Lamaran
Pagi tadi Rosita memaksa Dirga agar mengajak Aurora belanja barang-barang untuk lamaran besok malam.
Sekarang Dirga dan Aurora duduk di kafe sebelum berangkat belanja. Seminggu sejak kepulangan mereka dari villa, sikap Dirga lumayan sedikit ada perubahan. Sesekali dia mengirim Aurora pesan saat mereka dinas.
Pesannya pun terkesan kaku, hanya mewanti-wanti Aurora agar menjaga diri dan kesehatan. Jika di depan teman-temannya, mereka bersikap biasa, seperti orang tak saling kenal.
"Ehem!" Dirga berdeham karena sedari tadi Aurora hanya diam. "Jadi, gimana?" tanya Dirga memulai obrolan mereka.
"Apanya, Kap?" Aurora berlagak sok tak tahu dan masih menjaga image.
"Ck!" Dirga membuang pandangannya ke arah lain. "Bisa enggak, kalau di luar panggil nama saja," lanjut dia tanpa memandang Aurora.
"Iya, Dirga," ucap Aurora santai lalu dia mengangkat gelas berisi es kopinya dan menyedot.
"Lo mau belanja apa?" tanya Dirga kali ini menatap Aurora.
Entahlah, meskipun Aurora cantik, dia belum berhasil membuat hati Dirga bergetar. Perhatian Dirga selama ini kepada Aurora sebatas kepedulian kakak kepada adik sepupunya.
"Ini serius besok kita ...."
"Udah deh, jangan banyak tanya atau gue tinggal di sini," ucap Dirga dengan wajah datar.
Aurora mengulum bibir menahan tawa. Ternyata kalau bicara agak panjang, Dirga lucu juga, pikir Aurora.
"Malah ketawa, enggak jelas lo!" cibir Dirga tak acuh.
"Biasanya lihat lo berkomunikasi formal, pakainya saya-kamu, kalau lagi santai gini, ternyata lo manusia biasa, ya? Gue kirain lo robot," ucap Aurora mulai berani memperlihatkan sifat aslinya kepada Dirga.
"Gue pikir lo cewek pemalu, ternyata ngeselin."
"Enak aja lo kalau ngomong. Di mana kaki berpijak, di situ langit dijunjung! Kita harus bisa menempatkan diri. Masa gue pakai seragam pramugari, bicara cuwawaan. Enggak elegan banget!" cerocos Aurora sedikit kesal karena Dirga sekali membuka mulut ucapannya pedas.
"Jadi, maunya lo gimana?" Dirga bersedekap menanti jawaban Aurora.
"Bentar deh, gue mau tanya serius nih. Yakin lo mau ngelamar gue? Atas dasar apa lo mau ngelamar gue?"
Tak munafik, Aurora senang ada pria tampan, mapan, dan dari keluarga baik-baik akan melamarnya. Namun, dia masih belum yakin jika orangnya Dirga.
"Atas dasar gue mau jadi suami lo. Titik! Jangan tanya-tanya lagi," ucap Dirga belum memberi jawaban yang memuaskan untuk Aurora.
"Mmm ... lo enggak tanyain gue dulu, mau enggak jadi istri lo?"
"Enggak perlu tanya, pasti lo mau sama gue."
"Ih, PD banget sih lo!"
"Gue enggak butuh jawaban lo mau atau enggak. Sekarang kita fokus belanja buat lamaran besok malam sekaligus buat seserahan pas ijaban."
"Ya sudah, gue mau emas antam 28 gram sebagai mas kawin dan uang tunai tiga juta. Gimana?"
"Lo mau nikah atau ngerampok sih?"
"Namanya emas kawin itu sesuai permintaan calon mempelai wanita."
"Alasan lo minta itu apa?"
"Gue mau punya aset buat masa depan nanti. Kalau gue minta uang semua, pasti cepet habis. Makanya gue minta emas antam saja."
"Terserah lo deh."
"Terus buat seserahan besok malam, gue minta satu set pakaian dari atas sampai bawah ...."
Belum juga Aurora selesai berucap, Dirga berdiri. Tanpa mendengar ocehan gadis cantik itu, Dirga membayar ke kasir. Bibir Aurora cemberut.
"Gila tuh cowok, bisa mati perlahan punya suami kayak dia," gerutu Aurora memerhatikan gerak-gerik Dirga saat membayar di kasir. "Untung cakep, mapan, lumayanlah buat menjamin masa depan. Tapi kalau sifatnya kayak gitu ... musibah atau berkah nih?" Aurora menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu bersandar dan mengembuskan napas kasar.
"Ayo!" Suara berat mengejutkannya. Segera Aurora menegakkan tubuh.
"Bisa enggak sih kalau datang permisi atau ...."
Lagi-lagi Aurora dicuekin, Dirga tak mendengar omelan Aurora, dia langsung berjalan ke luar kafe. Mau tak mau Aurora pun menyusulnya. Aurora berjalan cepat mengimbangi langkah Dirga. Untung kaki dia panjang. Jadi, tidak kalang kabut menyamakan langkah Dirga.
"Pegang nih," ucap Dirga memberikannya kartu ATM. Kartunya beda dengan yang dikasihkan waktu itu. Limid debitnya lebih besar daripada kartu yang dulu pernah Dirga pinjamkan.
"Boleh buat gue belanja apa pun nih?" tanya Aurora membolak-balikan kartu itu.
"Enggak! Belanja yang perlu aja buat kebutuhan besok malam."
"Oke."
Setelah menyusuri mal, waktunya belanja kebutuhan besok malam. Diawali dari toko sepatu dan tas. Dirga sangat bosan menunggu Aurora memilih. Dia duduk sambil nge-game di ponselnya. Satu-satunya hiburan pling cepat saat sedang suntuk, game.
"Ga, bagus, enggak?" tanya Aurora saat menenteng tas dan mencoba hak tinggi.
Dirga sekilas melihat, lalu berkomentar, "Enggak!"
Aurora mengembuskan napas kasar lalu dia kembali memilih. Beberapa kali mencoba, Dirga tidak suka. Aurora sampai bingung.
"Lo aja deh yang milihin," kesal Aurora lelah berputar dan mencoba.
"Oke," jawab Dirga santai lalu mengantongi ponselnya.
Sekali berkeliling Dirga menunjuk tas dan hak tinggi tanpa meminta pendapat Aurora.
"Dah, bayar sana," ucap Dirga kepada Aurora yang duduk menunggunya.
Sambil sedikit kesal Aurora beranjak lalu ke kasir. Dia tak peduli barang yang Dirga pilihkan, Aurora sudah kesal padanya.
Setelah itu mereka pindah ke toko lain. Mencari keperluan yang dibutuhkan Aurora. Setelah semua didapat, Dirga mengantar Aurora pulang.
Sambil berjalan masuk menenteng banyak paper bag, Aurora mengomel.
"Kenapa sih, Ra, pulang-pulang ngomel?" tanya Vera membantu Aurora menurunkan belanjaannya yang ditentang.
"Hah!" Aurora menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah. "Mama tahu enggak, Dirga itu cowok paling nyebelin sedunia!" omel Aurora menggebu-gebu.
"Oh, iya?" sahut Vera santai.
"Iya, Ma. Setiap Aurora mencoba ini, itu, dia bilang enggak cocoklah, jeleklah, pokoknya semua yang Aurora suka dia selalu enggak suka. Kami enggak satu selera, Ma," ujar Aurora masih kesal kepada Dirga.
"Tapi kalau untuk Indomie kalian satu selera, kan?" goda Vera terkekeh berusaha menghibur Aurora.
"Aaaah, Mamaaaaa," ucap Aurora manja, suaranya dibuat seperti anak kecil.
"Terus tadi kalian belanja segini banyaknya?" tanya Vera melihat paper bag yang ada di meja.
"Itu mah buat dipakai besok malam, Ma. Yang buat seserahan lagi dibentuk-bentuk di tempat khusus menghias seserahan gitu deh, Ma. Kata Dirga biar enggak repot."
"Ya Allah, Ra, kamu belanja apa aja banyak sekali?" Vera mebongkar belanjaan Aurora.
"Enggak tahulah, Ma. Semua yang di situ pilihan Dirga. Aku enggak tahu bentuknya gimana, pas sama aku enggak. Ah, malas belanja sama dia. Sebenarnya yang butuh itu aku atau dia sih?"
Masih saja Aurora ngomel dan tidak terima karena acara belanja kali ini hampir semua dikendalikan Dirga. Memang dia yang memegang kartu ATM-nya, tetapi Dirga yang memilih barang-barang.
"Wow, cantik sekali kebayanya, Ra," puji Vera saat mengeluarkan kebaya ungu muda bertabur mote dan terlihat elegan. "Payetnya bagus, rapi," tambah Vera.
Aurora telanjur malas, dia tak melihatnya. Tak peduli dengan barang-barang itu, dia pergi ke kamar menenagkan diri. Vera yang menyingkirkan belanjaan itu dan menyimpannya rapi.
***
Malam yang dinanti Rosita dan Vera pun tiba. Pukul 19.00 WIB keluarga Dirga sampai di rumah Vera.
Ada Yuda, kakak kandung Brama, beserta istri dan anak-anaknya. Yuda nantilah yang akan menikahkan Aurora dengan Dirga.
"Ver, panggil Aurora," ucap Yuda.
"Baik, Mas." Vera pun ke kamar Aurora.
Di kamar, Aurora sudah siap berdiri di depan meja rias, tampak cantik mengenakan kebaya ungu dan bawahan jarik. Rambutnya disanggul moderen. Dia menjelma menjadi wanita anggun dan elegan.
"Ra, kamu cantik," ujar Vera membelai wajah Aurora.
"Mama yakin Dirga pria baik?" tanya Aurora sedikit ragu karena dia belum jauh mengenal Dirga.
Entahlah, mengapa ini bisa terjadi. Semua berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia dan Dirga bertemu.
"Insyaallah Dirga bisa membimbing kamu dan menjagamu, Ra. Mama percaya dia lelaki yang baik dan setia."
"Tapi, Ma, Aurora enggak tahu alasan Dirga mau menikah denganku."
"Apa itu penting, Ra?"
Terdiam, Aurora juga mempertanyakan hal sama pada dirinya sendiri. Kenapa dia mau menerima lamaran Dirga?
"Jawabannya bisa kamu dapat seiring berjalannya waktu, Ra," ujar Vera. "Ayo kita keluar. Yang lain sudah menunggu."
Vera menggandeng Aurora ke ruang tamu. Semua mata terpukau dengan kecantikan Aurora, kecuali Dirga. Dia biasa saja dan tetap datar.
Aurora duduk di sebelah Vera, dia menatap Dirga sekilas yang ternyata memakai tuksedo senada dengan kebayanya. Takut jika Dirga memergokinya sedang menatap dia, Aurora pun langsung menunduk.
"Kita mulai acaranya, ya?" ucap Samsul.
"Silakan," sahut Yuda mewakili almarhum Brama sebagai tuan rumah.
Setelah berbincang dan mengutarakan niat baik, waktunya tukar cincin.
"Ga, ayo berdiri," titah Samsul.
Meskipun tampangnya datar, hatinya dingin, Dirga tetap menghargai acara tersebut. Tanpa membantah dan menolak, dia berdiri. Vera membantu Aurora bangkit dari tempat duduk.
Dia mendekatkan putrinya di depan Dirga.
Rosita mengeluarkan kotak berisi dua cincin dari tasnya. Satu cincin dia berikan dulu kepada Dirga, setelah dimasukan ke jari manis Aurora kini giliran Rosita memberikan satu cincin lagi yang kepada Aurora yang akan dipasangkan di jari Dirga.
Tiba-tiba rasa bersalah merasuki hati Dirga.
"I love you, Sayang. Enggak ada wanita lain yang bisa mencuri hatiku, selain kamu."
"Hahahaha. Yakin?" ujar Lili sambil tertawa renyah.
"Iya. Benar."
"Apa hukumannya kalau suatu hari kamu jatuh cinta dengan wanita lain?"
"Mana mungkin? Aku kan, cintanya cuma sama kamu."
"Serius?"
"Iya, serius. Kalau sampai aku jatuh cinta sama wanita lain, artinya aku enggak setia sama kamu."
"Hukumannya apa?"
"Aku enggak akan bahagia sama dia."
Maafin aku, Sayang. Aku sudah ingkar janji sama kamu, batin Dirga hatinya menangis walau wajah terlihat biasa saja.
Senyuman Lili terbayang-banyak di benak Dirga. Rasa cintanya kepada Lili tak sedikit pun luntur.
Janjinya kepada Lili terngiang-ngiang, sampai Dirga merasa pusing.
"Pa, aku mau keluar dulu," izin Dirga merasa sangat pusing.
Tanpa menunggu jawaban Samsul, Dirga ke luar rumah sambil memegangi kepalanya. Dia bergegas masuk ke mobil dan menumpahkan sesak dan air mata bersalahnya kepada Lili.
"Maafin aku," ucap Dirga lirih membenamkan wajahnya di stir mobil.
#####
Kira-kira Dirga akan berubah pikiran enggak, ya?
Masih semangat menunggu, kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top