25 - Paha Ayam

Anandito Dwis - Mencintai Kehilangan


Berjalan berlari hati tertindih
Sulit tapi harus aku putuskan

Jalanku jalanmu belum sempurna
Biar masa depan yang sempurnakan

❤❤❤


"Fila?" Ninda menyembulkan kepala di celah pintu kamar Gina.

"Iya, kenapa, Ma?" tanya Gina sembari melipat mukenanya sehabis salat Dhuha.

Ninda menyerahkan kotak kardus besar pada Gina. "Ada sesuatu nih buat kamu. Gede banget ini kotaknya tapi ringan. Isinya apaan, ya?"

"Dari siapa, Ma?" tanya Gina penasaran.

"Dari Dion, dia nganter sendiri tadi."

Mata Gina membulat kaget. "Hah? Dion?"

Kening Gina berkerut. Gadis itu merasa bingung dengan kiriman tiba-tiba dari Dion. Keduanya hampir tak pernah berkomunikasi lagi setelah hari wisuda itu. Gina juga hanya sesekali membaca chat dari Dion, itu pun dalam obrolan grup.

"Udah sana, buka gih. Mama keluar dulu ya." Ninda mengacak puncak kepala Gina sebelum berlalu.

Gina duduk di tepi kasur sambil memangku kotak kardus besar itu. Di luar kotak tersebut ada sebuah kantong mirip kantong doraemon yang juga terbuat dari kertas. Dalam kantong tersebut terdapat amplop yang dihiasi crayon berwarna mint.

Aneh. Untuk apa Dion mengirimkan ini padanya?

Tanpa banyak pikir lagi, Gina segera membuka amplop itu dan membaca kata demi kata yang tertuang dalam surat di dalamnya.

Di bagian atas ada tulisan salam dan lafaz basmallah dalam huruf arab. Detik selanjutnya Gina benar-benar tenggelam dalam goresan pena Dion Awan Angkasa.

✉✉✉


Nang,

Lo temen gue.

Sampai kapan pun juga.

Dan lo tau, kan?

Lo ... cinta masa SMA gue,

—sampai sekarang.

Entah kenapa gue pengen deket-deket lo terus.

Gue sadar kelakuan gue kadang buat lo kesel setengah mampus. Apalagi waktu gue berapa kali rusak merchandise kesayangan lo waktu SMA. Bahkan kita sampai jambak-jambakan di lapangan.


Gue juga nggak sengaja nyemplungin kertas tanda-tangan idola lo si Kiev Bhagaskara ke got.

Lo yang selalu gue panggil Rengginang, gue ledekin tiap hari, juga yang suka gue ketekin seenak jidat. Dan segala tingkah laku gue yang sering menyulut emosi lo sampai ke ubun-ubun.

Hm, maap lahir batin ya, Bro.

Oh, iya.

Gue nggak pernah nembak lo karena gue nggak mau jauh dari lo.

Gue nggak mau kita pisah.

Gue pengen selalu ada di sekitar lo.
Meski bertahan dalam jutaan hari sebagai seorang temen.

HEHE

Jujur aja hati gue kayaknya ada koreng sama nanah-nanahnya waktu lo deket sama cowok lain.

Yaelah kesel juga gue ngingetnya.

Tapi ya itu risiko buat gue karena nggak pernah mau jujur sama lo.

Sampai gue memberanikan diri buat ngungkapin perasaan gue ke elo waktu itu.

Lo tau gue udah mengalami peningkatan drastis, kan? Inget kagak, dulu waktu mau ngajak lo ke prom aja gue ampe gagap saking gugupnya.

Asli.

Parah-parah.

Butuh keberanian yang besar buat gue ngelamar lo waktu itu.

Tekad gue bulat, gue nggak mau kita pacaran, gue mau kita nikah.

Gue inget banget respon lo waktu itu yang berapa kali bilang, Apa?! Hah?!

Kaget amat, Bu. Dilamar mendadak emang agak bikin jantungan ya.

Lo terus nanya, apa gue yakin perasaan gue ke elo itu cinta? Bukan perasaan semu karena kita udah biasa sama-sama?

Wajar lo berpikiran kayak gitu karena kita emang nggak pernah jauh. Berat jauh sama lo, Nang.

Eaks. Gue nggak niat gombal padahal.

Tapi pas nulis ini gue nggak mau ada yang dicoret apa ditipe-x jadi ya biarin dah ya.

Biar berat, gue tetap berusaha menjauh untuk membuktikan omongan gue. Walau nggak sepenuhnya ngejauh. Ya iyalah, kosan kita dempetan coy.

Sungguh sulit.

Gue tau buat surat kayak gini emang agak konyol dan isinya mungkin bikin lo jadi geli-geli gimana.

Oke, gue bakal lebih serius.

Tapi sekarang, gue benar-benar harus jauh dari lo, Nang.

Sejak Juli ninggalin kita, gue sadar bahwa kematian nggak mengenal umur. Juli masih bisa ketawa sambil kejar-kejaran bareng gue waktu itu dan besoknya dia udah nggak ada.

Yang bikin gue ketampar bahwa maut emang bener-bener nggak ada pemberitahuannya dulu kayak mau naik pesawat.

Entah Kiya yang berulang kali pingsan atau rasa syok ketidakpercayaan Babeh dan Enyak-nya Juli anak mereka satu-satunya udah tiada. Juga berapa banyak tumpahan air mata kehilangan kita, Juli bener-bener nggak akan bangun lagi.

Dia seumuran kita. Dia sohib kita banget, tapi dia pulang lebih dulu.

Gue ... gue nggak tau, Nang. Gue rasa selama ini gue lebih banyak memikirkan lo daripada memikirkan-Nya. Dia yang udah menciptakan kita, langit dan bumi serta seisinya.

Semua milik-Nya. Semua cuma titipan. Dan semua akan kembali kepada-Nya.

Bahkan sekarang, gue nggak bisa memandang lo langsung di kedua mata dengan leluasa. Ada rasa yang meletup-letup dalam dada gue yang kadang bikin gue nggak bisa berpikir dengan jernih. Gue nggak mau setan sama antek-anteknya memanfaatkan perasaan fitrah ini pada sesuatu yang menjerumuskan.

Gue akan datang menuju lo dengan cinta yang tenang, bukan rasa menggebu yang akan menuntut dan memaksa.

Maka dari itu, gue ingin lebih mendekatkan diri pada-Nya. Gue mau memperbaiki niat gue. Gue mau meraih apa yang ditentukan buat gue dengan cara yang benar, yang insyaallah membuahkan keberkahan.

Sebenernya lo udah denger kabar ini, kan? Iya, gue ambil beasiswa ke Jepang untuk S2 Nuklir.

Bukannya lo bukan prioritas gue, tapi gue sadar lo terlalu kaget sama lamaran gue saat itu. Dan lo belum siap jalanin step mendebarkan itu sama gue. Mungkin ... kita memang belum berjodoh di umur sekarang.

Ke depannya ....

Masalah kita berjodoh apa nggak, gue benar-benar pasrah pada ketentuan-Nya. Gue cuma bisa berdoa lo selalu sehat dan Allah lindungi dari marabahaya juga semua fitnah dunia.

Gue tau meninggalkan lo dalam waktu yang lama kayak gini punya banyak risiko dan mungkin, walaupun gue nggak mau, akan membuat gue menyesal.

Lo bisa aja dicomot orang.

Katanya jemuran aja ditinggal lama bisa ilang, apalagi perasaan.

Tapi inilah jawaban shalat istikharah gue dan gue yakin inilah yang terbaik.

Gue nggak akan memaksa lo untuk nunggu gue pulang.

Nanti, saat waktu yang tepat itu sudah datang, gue akan mengikhtiarkan dengan sebenar-benarnya. Karena sekarang upaya gue hanya bisa lewat do'a di setiap sujud.

Tapi jika takdir berkata lain....

Kalau misalnya, kita emang ditakdirkan hanya untuk jadi temen.

Aduh.

Jangan dah. Pahit amat.

Tapi ... kalau kemungkinan terburuk itu benar-benar terjadi...

Kalau nanti ... lo ketemu sama orang baik, yang segalanya lebih baik dari gue. Dan Allah tetapkan laki-laki baik itu sebagai jodoh lo.

Insya Allah,

Gue akan berusaha ikhlas.

Gue cuma mau lo dapetin jodoh yang terbaik.

Gue harap lo selalu bahagia.

Gue berangkat hari ini, Nang. Doain selamat sampai tujuan dan ilmu gue nantinya bisa memberi sumbangsih pada kemajuan bangsa.

Oh iya, ini boneka paha ayam di drama apaan tuh yang lo mau beli dari jaman SMA tapi nggak kebeli-beli soalnya lo sibuk ngumpulin merchandise si Kiev. Itu drama jadul korea siluman rubah ekor sembilan. Si Miho Miho itu.

Udah itu aja.

Baik-baik ya.
Sehat-sehat.
Jangan begadang.

Sampai saat ini,
Masih jadi temen lo,

Dion.

✉✉✉


Air mata Gina telah menyeruak sejak tadi. Sambil terisak-isak, ia membuka kotak tersebut dan mengeluarkan boneka paha ayam yang semok itu. Gina menenggelamkan kepala di sana dan menumpahkan tangisannya.

Bukannya Gina sendiri yang ingin mengetahui bagaimana rasanya saat dia dan Dion jauh?

Namun, saat Dion benar-benar akan pergi jauh meninggalkannya.

Mengapa rasa ini begitu menyesakkan?

Dari luar, di balik pintu kamar Gina, Ninda merasa turut bersedih mendengar tangisan Gina. Sebenarnya, Dion telah bicara secara resmi padanya. Tentang ungkapan perasaan Dion dan niat cowok itu untuk mengajak Gina ke dalam hubungan yang serius. Namun, sepertinya manusia hanya mampu untuk berencana dan mengikuti apa yang telah Sang Kuasa rangkai untuk kehidupan mereka.

Sebagai seorang ibu, ia selalu berdoa yang terbaik untuk putrinya.

Jika mereka memang berjodoh satu sama lain, tolong jaga hati mereka untuk satu sama lainnya. Jadikanlah jarak yang membentang bukan suatu yang menjauhkan, tetapi sebagai cara-Mu untuk menambah keyakinan pada hati mereka. Tuntunlah mereka menuju cinta yang berlandaskan atas cinta kepada-Mu, Sang Pemilik Cinta.

***


"Jaga diri lo baik-baik. Gina udah gede, dia nggak bakal mati kejedot kalau lo tinggal." Bisma memeluk adik iparnya itu. Dion tersenyum dan mengangguk perlahan.

Dion lalu beralih pada Kenzie yang ada dalam gendongan kakak perempuannya, Dian. "Kenzie, jagain Onti Gina ya, Oom harus pergi dulu," bisik Dion pada Kenzie. Dian pun lantas tersenyum mendengar itu.

Lucunya, Kenzie mengangguk dan menegakkan pinggangnya sambil menghormat pada Dion. Dian lantas tertawa dengan tingkah putra kecilnya.

"Entar Teteh langsung laporan kalau ada apa-apa. Kamu di sana yang konsen belajarnya ya." Dian mengelus puncak kepala Dion dengan sayang.

Kepala Dion terangguk. Cowok itu hanya diantar oleh anggota keluarganya. Dion sengaja tidak menggebor-geborkan keberangkatannya ini pada teman-teman yang lain.

Dion kembali berpamitan dan mencium kening sang mama sekali lagi sebelum menggeret kopernya. Pesawatnya akan terbang sebentar lagi. Tangan Dion melambaikan tanda perpisahan ke arah anggota keluarganya.

Cowok itu akhirnya benar-benar hilang dari pandangan. Ia akan meninggalkan tanah airnya dan sosok perempuan yang selalu dan akan selalu bertahta dalam hatinya.

"See u, Nang."


Semoga perpisahan kita adalah sebuah persiapan untuk kembali dipertemukan.
(Anonim)

❤❤❤

Takdir yang Kau beri
Menguji hatiku
Rasa menyesakkan
Kehilangan ini

Takdir yang Kau beri
Bahwa cinta yang sebenar cinta
Hanya ada satu....

Karena kehilangan ini
Ku mampu mendekat ... kepada-Mu

❤❤❤❤

Bersambung

Entah mengapa di part ini hati gue rada mangkel-mangkel gimana gitu ya

Rasanya mau ngelemparin Dion gitu pake cinta saking mangkelnya

Dan izinkan adinda iin bernyanyi ya sodara-sodara karena sesungguhnya gue ini ada bakat terpendam jadi biduan

Lagu dungdat Malam Terakhir paling cucok nih tjoy

Mengapa... Mengapa hatiku berdebar-debar
Seakan-akan ku ragu
Untuk merelakan kepergianmu kasih

Mengapa... Mengapa hatiku berkata-kata
Seakan-akan berbisik
Bahwa kita tidak akan berjumpa lagi

Kepergianku hanya untuk kembali
Kita berpisah untuk berjumpa lagi
Kecuali bila Tuhan menghendaki
Tentu saja kita harus rela hati
Karena kehendak-Nya itu yang terjadi

Totetonet


Sekian dan terimakasih


ini paha ayamnya ketinggalan

Sampai jumpa di part selanjutnya

Bubay, Iin (T▽T)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top