kesembilan ,
"Berjanjilah kau akan pulang."
Aku selalu mengucapkan itu setiap kali Satoru hendak melaksanakan tugasnya. Aku tahu ini bukan kali pertama Gojo Satoru menerbangkan pesawat dengan ratusan penumpang, tapi jika aku tidak memintanya berjanji, rasanya ada yang kurang.
Tahun-tahun telah berlalu, membawa kami berdua dalam hubungan yang lebih maju. Cincin pertunangan telah melingkari jarinya dan jariku. Tumbuh dewasa bersama, melalui sekian konflik dan belajar menghadapi ego, nyatanya kami masih terikat dalam kata satu.
Satoru terkekeh, meraih tanganku dan mengecupnya ringan. "Kau tahu aku selalu siap untuk pulang, [Name]."
Tubuhku dibawa dalam dekapannya. Sungguh, kadang timbul rasa egois dalam diriku—keegoisan yang membuatku ingin selalu memastikan dia akan baik-baik saja, bahkan meski harus memaksa. Bahwa dengan tinggal bersamaku dan bekerja sebagai karyawan biasa, Satoru tidak perlu mempertaruhkan nyawa. Dia tidak tahu bagaimana aku sering cemas, mengkhawatirkan keselamatannya terlebih jika melintasi benua.
Tapi sampai sekarang pun, Satoru masih ada di sisiku. Aku tidak boleh meninggikan egoku.
Dia masih memelukku, erat, hangat. Sapuan lembut di bibirku masih terasa nyata. Aroma maskulin nan menyejukkan milik lelaki itu masih menyelubungiku. Kubalas erat dekapannya, sebisa mungkin menahan rasa tak rela.
"Aku mencintaimu."
Suara Satoru begitu dalam, penuh kesungguhan. Mata birunya menatapku lekat, kuat, mengikat.
Kuberikan senyum terbaik. Aku berjinjit, mempertemukan bibir kami, sementara jari-jariku bertautan rapat dengan jari-jarinya.
"Aku juga mencintaimu, Satoru."
Sebab kau adalah separuh aku. Separuh hati yang telah berlabuh di dermagamu. Separuh jiwa yang menginginkan dirimu ada selalu.
Dengan begitu, hari itu, aku melepas kepergian Satoru.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top