19 - Lelaki di Balik Mimbar
Iqbal Ceka -
Tak Harus Hari Ini
Benar aku cinta
Tapi kupercaya
Kau yang kuinginkan
Tak harus hari ini
Mungkin hari nanti
Kamu ada di sisi
Kita kan bersama
Dalam indahnya cinta
***
Merdeka dari serentetan tugas dan ujian, Squad Kos-kosan Bu Astuti Indah Permai yang digawangi oleh Gina, Dion, Pilip dan Juli featuring Kiya, sepakat untuk meluangkan sebagian waktu libur mereka dengan menjadi volunteer acara pekan iman dan takwa yang digagas oleh Muhammad Hafi Azwardhana.
Sebelum memulai kegiatan, mereka menunaikan salat zuhur di masjid dekat panti. Selepas mengambil air wudu, Gina menaiki tangga menuju lantai atas masjid bersama Aira. Pemandangan Dion yang baru saja keluar dari tempat wudu membuat senyum Gina tertarik. Sambil berjalan memasuki area utama masjid, Dion mengusap rambutnya yang sedikit basah. Entah kenapa Gina sangat menggilai jidat Dion yang begitu mempesona.
Benar-benar surga dunia.
"Yuk, Na," ajak Aira menatap Gina yang terhenti di anak tangga terakhir. Sedangkan Kiya berada di luar karena sedang halangan. Sembari menunggu, Kiya nongkrong di tukang rujak yang mangkal tak jauh dari masjid.
"I-iya." Gina langsung mengekor Aira. Buru-buru mengambil mukena dan bersiap untuk salat zuhur berjamaah.
Usia salat, membaca wirid serta doa, sebuah suara menarik perhatian. Dari lantai atas, Gina berdiri sembari melepas mukena. Pandangannya tercurah pada seorang laki-laki yang berdiri di balik mimbar. Laki-laki itu, Muhammad Hafi Azwardhana.
Dari sini Gina juga bisa melihat Dion, Juli dan Pilip tengah duduk bersila mendengarkan bersama jamaah yang lain. Gina kembali fokus pada Hafi yang tampak begitu bersahaja. Rasa kagum lantas menyelimuti diri Gina. Perasaan yang sama ketika pertama kali melihat idolanya, Kiev Bhagaskara saat bernyanyi di atas panggung. Bedanya, sekarang Hafi memaparkan suatu hadis, berdiri tegak di balik mimbar itu.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan apabila ia mengingat-Ku (menyebut nama-Ku) dalam suatu perkumpulan manusia, maka Aku akan menyebut namanya di dalam suatu perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulannya (perkumpulan malaikat). Apabila ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, dan apabila ia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Dan apabila ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari-lari kecil. Hadis riwayat Bukhari nomor 6970 dan Muslim no. 2675."
Gina mematung di tempatnya. Mendengarkan penjelasan Hafi mengenai hadis tersebut dengan saksama. Isi hadis itu membuat Gina tertegun. Seolah menampar keras dirinya. Sudah berapa lama Gina mengabaikan Sang Pencipta? Ia beribadah hanya untuk menanggalkan kewajiban. Salat saja sering terburu-buru dengan pikiran ke mana-mana. Berdoa dengan sungguh-sungguh? Cuman waktu ada maunya. Astaghfirullah ....
Ini pertama kalinya Gina mendengar hadis tersebut. Hadis yang Gina ketahui hanyalah hadis-hadis familiar seperti kebersihan merupakan sebagian dari iman dan beberapa hadis-hadis pendek yang guru agamanya dulu sampaikan.
"Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah Maha Pengampun dan Maha Pemurah. Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sekian dari saya, jika ada tutur kata yang salah mohon dimaafkan. Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq. Summa salamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," tutup Hafi sebelum turun dari mimbar.
Rasanya, Gina ingin menangis. Gina senang melihat orang-orang yang dekat dengan agama. Mereka yang berusaha selalu istiqamah di jalan yang Allah ridhoi. Tapi yang ia lakukan hanya mengamati, tak pernah terlintas untuk menjadi.
Tapi sampai kapan ia terus hidup seperti ini?
Gina beranjak, meletakkan mukena milik masjid pada lemari yang tersedia. Kemudian netranya tertuju menatap pantulan dirinya di cermin. Mengikat rambutnya dengan rapi lalu mengambil pashmina yang tadi hanya tersampir di bahunya.
Tangan Gina bergerak, menutup rambutnya dengan pashmina yang dibantu oleh jarum pentul kecil. Rasanya sudah sangat lama Gina tidak berhijab. Ya, ia hanya menggunakan hijab di waktu-waktu tertentu.
Dari pantulan cermin, Gina bisa melihat Aira tersenyum di belakangnya. Gina menoleh memandang Aira, lalu balas tersenyum. Masih dengan senyum manis, Aira mengacungkan dua jempolnya ke arah Gina.
Di beranda masjid, Dion duduk sambil mengikat tali sepatu. Cowok itu nyaris terjengkang melihat sosok Gina yang turun dari tangga. Ada yang baru dari Gina kali ini. Sesuatu yang membuat gadis itu entah mengapa jadi tampak jauh lebih indah dari sebelumnya. Seperti slow motion, kedua mata Dion mengedip satu kali, memastikan apakah sosok itu benar-benar Gina, cewek gasrak kesukaannya.
Dion berdiri tanpa sadar. Degup jantungnya mulai menari, mengikuti lagu yang terputar di hatinya kala memandang senyum Gina yang terulas di sela-sela obrolan gadis itu bersama Aira.
Melihatmu tersenyum aku percaya
Tuhan pencipta tiada dua .....
Bersama Aira, Gina berjalan ke arahnya. Gadis itu mengenakan kaus longgar dilapisi outer kimono lengan panjang dan dipadukan dengan kulot berwarna abu-abu sebagai bawahan.
"Yon?" panggil Gina yang hampir tiba di depannya.
Mendengarmu berkata
Aku terpesona
Bidadari juga tinggal di dunia ....
"Yon!" Gina berseru sambil melambaikan tangannya di depan wajah Dion. Sedangkan Aira menutup mulut dengan punggung tangan, menyembunyikan tawa kecilnya melihat ekspresi terpesona Dion untuk Gina.
"Eh? Hah? Apa?" Muka Dion benar-benar seperti orang yang baru kena hipnotis.
"Juli sama Pilip mana?" tanya Gina mencari keberadaan si bule betawi dan kokoh-kokoh tiang listrik itu.
Dion mengerjap sebelum menjawab pertanyaan Gina. "Hah? Hm, Juli nyamperin Kiya, kalau Pilip ...."
Belum sempat Dion berkata, Pilip telah datang menghampiri mereka.
"Wedew, tobat lo, Na?" tanya Pilip seraya terkekeh menyebalkan.
Gina ingin mengulek mulut Pilip pakai ulekan pecel saat itu juga. Tapi segala sesinisan yang sudah akan dimunculkannya sebagai raut muka langsung Gina lenyapkan begitu saja. Berganti dengan ekspresi menyejukkan. "Iya, Aamiin. Doain aja eak."
Pilip tercengang akan respon Gina. Tapi, ngomong-ngomong siapakah gerangan nona manis dengan gamis dan kerudung panjang ala ustazah di samping Gina ini? Sungguh mati Pilip jadi penasaran ....
"Wait, lo ...." Cowok bermata sipit itu menatap Aira intens. Seolah pernah jumpa tapi tak tahu di mana. Kening Pilip berkerut-kerut macam keriput manula, menandakan ia sedang berpikir sangat keras. Telunjuk Pilip terulur mengarah pada Aira. Tanpa sadar bahwa tindakannya itu membuat Aira merasa tak nyaman.
Gina menepak telunjuk Pilip agar menjauh dari Aira yang sudah beringsut mundur. Pilip kontan mengaduh heboh. Memegangi jari telunjuknya yang teraniaya. Mata sipitnya dipaksa melotot ke arah Gina. Karena mata Gina udah belo banget, Pilip langsung kalah telak kalau adu melotot-melototan. Lewat mulutnya yang komat-kamit, Gina melayangkan sinyal pada Pilip bahwa cowok itu sudah membuat Aira risi.
"Aduh, sori-sori. Gue nggak maksud," ujar Pilip menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Aira mengangguk, mengisyaratkan ia tak apa.
"Oh iya, gue Pilip. Nama lo siapa?" Pilip memunculkan senyum terbaiknya.
Gina dan Dion saling pandang dan menaikkan alis mereka bersamaan. Rasanya geli-geli gimana melihat Pilip mengajak Aira berkenalan dengan muka sok ganteng gitu.
"Humaira," jawab Aira. Suaranya lembut seperti biasa.
"Yuk, Ra. Acaranya udah mau mulai, kan?" Gina menggandeng lengan Aira untuk berjalan bersamanya. Meninggalkan Pilip dan Dion di belakang.
Humaira?
Ekspresi Pilip tampak terkejut. Sepertinya, Pilip memang pernah bertemu gadis itu sebelumnya.
Dion mulai berjalan mengekori Gina dan Aira. Sadar akan Pilip yang tak beranjak, Dion berhenti, memandang Pilip yang sedang melamun.
"Lip! Cepetan ayo!"
***
Gina merasa beruntung mengikuti kegiatan sosial keagamaan seperti ini. Hari ini kegiatan diisi dengan tadarus Al-Qur'an. Juga mengajarkan anak-anak gerakan dan bacaan salat yang baik dan benar. Mereka juga didampingi oleh guru pengajar di panti ini.
Mata Gina berkaca-kaca ketika mendengar seorang anak bernama Abi melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan begitu indahnya. Usianya baru 8 tahun dan Abi telah hafal keseluruhan juz dalam Al-Qur'an. Istimewanya lagi, Abi merupakan seorang penyandang tunanetra sejak lahir. Meski indra penglihatannya telah berada di surga lebih dulu, Abi bisa membuktikan bahwa keterbatasan tidak menghambatnya sama sekali untuk dekat dengan Al-Qur'an. Membuat Gina merasa amat malu, ia yang diberi penglihatan sempurna malah jarang menyentuh Al-Qur'an.
Abi memiliki sahabat dekat bernama Zul. Umur Zul 9 tahun, tapi ia tidak bisa berjalan karena penyakit lumpuh layu yang dideritanya. Zul hanya mampu duduk di kursi roda. Meski begitu, seperti Abi, Zul juga memiliki suara yang indah. Zul suka melantunkan syair habsyi. Dan panti asuhan ini benar-benar memfalisitasi kegiatan-kegiatan bermanfaat untuk anak-anaknya secara rutin. Sehingga anak-anak di sini dapat mengaktualisasikan diri mereka sesuai dengan potensi dan minat mereka masing-masing.
Walau berkebutuhan khusus, Abi dan Zul sangatlah mandiri. Tak ada yang bisa menahan senyum haru ketika kedua anak itu bekerja sama ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Seperti bermobilitas misalnya, Abi bertugas mendorong Zul yang duduk di kursi roda, sedangkan Zul akan menunjukkan arah. Juga menyampaikan apa yang ia lihat sebagai pengganti mata Abi. Menggambarkan pada Abi indahnya dunia dari cerita-ceritanya.
Tak hanya Abi dan Zul, bagi Gina, anak-anak di panti ini benar-benar anak-anak yang luar biasa. Ada kesedihan di balik keceriaan mereka. Mereka memangku beban yang lebih berat dibandingkan anak lain seusianya.
Tapi mereka bertahan, mensyukuri apa yang telah ditakdirkan oleh-Nya. Mereka yakin bahwa tak ada yang lebih baik dari rencana-Nya.
Gina perlahan melipir dari keramaian. Duduk di sebuah kursi dan memandangi anak-anak itu dari kejauhan. Gadis itu menutup muka, menumpahkan tangisnya tanpa suara.
Ia merasa ... malu. Tentang dirinya yang selalu mengeluh. Dirinya yang sering tak bersyukur akan kehidupannya.
Terlahir dari keluarga yang lengkap dan menyayanginya. Berkecukupan. Fisik dan mental yang sehat. Juga teman-teman yang menerima dirinya apa adanya.
"Kenapa?" Dion tiba-tiba muncul dan duduk di samping Gina. Melihat Gina yang masih menutup wajah sambil terisak kecil, tangan Dion terulur berniat mengusap pundak Gina untuk menenangkannya. Namun, niat itu Dion urungkan, tangannya tergantung di udara.
Gina menghapus air mata dan menggeleng pelan. Tapi Dion dapat melihat Gina senyum Gina terulas memandang keceriaan anak-anak meski air matanya masih menggenang.
Dion tersenyum kecil. Garang-garang begitu, perasaan Gina sangatlah halus. Baca sejarah kampus, nangis. Nonton iklan susu SGM, nangis. Lihat kakek-kakek narik becak, ini beneran nangis kejer si Gina. Soalnya ya, orang tua kan harapannya udah di rumah aja nikmatin hari tua. Tapi kakek itu masih aja kerja. Dion juga merasa sedih dibuatnya.
"Ingus, Nang. Ingus." Kali ini Dion terkekeh kecil, udah lama dia nggak nonton pertunjukan tarik ulur ingus Gina.
Gina cemberut dan membuang ingusnya menggunakan tisu. "Yooon."
“Hm? Apa?”
“Gue ngerasa dosa gue banyak banget.”
“Gue juga.” Mata Dion menerawang. “Tapi semua manusia tempatnya salah dan khilaf, Nang.”
“Gue takut, Yon.”
Dion tersenyum. “Sama. Gue juga takut. Tapi inget? Kita nggak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Mulai hari ini. Kita. Gue dan elo bakal jadi lebih baik dari sebelumnya. Gimana?”
Gina balas tersenyum. “Setuju.”
bersambung
Doain Ginangcu istiqomah shay
Calon imamku.
Pabila jua kita batajak sarubung bakawinan 😂
Salam super, Mamah Iin 💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top