen hidupku, aku ingin menikah sekali seumur hidup. Jadi, biarpun kamu mengajukan perceraian, aku enggak akan pernah kabulkan."

"Kenapa?" tanya Aurora membalas pelukan Dirga.

"Karena aku mau hidup sama kamu, sampai kita punya anak, cucu, bahkan kalau Allah mengizinkan sampai punya cicit. Sampai maut memisahkan kita."

"Bagaimana dengan cinta?"

"Cinta?" Dirga terdiam sejenak, dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri terlebih ini akan menyangkut perasaan Aurora. "Kamu mau aku jawab jujur atau menutupi sesuatu?"

"Jujur dong."

"Yakin?"

"Iya."

"Kamu janji dulu, jangan baper dan jangan membenciku."

"Iya, enggak akan."

Sambil mengeratkan pelukan Aurora, Dirga berkata, "Sampai detik ini aku masih berusaha mengingat cara mencintai dan memperlakukan wanita dengan baik. Pastinya sih, aku selalu gelisah kalau kita sedang berjauhan. Rasanya pengin deket kamu terus. Bahkan aku kadang sampai mimpi basah karena ...."

Aurora langsung menutup bibir Dirga dengan empat jarinya.

"Jadi, selama ini kamu mimpi making love sama aku sampai air manimu keluar. Gitu?"

"Normal, kan? Kamu istriku, halah untuk dibayangkan bahkan dimimpikan."

"Iya, itu normal. Tapi kenapa kamu enggak memintanya langsung? Kok malah ditahan?"

"Aku malu, Ra. Aku takut kamu menolak."

"Kalau aku sampai menolak, berarti aku dosa, Ga."

Menyadari dapat lampu hijau, bergegas Dirga meraba punggung Aurora lalu melepas kaitan branya. Dirga mengecup kening Aurora lalu turun ke bibirnya. Mereka saling memanggut, berusaha menikmati setiap sentuhan.

Puas bermain bibir, Aurora pasrah di bawah Dirga. Mata mereka sama-sama sayu, Dirga melucuti seluruh pakaiannya lalu melepas piyama Aurora.

Dengan permainan lembut, santai, mereka saling memuaskan. Ini sensasi pertama untuk keduanya. Dirga sedikit terkejut saat menyatukan miliknya dan Aurora.

"Ra, kamu masih perawan?" tanya Dirga berbisik di telinga Aurora.

"Iya," jawab Aurora lirih sambil menahan perih.

Dalam hati, Dirga mengucap syukur, tak sia-sia selama ini dia menjaga kehormatannya. Allah memberinya hadiah luar biasa.

#####

Momen jalan-jalannya part berikutnya, yaaa? Sabaaar, hehehehe. Semua akan cie-cie pada waktunya🤣.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top