🌸 sungkeman 🌸

(Cerita dibuat bukan dalam situasi saat ini)








-----------

Malam itu, dapur kediaman Dion dan Gina tampak sibuk. Suami istri itu sedang duet memotong-motong berbagai buah yang akan disulap menjadi sup buah dalam porsi besar. Ada buah blewah, nanas, melon, semangka dan lain-lain. Suara pisau featuring talenan menghiasi dapur Dion dan Gina.

"Manis, nggak?" Gina menyodorkan potongan semangka ke arah Dion.

"Kamu? Manis, lah," jawab Dion sambil terkekeh.

Gina berdecak gemas dan mendekati Dion. "Semangka ini maksudnya, suamikuuuh. Cobain kuy!"

Nada Gina udah kayak bocah korea yang sering nongol di iklan kopi.

Dion menggigit buah semangka yang Gina sodorkan lalu mengangguk-angguk. "Hm, maniiis."

"Nanasnya gimana?" tanya Gina melirik nanas yang Dion potong kecil-kecil. "Mauuu."

Alih-alih mengambilnya sendiri, Gina membuka mulut, meminta Dion menyuapinya. Dion tertawa kecil lalu menyodorkan potongan nanas itu ke depan mulut Gina yang langsung menyambutnya.

Mata Gina langsung berbinar-binar. Seger banget. Apalagi kalau semua buah tercampur dan dikasih es batu. Setelah memotong-motong buah, Gina beranjak untuk mengambil wadah besar yang akan digunakan menampung es buah yang mereka buat.

Gina berjinjit dan tampak kesulitan meraih wadah yang diletakkan di dalam kabinet atas. Menyadari itu, Dion lantas berdiri di belakang Gina untuk mengambilkannya. Jantung Gina selalu berdebar sekencang ini ketika Dion terlampau dekat dengannya. Apalagi dalam posisi terkungkung seperti ini. Sementara tupperware besar untuk wadah es buah itu sudah Dion letakkan di samping Gina.

"Yon...." cicit Gina ketika Dion tak kunjung mengambil jarak.

"Hm?" Dion sedikit membungkuk, hingga pipinya bertemu dengan pipi Gina.

"Ayo, udah jam berapa ini?" Gina menepuk-nepuk tangan Dion yang melingkar di perutnya.

"Bentar lagi." Dion mengetatkan pelukannya dan memejamkan mata. "Lagi ngecharge batre nih."

"Udah berapa persen?" Gina mengusap pipi Dion. "Nanti lagi ya?"

Gina tersenyum menghadap Dion kala pelukan itu terurai. Kalau nggak jadi berangkat sekarang kan nanti repot. Dion dan Gina kembali berkutat dengan pekerjaan mereka membuat es buah.

"Oke, sekarang kita tambahkan nata de coco!" Gina membuka kemasan nata de coco yang tadi baru saja diambilnya dari dalam kulkas. Gina bercincong seperti chef yang sedang melakukan demo masak di televisi.

"Wuaaaaw." Dion tertawa sambil bertepuk tangan meriah. "Akhirnya selesai juga."

Dion dan Gina saling tos. Gina menutup wadah besar itu dan mereka berdua membereskan dapur bersama-sama. Lalu beranjak ke kamar untuk siap-siap.

"Baju udah selesai dipacking. Nggak ada yang ketinggalan lagi kan ya?" Dion membawa tas besar mereka dari dalam kamar.

"Kayaknya nggak deh." Gina mengecek semua jendela sudah terkunci dan memastikan bahwa rumah mereka telah aman terkendali untuk ditinggalkan.

Usai mengunci pintu, Gina membawa tas sedangkan Dion membawa wadah besar berisikan sup buah buatan mereka. Malam takbiran berlangsung semarak. Sehabis isya, Dion dan Gina bertandang ke rumah mama Gina untuk menginap sekaligus merayakan idul fitri di sana. Sementara papa dan mama Dion berada di kediaman Bisma dan Dian yang juga berdekatan dengan rumah mama Gina, karena Kenzie punya adik baru.

"Tahun ini banyak momen-momen pertama kita sebagai suami-istri ya, Nang." Dion tersenyum cerah, kedua tangannya mengangkut tupperware besar berisi es buah itu.

"Hm, iya. Puasa bareng, sekarang mau lebaran bareng," sahut Gina ceria sambil membantu Dion membuka bagasi mobil. Tangannya cekatan menyusun beberapa bawaan lain yang telah ada di bagasi.

Beres meletakkan segala yang mereka bawa, Dion dan Gina memasuki mobil dan mulai meluncur. Sejak remaja, Dion dan Gina memang ganti-gantian berkunjung ke rumah masing-masing saat hari raya. Kadang sama temen-temen, kadang juga bareng orang tua. Keluarga masing-masing udah tau, kalau mereka itu best friend pake banget. Namun, tahun ini bukan sebagai sepasang sahabat lagi, melainkan pasangan suami istri.

Sesampainya di kediaman mama Gina, mereka disambut oleh Kenzie bersama sepupu dan keponakan yang masih kecil-kecil bermain alili. Mereka berlarian di pekarangan rumah.

"Eh, penganten baru udah datang," kicau Bisma yang membuat perhatian semua menuju ke arah Dion dan Gina.

"Iya deh yang penganten lamaaa," sahut Gina tertawa. Bisma mendekati Dion dan Gina untuk membantu mengangkut bawaan mereka.

"Aduh kalian bawa apa sih banyak banget?" Ninda geleng-geleng melihat bawaan Dion-Gina. Tas mereka sih emang cuma dua, tas besar yang dijinjing juga tas selempang kecil yang Gina kenakan. Selain wadah besar berisikan es buah, ada makanan ringan juga beberapa box berbagai macam jenis kue.

"Buat dimakan sama-sama dong, Maaa," ujar Gina setelah bersaliman dengan mamanya itu.

"Apa kabar, Ma?" Dion yang tadi ada di belakang Gina mencium punggung tangan Ninda.

"Alhamdulillah, baik. Papa-Mama kamu di luar kalau nggak salah, udah ketemu?"

"Udah ketemu kok, Ma. Tadi mereka sama Kei," ujar Dion menyebutkan adiknya Kenzie yang umurnya belum sampai satu tahun.

"Kami ke kamar dulu ya, Ma," pamit Gina menenteng tasnya.

"Iya, kalau capek istirahat aja dulu ya."

"Oke, mamacuu." Gina mengecup pipi Ninda lalu menaiki tangga ke arah kamarnya bersama Dion.

"Kamarkuuuh!" Gina langsung merebahkan diri di kasurnya yang empuk. Kamar yang ia huni sedari kecil hingga sebelum menikah. Tak ada perubahan yang signifikan dari kamar Gina. Berbagai poster dan merchandise Kiev juga masih terpajang di sana.

Dion mengulas senyum ketika Gina menggerakkan tangan dan kakinya seperti penguin yang berbaring di hamparan salju. Duh, istrinya yang lucu.

"Sini, Yon. Jangan malu-malu gitu dong," ujar Gina menepuk tempat tidur.

"Siapa juga yang malu, yeee." Dion ikut berbaring di sebelah Gina. Tempat tidur Gina tidak sebesar kasur mereka di rumah. Tapi nggak sempit-sempitan juga, masih bisa menampung tubuh mereka berdua dengan nyaman.

"Susah nih dulu gue dapetinnya." Dion meraih frame berisikan tanda-tangan Kiev yang ia dapatkan secara langsung. Iya, Dion ikut fanmeeting Kiev dan juga mengantri seperti penggemar Kiev yang lain untuk menggantikan kertas tanda-tangan Kiev yang melayang ke got.

"Makasih banyak ya, Yon. Nggak bisa lupain deh kado dari lo ini."

"Anything for youuu." Dion tertawa sambil mencubit pipi Gina singkat.

Gina mengubah posisi berbaringnya menghadap Dion dan tersenyum menatap Dion yang kini memandang langit-langit kamarnya. Terenyuh mengingat-ingat segala yang telah dilakukan suaminya itu untuknya. Terlepas dari sikapnya yang kadang jail dan menyebalkan, Dion begitu memedulikannya....

Merasa diperhatikan, Dion turut menghadapkan tubuhnya ke arah Gina. Tangan Dion mengusap lembut kepala Gina yang dibalut hijab motif floral itu.
Ketika mendengar langkah kaki mendekat, Gina langsung berguling menjauh. Mereka langsung duduk dan sibuk sendiri. Kentara sekali salah tingkah.

"Ekhem. Gue nggak ganggu kan ya?" goda Bisma yang sedang menggendong baby Kei yang tampaknya sudah mengantuk.

Tak menghiraukan Bisma, Gina mengajak Kei bicara. "Manis banget sih kamuuu bayiiik!"

"Iya dong, anak gue. Btw, ada eyang tuh baru dateng sama Tante Nindi, eyang nyariin kalian."

"Oh, iya. Yuk, Yon! Makasih infonya ya, A." Gina menggandeng tangan Dion ke lantai bawah untuk menemui eyang putri dari pihak mamanya.

Setelah bersaliman, Dion dan Gina mengobrol banyak dengan eyang. Mereka juga berbaur dengan seluruh keluarga besar itu. Gina tersenyum hangat melihat Dion bermain bersama Kenzie dan anak-anak lainnya.

"Kamu sama suami kamu itu sama ya, La. Gemesan banget orangnya."

Senyum Gina makin lebar, memandangi Dion yang menggesekkan hidungnya ke pipi Kenzie dengan gemas. Gina lalu menoleh ke arah eyang. "Iya, eyang. Nasib dia juga malah dapet istri kayak aku yang gemesin banget gini."

Gemesan Dion ke Gina, tentu saja bukan cuma gesek hidung ke pipi. Dion suka tiba-tiba nyubit pipi Gina, tiba-tiba meluk, tiba-tiba ngacak rambut atau tiba-tiba nyium (cough). Gina juga gemesan sih orangnya, seringnya nguyel-nguyel muka Dion. Kalau yang lain masih Dion yang inisiatif. Gina nggak terlalu agresif. Masih suka malu-malu kucing. 

Eyang kontan tergelak. "Kamu ini, La. Iya sih, cucu eyang yang paling gemesin, yang paling heboh kan ya cuma kamu."

Gina menyengir hingga gigi gingsulnya terlihat. "Yang paling sering minta beliin jajan aku juga ya, eyang?"

"Nah, itu juga apalagi." Tawa eyang kembali berderai.

***

"Hei, sayang." Dion mengecup pelipis Gina ketika istrinya itu masih sayup-sayup membuka mata. 

Gina melenguh lalu tersenyum manis, matanya masih merem melek karena proses pengumpulan nyawanya. Gina memeluk lengan Dion yang sudah duduk di sebelahnya.

"Mandi sana, terus sholat shubuh. Katanya tadi lo mau bantuin mama masak opor." Dion mengguncang lengan Gina pelan. "Yok bangun, yok."

Gina mengucek matanya lalu mengubah posisinya menjadi duduk dan menutup mulutnya yang menguap lebar.

"Nanti gue shubuhnya di masjid bareng yang lain," ujar Dion lagi.

"Okidoki, bos." Gina manggut-manggut dengan muka bantalnya itu. Dion terkekeh dan mengacak rambut Gina gemas.

"Bentar, sebelum mandi, mau mohon maaf lahir batin dulu." Gina menahan lengan Dion yang akan beranjak.

Dion menipiskan bibir, tersenyum semringah sembari mengulurkan tangannya pada Gina.

"Selamat hari raya ya, suamicuuu." Gina mencium punggung tangan Dion. Lalu mereka cipika-cipiki.

Dion mengusap kepala istrinya itu. "Mohon maaf lahir dan batin ya, sayangcuu."

Gina tersenyum manis. "Mohon maaf lahir batin, imamkuuuh."

Rumah itu ramai oleh nuansa kekeluargaan yang kental. Sehabis shalat ied, Gina dan Dion bermain dengan krucil-krucil sambil menikmati kue lebaran. Kemudian mereka berkumpul di ruang keluarga, memasuki acara inti setiap tahunnya ketika hari raya yaitu sungkeman.

Gina dan Dion berlutut berdampingan, bergantian sungkem ke eyang, orang tua, tante-om dan deretan para senior di keluarga ini. Saling bersalam-salaman mohon maaf lahir bathin juga kepada yang seumuran atau yang lebih muda.

"Fila, ayo sungkem ke Dion," tutur mama Gina yang sontak mengejutkan suami istri gesrek itu.

"Tadi kita udah salaman kok, Ma," sahut Gina jujur. Iya dong, bangun tidur tadi mereka udah saling mengucapkan selamat hari raya dan mohon maaf lahir batin.

"Tapi belum sungkeman, kan? Ayo sungkeman dulu." Eyang uti bertitah dengan tutur lembut. Dion menahan senyum kala membawa dirinya duduk di atas sofa. Dion otomatis merapatkan kedua kaki saat Gina bersimpuh di depannya. Gina dan Dion mesem-mesem aja awalnya, sempet saling ledek juga. Tapi lama kelamaan suasana ini berangsur haru.

Mereka saling menatap ketika tangan keduanya tertaut bersalaman. Gina perlahan merunduk sembari menyentuhkan hidung dan bibirnya ke punggung tangan Dion. Lalu dimulailah sesi sungkeman Gina dan Dion sebagai sepasang suami istri.

"Aku minta halal, minta maaf, minta ridho ya, Yon...." Gina menunduk, kedua tangannya dilipat di atas paha Dion. Sedangkan Dion juga menundukkan kepalanya hingga hidungnya menyentuh ubun-ubun Gina yang dibalut pashmina berwarna soft blue. Tangan Dion sesekali mengusap kepala dan pundak Gina lembut.

"Aku banyak salah, Yon. Maaf kalau aku banyak kekurangan jadi istri kamu, kalau aku belum bisa jadi istri yang baik. Maaf kalau aku sering galak ke kamu...."

"Aku juga minta maaf ya, Na. Aku juga masih banyak kekurangan sebagai suami. Kita belajar sama-sama ya." Mendengar suara Dion, membuat hati Gina merasa begitu tenteram. 

Gina mengangguk. Mata Gina memanas, dikuasai oleh rasa haru dan syukur atas segala nikmat kehidupan yang ia rasakan. Ketika Gina mendongakkan kepala, Dion merangkum wajah Gina untuk mengecup kedua pipi istrinya itu bergantian, lalu beralih ke keningnya. Mereka lalu mendekap satu sama lain. Gina tersenyum manis dan menyentuhkan hidungnya ke pelipis Dion.

"Aduduhhh Neng Fila sama Aa Iyon sungkeman pertama kali euy. So sweet banget siiih," ceplos Bisma yang mengarahkan handycam ke arah mereka. Maklum, setelah giliran sungkemannya selesai, Bisma mengambil alih jabatan sebagai seksi dokumentasi.

"Iya, dong!" Gina kontan melingkarkan lengannya ke pinggang Dion dan membuat kepalanya bersandar di dada suaminya itu. Dion mengenakan baju koko berwarna biru cerah. Senada dengan gamis yang Gina kenakan dan anggota keluarga lainnya.

Semua yang ada di sana tertawa melihat tingkah laku Gina. Tumben sih, soalnya sehabis menikah, Gina lebih bersikap malu-malu. Soalnya banyak banget yang suka ngeledekin mereka berdua.

"Duduk sini." Dion menepuk sofa, meminta Gina untuk duduk di sisinya.

Gina bangkit dan duduk di samping Dion. Mereka kembali mengobrol dengan sanak keluarga yang lain. Gina tersenyum tipis ketika Dion menggenggam tangannya diam-diam. Mereka saling pandang beberapa kali. Merasa pipinya merona, Gina menenggelamkan wajahnya di pundak Dion. 

Aihh....


Rengginang poli dan iyoncu mohon maaf lahir batin yaaa



--------

*betewe Dion sama Gina kadang masih pakai gue-elo ya, kadang pakai aku-kamu juga. Mereka seceplosnya aja emang.

HAAAAY SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI. MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN YA SEMUANYAAA 😇😘

Oke akan ada lanjutan HALAL ZONE tapi ini belum mulai. So, stay tune ya. Mungkin kalau viewnya udah satu jeti. Eh? Hahaha entah kapan tuh. Aku sambil nabung part ya supaya kalian nggak lama nunggu update. Jangan lupa komen dan rekomendasiin ke temen-temen biar banyak yang baca xixixixix.

😘😘😘

Salam sayang, iin 😇😇😇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top