00. Weird Diaries

"Anne, cepat bangun dan ambil peti berisi kentang di gudang bawah tanah!"

Ketukan di pintu kecil dibawah tangga tampak terdengar membangunkannya dari tidur. Gadis berambut cokelat terang itu tampak mengerjap dan mengucek matanya karena rasa kantuk yang masih menyerang. Disampingnya, tampak kakak lelakinya yang masih terlelap.

"Lilianne!"

"Baiklah Aunt Petunia," ia tidak ingin anak laki-laki disampingnya itu terbangun. Dengan perlahan, ia bergerak membuka pintu ruangan kecil itu sebelum berjalan perlahan menuju ke tangga bawah tanah.

Nama gadis itu adalah Lily. Lilianne Marlene Potter, berusia 8 tahun tinggal dengan kedua paman dan bibi serta sepupunya bersama dengan kakak lelakinya Harry James Potter setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan saat ia berusia kurang dari 1 minggu. Jangankan dia, kakaknya sendiri tidak begitu ingat bagaimana wajah kedua orang tuanya. Namun, bibinya Petunia selalu mengatakan bagaimana ia membenci wajahnya yang selalu mengingatkan ia dengan adiknya yang aneh. Memang sedikit menyakitkan mendengar itu, tetapi karena ia juga akhirnya Lily mengerti, jika ia mirip dengan ibunya.

"Peti kentang," Lily berjalan sedikit terbatuk dan mengibas tangannya saat debu beterbangan. Ia memperhatikan sebuah peti kayu di dekatnya dan berjalan menarik peti tersebut. Tidak terlalu besar, tubuh berusia 8 tahunnya tentu masih bisa mengangkatnya. Menepuk-nepuk peti tersebut, ia membuka untuk memastikan jika itu berisi kentang. Saat ia melihat isinya benar kentang, ia segera mengangkatnya, namun tidak sempat berjalan ia mendengar sesuatu terjatuh.

Ia menoleh kearah asal suara, menemukan sebuah buku berwarna hitam polos yang tampak berdebu. Memutuskan untuk meletakkan peti kayu tersebut dan mengambil buku yang ada di dekat kakinya. Ia membalik buku tersebut, menemukan nama tertulis disana.

"To...m Mar...volo Riddle," dengan kemampuan membaca yang masih terbata Lily membacanya. Entah kenapa ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada buku tersebut. Ia putuskan dengan segera membawa buku tersebut bersama peti kentang pesanan bibi Petunia.

"Lily!" Ia hampir terjungkal ke belakang saat Harry mendadak membuka pintu menuju ke gudang bawah tanah. Untungnya Harry menahan tubuhnya, "maaf! Kenapa kau tidak memberitahuku kalau Bibi Petunia menyuruhmu mengambil kentang? Lihat, peti ini sangat berat. Kau bisa jatuh, kemarikan."

Lily tidak sempat mengatakan apapun saat Harry kakaknya segera mengambil peti itu dan membawanya ke dapur. Gadis itu bengong, tampak menatap buku hitam yang ia temukan di gudang dan berjalan ke kamarnya dan Harry dibawah tangga.

"Anne, bantu aku mengupas kentang!"

"Baik Bibi!"

⁰⁰⁰

"Liliane Potter."

Lily hanya sedang belajar menulis seperti anak-anak pada umumnya. Ia menggoreskan pena miliknya di buku tersebut pada lembar pertama di buku hitam yang ia temukan. Ia baru saja akan melanjutkan tulisannya saat tinta penanya tampak seolah terserap di dalam bukunya, dan tulisannya menghilang begitu saja selama beberapa detik.

Itu namamu? Hei.

Kalau Lily tidak berusaha agar Harry yang ada disampingnya tidak terbangun, ia akan terpekik kaget. Ia menoleh pada kakaknya yang sudah terlelap sebelum menoleh kembali pada buku tersebut.

"Uhm Hai... bagaimana, kau bisa melakukan ini?"

Lily tidak tahu apa yang harus ia tanyakan, namun Lily menulis kembali berharap jika ia akan mendapatkan balasan kembali. Atau jika tidak, Lily bisa meyakinkan jika ia hanya berhalusinasi tadi. Namun, pertanyaannya terjawab saat tinta tersebut kembali terserap dan menghilang selama beberapa waktu.

It's magic.

"Seperti yang ada di TV?" Lily kembali menjawab dan tampak menunggu.

Lebih hebat daripada itu.

"Wow, apakah kau... hantu? Atau buku yang berbicara?" Pertanyaan khas anak kecil yang tidak tahu apapun. Lily terlihat tertarik dengan keunikan buku tersebut. Tentu saja, siapa yang tidak tertarik pada buku yang bisa menjawab pertanyaan dan menghilangkan tulisan begitu saja.

Kurasa, hantu adalah sebutan yang tepat.

"Jadi kau berbicara lewat buku ini?" Lily terkekeh pelan dan tampak menggelengkan kepalanya. Ia masih setengah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh hantu itu.

Aku bisa melakukan lebih dari itu. Mau melihatnya?

Lily mengerutkan dahinya, tampak baru saja akan menulis ketika buku tersebut bergerak dan membuka lembaran tersebut dengan cepat. Bersamaan dengan cahaya yang muncul dari dalam buku tersebut, seolah menyedotnya kedalam buku. Dan semuanya menjadi gelap.

⁰⁰⁰

"Bayinya selamat."

"Ia tidak bernapas!"

Suara beberapa wanita tua terdengar bebarengan dengan tangis seorang bayi. Lily bisa melihat bagaimana bayi itu masih sangat kecil dan merah. Baru saja dilahirkan. Ibu bayi itu tidak bergerak, tidak bangun bagaimanapun wanita tua itu membangunkannya. Bagaimana mereka akhirnya mengatakan wanita itu meninggal, dan membawa bayi itu bersama dengan mereka.

Keadaan disekeliling terlihat seperti kaset yang diputar dengan cepat. Lily menutup matanya terhindar dari rasa pusing. Hingga saat ia membuka mata, terlihat anak laki-laki berambut hitam yang berumur sama dengannya. Tampak menatap sebuah benda, sebelum menggerakkan tangannya dan membuat benda itu bergerak seolah bisa ia mengontrolnya. Lily mengerutkan dahinya lagi, saat sekali lagi anak itu menggerakkan benda hanya dengan gerakan tangannya saja.

"Tom! Apa yang kau lakukan?!" Sesekali bahkan benda itu melayang saat anak itu menginginkannya. Beberapa orang mengatakan anak itu aneh dan juga bisa melakukan sulap seperti di TV. Bukan hanya itu, anak bernama Tom itu juga tampak bisa berbicara dengan hewan terutama ular. Ia mengeluarkan suara yang menurut Lily lucu hingga ia tertawa mendengarnya.

Kenakalan juga dilakukan oleh anak itu seperti menghilangkan barang-barang milik anak-anak lain atau bahkan menakut-nakuti anak-anak lainnya.

"Ah!"

⁰⁰⁰

BRAK!

Lily seolah terdorong keluar dari buku bahkan membentur rak buku yang ada di belakangnya. Suara keras itu juga sukses membuat Harry kakaknya tampak terbangun dengan kaget. Lily mengerang pelan, memegang kepala belakangnya dengan kedua tangan.

"Lily?!"

"A-aku membangunkanmu Harry, maafkan aku!"

"Tidak apa, suara apa tadi? Kau tidak apa?" Lily mengangguk, beralasan ingin ke kamar kecil namun terantuk kepalanya. Lily melihat buku di tangannya, pada akhirnya menghela napas dan menaruh pada rak kecil di bawah bantalnya yang menjadi tempat ia menyembunyikan barang. Ini sudah malam, dan Harry tidak akan tidur lagi jika ia belum tidur.

Ia akan berbicara lagi pada hantu itu besok.

⁰⁰⁰

"Kau anak itu bukan? Tom," keesokan harinya saat ia disuruh menjaga rumah karena Harry akan membantu Bibi Petunia mendaftarkan Dudley ke sekolah, ia kembali berbicara dengan Tom.

Smart Girl. Ya, itu adalah aku.

"Apakah kau juga kehilangan orang tuamu? Aku juga, dan kakakku. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan," entah kenapa mungkin karena Lily tidak memiliki teman selain Harry dan Dudley sepupunya yang menyebalkan, berkenalan dengan seseorang yang baru membuat ia bersemangat.

Ayahku masih hidup saat itu. Ia hanya meninggalkanku dan ibuku.

Lily terdiam, ia merasa seperti menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak ia ceritakan. Ia jadi berpikir apakah ayah dan ibunya menyayangi ia dan Harry atau tidak.

Mau melihat sesuatu yang menarik seperti kemarin?

Lily penasaran, dan apa yang terjari padanya kemarin seperti menonton sebuah film secara langsung. Itu mendebarkan dan menarik, hingga ia segera menulis ya tanpa berpikir panjang. Ia menutup mata saat ia kembali merasakan ditarik oleh sesuatu yang tidak tampak, masuk ke dalam buku tersebut. Dan semenjak saat itu, beberapa kali ia habiskan waktunya untuk melihat cerita kehidupan dari Tom yang ia kenal adalah pemilik dari buku diary tersebut.

Ia juga bercerita tentang kehidupannya, seperti ia yang hidup bersama paman dan bibinya, memiliki kakak laki-laki bernama Harry, juga kegiatan-kegiatan yang ia lakukan setiap harinya. Tom perlahan menjadi teman dan tempat ia bercerita meski ia tidak tahu siapa sebenarnya pemuda itu.

⁰⁰⁰

"Aku adalah penyihir."

Dua tahun. Dua tahun lamanya ia mengenal Tom, memang tidak setiap hari Lily mengajak Tom berbicara, namun mereka berteman akrab sejak saat itu. Tom sangat sering mengajaknya melihat ingatannya. Hingga satu waktu di ingatan Tom, tampak seorang pria tua keriput yang datang dan mengatakan hal itu pada Tom. Ia mengira jika pria tua itu adalah seseorang yang akan membawa Tom ke rumah sakit jiwa karena keanehan yang dilihat orang-orang di panti asuhan tersebut.

Namun, kenyataannya pria tua itu mengatakan hal yang tampak membingungkannya. Namun, sebuah sihir ditunjukkan oleh pria bernama Dumbledore itu, membuat Tom yakin jika pria didepannya adalah seseorang yang sama dengannya. Ia menceritakan sebuah sekolah untuk orang-orang seperti mereka yang cukup membuat Tom tertarik dengan itu.

Begitu juga dengan Lily.

"Tetapi aku ingin kau berhenti untuk menggunakan sihirmu di dunia Muggle, Tom," Tom tidak suka itu. Ia hanya ingin memberikan pelajaran untuk orang-orang yang menganggapnya aneh, "ada peraturan di dunia sihir yang tidak memperbolehkan penyihir dibawah usia 17 tahun menggunakan sihir sembarangan. Dan tentu peraturan juga yang mengatakan untuk tidak menggunakan sihir didepan para Muggle."

"Kau bilang aku memiliki keturunan penyihir di keluargaku. Apakah ayahku? Karena ibuku tidak mungkin penyihir, jika ia penyihir ia tidak akan meninggal begitu mudah," namun Dumbledore bahkan tidak memberikan jawaban untuk pertanyaan itu.

⁰⁰⁰

"Aku berharap aku bisa masuk sekolah itu. Sekolah itu terlihat sangat besar dan unik. Bahkan lebih besar daripada sekolah Dudley."

Ia mempelajari banyak tentang dunia sihir dari ingatan Tom. Tentang sekolah itu, tiga asrama, juga pengajar disana dan kehidupan dari Tom tentu saja. Ia bisa melihat bagaimana Tom menjadi penyihir yang sangat berbakat dengan ambisi yang tinggi. Tidak heran, karena ia sangat menonjol dibandingkan dengan murid lainnya meski ia besar di dunia muggle.

Mungkin suatu saat kau akan bisa pergi kesana

"Tidak akan, aku bahkan tidak diperbolehkan sekolah oleh bibi Petunia. Kalau aku sekolah, paman tidak akan menyekolahkan Harry," memang Lily tidak bersekolah. Ia belajar dari Harry yang mengajarkannya pelajaran di sekolahnya. Ia juga suka membaca buku-buku Harry juga Dudley bahkan Dudley memperbolehkannya mencoba mengerjakan pekerjaan rumahnya sebagai latihan. Meski tentu itu hanya alasan agar ia tidak perlu membuat pekerjaan rumahnya.

TOK! TOK!

"Bangun, sekarang!"

Suara bibi Petunia terdengar, membangunkan Harry. Lily sudah bangun sejak 2 jam yang lalu dan menghabiskan waktu untuk berbincang dengan Tom tentu saja. Harry mencoba untuk mencari kacamatanya dan melihat Lily yang tersenyum padanya.

"Pagi Harry."

"Pagi Lily, suara apa tadi?"

"Bibi Petunia, hari ini ulang tahun Dudley. Kurasa ia akan menyuruh kita membantunya," Harry mengangguk dan kau membuka pintu sebelum Dudley berjalan diatas kamar kalian sengaja agar debu-debu betebaran di kasur kalian. Kau sedikit terbatuk, menghela napas menggelengkan kepalanya karena ulah dari sepupunya itu.

"Anne! Harry!"

"Aku datang bibi Petunia," Lily yang pertama menghampiri, dan Harry akan keluar saat Dudley mendorongnya masuk kembali ke dalam sana. Lily tampak kembali menghela napas melihat sepupunya itu, sambil mempersiapkan sarapan untuk keluarga bibinya itu. Tentu ruangan dipenuhi oleh hadiah untuk Dudley dari kedua orang tuanya.

"Kubantu..."

"Tidak apa," kau masih mempersiapkan pancake sambil mendengarkan protes Dudley hanya karena hadiah satu berkurang sejak tahun lalu. Lily menggelengkan kepalanya, bersiap untuk hari-hari membosankan saat ia akan merayakan ulang tahun dari sepupunya.

Seperti tahun-tahun kemarin.

⁰⁰⁰

Namun ternyata tidak.

Di kebun binatang, terjadi insiden kecil yang membuat Paman Vernon marah pada Harry dan menguncinya, mengatakan jika sihir itu tidak ada padahal jelas-jelas Harry menghilangkan kaca pembatas dari bagian ular hingga Dudley terkurung disana. Ia juga berbicara dengan ular, Lily bisa mengerti itu juga namun memilih untuk diam. Tom bisa melakukan hal yang sama seperti Harry.

"Jika kau membukanya, aku akan menghukumnya lebih berat lagi," Lily tampak menyerengit saat Paman Vernon tampak menutup kasar pintu menuju ke dapur. Kau melihat pintu ruangan mereka tidur, menghela napas dan menyender pada pintu masuknya.

"Kau tidak apa Harry?"

"Kau bisa melihatnya bukan, aku benar-benar menghilangkannya," kau hanya menjawab dengan gumaman, "dan aku bisa mengerti apa yang dikatakan ular itu."

"Aku tahu."

"Mereka bilang sihir tidak ada? Apa benar," dan pertanyaan terakhir, ia tidak bisa menjawabnya.

⁰⁰⁰

"Ambil surat di luar cepat."

Paman Vernon menyuruh Lily mengambilnya sementara Harry sedang berbicara dengan Bibi Petunia yang dengan teganya akan memyuruh Harry menggunakan pakaian bekas dari Dudley. Kau hanya mengangguk, tampak berjalan dan mengambil surat yang sudah ditaruh didalam rumah, memeriksanya satu per satu hingga tangannya berhenti di satu surat.

Hogwarts.

'Tunggu, apa?' Lily membaca lebih teliti, menemukan alamat rumah mereka yang benar bahkan tempat mereka tidur di bawah tangga. Nama kakaknya berada disana, dan cap yang tampak familiar di ingatannya. Ia tidak salah, itu adalah surat dari Hogwarts.

"Harry, surat untukmu," Lily memberikan surat Hogwarts pertama kali pada Harry sebelum memberikan surat yang lainnya pada Paman Vernon. Ia akan beranjak menemui Harry, saat Dudley dengan seenaknya tampak mengambil surat milik Harry.

"DAD, Harry mendapatkan surat!"

Paman Vernon awalnya tidak percaya, namun raut wajahnya berubah saat melihat surat yang ada di tangannya. Lily mengerutkan dahinya, merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Paman Vernon selama ini. Ia tampak seperti mengetahui tentang surat itu. 

⁰⁰⁰

Semenjak saat itu sikap Paman Vernon berubah drastis. Ia berusaha untuk menghindari surat-surat yang berdatangan. Setiap surat dari Hogwarts yang dikirimkan untuk kakaknya selalu dibakar begitu saja. 

"Maksudku, jika mereka tidak mengetahui tentang dunia sihir, tentu saja mereka tidak akan setakut itu. Aku yakin ada yang mereka sembunyikan."

Lily menuliskan tulisannya di buku Tom seperti biasa, menceritakan bagaimana besok mereka akan pindah ke rumah di pinggir laut, yang terpencil karena surat-surat itu tidak berhenti berdatangan. 

Bagaimana jika ternyata mereka mengetahui tentang dunia sihir?

"Nah, aku sedikit meragukan itu. Maksudku, bagaimana?"

Mungkin kedua orang tuamu.

Lily masih menyangkal, namun curiga jika yang dikatakan oleh Tom benar. Maksudnya, Lily tidak pernah mendengar banyak tentang kedua orang tuanya selain nama dan bagaimana mereka tewas. Tidak ada yang bisa menjamin mereka tidak ada sangkut pautnya dengan dunia sihir.

⁰⁰⁰

"Kami sudah bersumpah saat menerima kedua anak ini, kami akan menghentikan semua ini!"

Keesokan harinya, saat hari ulang tahun Harry seseorang bertubuh besar tampak muncul dan mengatakan bagaimana Harry kakaknya adalah seorang penyihir. Saat itulah Paman Vernon segera mengamuk dan mengatakan hal itu seolah mereka sudah tahu tentang dunia sihir. Satu hal yang dicurigai oleh Lily dan terbukti.

"Kalian tahu, dan tidak memberitahuku?"

"Tentus aja kami tahu. Bagaimana mungkin kami tidak tahu?" Bibi Petunia menatap kearah Harry kemudian Lily dengan tatapan seolah jijik, "saudara perempuanku, dengan keadaannya. Ibu dan ayahku sangat bangga saat ia menerima surat itu. Kita memiliki seorang penyihir dalam keluarga. Alangkah bagusnya. Aku satu-satunya yang melihat dia sebagaimana adanya. Seorang yang aneh! Kemudian ia bertemu si Potter, lalu melahirkan kalian berdua dan aku tahu kalian akan sama saja. Sama anehnya, sama abnormalnya. Kemudian, ia mengalami ledakan itu dan kami harus menampung kalian."

"Ledakan?" Lily mengerutkan dahinya.

"Kalian bilang dulu orang tua kami meninggal dalam kecelakaan mobil!" Lily mengangguk menatap tajam kearah kedua paman dan bibinya tersebut. Benar ternyata, keduanya memalsukan kematian kedua orang tuanya.

"Kecelakaan mobil?" pria bertubuh raksasa bernama Hagrid itu tampak menatap kaget kearah Lily dan Harry yang mengangguk, "kecelakaan mobil menewaskan Lily dan James Potter? Kami harus mengatakan sesuatu. Ini keterlaluan! Ini skandal!"

"Ia tak akan pergi."

"Oh, dan seorang muggle hebat sepertimu akan menghentikannya?" Lily menahan tawa, Hagrid menyebutnya dengan nada mengejek. Harry mengerutkan dahinya dan menatap Hagrid.

"Muggle?"

"Seseorang yang tidak mengerti sihir," Hagrid menjelaskan dan Harry mengangguk mengerti, "mereka berdua sudah terdaftar sejak mereka lahir. Ia akan pergi ke sekolah sihir terbaik di dunia dan ia akan dibawah bimbingan kepala sekolah terbaik yang pernah ada di Hogwarts, Albus Dumbledore."

"Aku tak mau membayar seorang tuab angka mengajarinya tipuan sihir," itu adalah langkah yang salah yang dikatakan oleh Paman Vernon karena Hagrid mengacungkan payung pinknya kearah pamannya.

"Jangan pernah, menghina Albus Dumbledore didepanku," Hagrid mengalihkan perhatiannya dari Paman dan Bibinya sebelum kearah Dudley yang memakan kue ulang tahun dari Hagrid untuk Harry seperti seekor babi menjijikkan. Ia mengarahkan payung itu dan sebuah ekor melingkar tumbuh di bokong Dudley.

Lily dan Harry tertawa, Hagrid tampak memperingatkan untuk tidak mengatakannya pada orang lain tentang penggunaan sihirnya. Hagrid melihat jam yang ia bawa dan memperingatkan Harry mereka harus berangkat.

"Baiklah, kurasa kita sedikit terlambat. Kita harus berangkat."

"Tunggu, apakah Lily tidak bisa ikut?" Harry tidak akan mungkin meninggalkan adiknya sendirian bersama dengan kedua paman dan bibinya.

"Lilliane harus menunggu tahun depan sebelum surat datang untuknya Harry, ia tidak akan punya tempat untuk tinggal jika ikut dengan kita," Harry terlihat sedikit ragu untuk meninggalkan Lily adiknya, Lily tampak tersenyum dan memegang kedua tangan kakaknya.

"Tenang saja Harry, hanya satu tahun. Lalu aku akan ikut bersekolah disana bukan?" Lily menoleh pada Hagrid yang mengangguk mengiyakan hal itu, "aku bisa menjaga diriku sendiri. Lagipula aku sudah berumur 10 tahun, aku sudah bisa melakukan banyak hal yang sering disuruh Bibi Petunia untuk kau lakukan!"

"Kau yakin?"

"Tentu saja," Lily tersenyum dan mengangguk, mendorong punggung Harry agar kakaknya mengikuti Hagrid yang sudah membuka pintu, "oh, selamat ulang tahun Harry."

Lily berencana berpura-pura tidak ingat dengan ulang tahun kakaknya dan akan mengucapkannya di malam hari, namun ia tidak akan bertemu hingga 1 tahun lagi. Jadi, ia segera mengucapkannya.

"Sampai jumpa tahun depan. Sering-sering kirim surat untukku Harry!"

"Pasti."

⁰⁰⁰

"Kau tahu, Harry sering menceritakan tentang Hogwarts padaku di suratnya. Ia juga bertemu dengan teman-temannya yang baru seperti Hermione juga Ron."

Bulan demi bulan dilalui, Paman Vernon pada akhirnya memberikan ia dan Harry sebuah kamar yang merupakan bekas gudang, terletak di lantai dua dekat dengan kamar Dudley. Itu membuatnya lebih leluasa untuk bergerak meski tidak terlalu besar jika ditempati oleh dua orang. Kegiatannya untuk menulis dan berkomunikasi dengan Tom juga masih tetap ia lakukan.

"Aku tidak sabar untuk pergi kesana. Maksudku, sepertinya tempat itu sangat menyenangkan," Lily tersenyum lebar dan tampak menunggu tinta itu akan menghilang seperti biasa dan ia akan mendapatkan pesan balasan dari Tom. 

...

Namun, beberapa detik berganti menjadi menit dan sudah setengah jam lamanya ia tidak melihat tinta itu memudar. Dahinya berkerut, tidak pernah selama ini ia mendapati hal seperti saat ini. Biasanya Tom akan membalasnya hanya dalam hitungan menit, namun sekarang buku itu tak ayalnya seperti buku biasa.

"Tom?"

"Hei sepupu!" Lily tampak melempar buku itu karena terkejut, menoleh pada Dudley yang tampak mengerutkan dahinya karena reaksi dari Lily, "masih berbicara dengan teman imajinermu itu? Seperti orang gila saja."

"Ugh, sudah kukatakan ia benar-benar ada," namun sepertinya Dudley tidak begitu mau membahas hal itu. Ia melemparkan surat yang tidak sengaja ia ambil dari tumpukan surat yang datang. 

"Pagi tadi datang."

Lily menangkap surat itu, menemukan kop surat yang familiar, yang cukup untuk membuat senyumannya merekah.

Ms. L. Potter
Second Floor.
4, Privet Drive.
Little Whinging.
Syurrey.

Suratnya datang, dan yang lebih membuatnya senang adalah besok Harry pulang ke rumah ini untuk menghabiskan liburan musim panas juga pergantian tahun ajaran baru. Ia tidak sabar untuk menunjukkan surat ini pada Harry.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top