17 - Konco Mesra

"Nih, makan." Gina meletakkan piring berisikan nasi goreng buatannya di atas meja.

Dion tersenyum lebar. Aroma nasi goreng yang tersaji di depannya ini seolah-olah sedang merengek-rengek minta dimakan. Membuat Dion tergugah untuk langsung melahapnya.

"Enak, Nang," kata Dion dengan ekspresi wajah yang dibuat berlebihan setelah sesendok nasi goreng mahakarya chef Rengginang Poli masuk ke dalam mulutnya.

"Ya enaklah, gratis!" seru Gina sewot. Gina mendelik kesal melihat Dion yang lanjut menikmati makanannya sambil menggoyangkan bahu. Tengil amat ini curut. Minta dibekep banget!

"Jangan sok imut gitu ngapa!" ujar Gina sembari menarik pipi kiri Dion. Cowok itu lantas mengaduh tidak jelas karena juga sedang sibuk mengunyah.

"Bener-bener deh lu ya. Kalo gue keselek terus mabok janda, gimana?!" omel Dion setelah berhasil menelan makanannya.

"Dari mana hubungannya keselek sama mabok janda ya, Pak?!" tanya Gina emosi. Satu jitakan mendarat indah di kepala Dion.

Dion kembali mengaduh sambil mengusap kepalanya yang kena jitak. Gemas, Dion juga melayangkan jitakan pada Gina. Mereka pun tenggelam dalam perseteruan jitak-menjitak dengan rusuhnya.

"Rasakan serangan ketek pangeran tamvan mandraguna. Hiat!" Dion tertawa antagonis. Mengeteki Gina adalah salah satu hal yang paling ia sukai di dunia ini.

"Lepasin curuuut!" Mulut Gina terbuka lebar, mencoba menggigit lengan Dion yang melingkari lehernya. Namun, detik berikutnya keberingasan Gina tiba-tiba berhenti. Digantikan oleh tindakan yang sama sekali tidak Dion duga.

Gadis itu sekarang malah mengendus-endus tubuh Dion layaknya binatang mamalia penuh bulu bersuara meong-miaw-nyaw-nyaw yang tentu saja membuat Dion termangap-mangap tak percaya.

"Nang, lo kesambet apaan dah?!" tanya Dion horor sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Tubuhnya sudah mentok di ujung sofa. Tidak bisa ke mana-mana lagi.

Jantung Dion berdegup keras ketika Gina semakin menyongsongnya, masih dengan mengendus-endus penuh nafsu.

"Lo mau apain gue?! Nang, ini Bu Astuti lagi pergi, kosan juga lagi sepi. Kalau setan lewat gimana, kampret?!" Dion mencerocos heboh.

Kepala Gina yang tadinya berada di sekitaran dada Dion yang terlindung kaos polos lengan pendek, kini bergerak ke arah atas. Dion menahan napas ketika wajah Gina hanya berjarak beberapa inci dengannya. Mata Gina memicing, seolah akan melahap Dion saat itu juga.

"Lo ... abis ngerokok?" tanya Gina tajam.

Dion tergelagap. Lalu mendorong pelan wajah Gina menggunakan telapak tangannya yang lebar.

Cowok itu berdeham dan menegakkan posisi duduknya. "Why? What's wrong?"

"What's wrong what's wrong." Gina mencibir.
"Kalau kata iklan, rokok membunuhmu, Yon! Merokok dapat menyebabkan serangan jantung, hipertensi, impotensi-"

Mata Dion melebar. "Lo nyumpahin gue?!"

Gina berdecak. "Bukan nyumpahin! Kan emang dampak rokok begitu. Kenapa nggak coba berenti?"

Dion membasahi bibirnya yang terasa kering.

"Kayaknya susah," jawab Dion sambil menggerakkan tubuh kembali menghadap meja, memakan nasi gorengnya.

Cowok itu baru jadi perokok aktif dua tahun belakangan, waktu SMA dulu pun Dion tidak pernah coba-coba untuk merokok.

"Karena udah kebiasaan," cetus Gina.

"Dan menimbulkan rasa nyaman," sambung Dion.

"Jadi sulit melepaskan," lanjut Gina lagi.

Gina menghela napas. Meski Dion tidak pernah merokok di depannya atau selalu mematikan rokoknya saat ia ada, tapi tetap saja Gina merasa bahwa merokok bukanlah kebiasaan yang baik. Terlebih untuk kesehatan tubuh Dion sendiri.

"Lo pernah denger nggak, Yon. Dua batang rokok itu nilainya sama dengan satu batako?"

"Enggak, gue pernah dengernya dua permen loli Milkita setara dengan segelas susu," jawab Dion polos.

Gina memutar bola mata. "Gini, kalau diitung-itung-itung ya. Andai lo tuker rokok yang lo isep sama batako. Lo bisa bikin istana buat keluarga kecil lo kelak!"

Ucapan Gina membuat Dion tercenung.

Keluarga kecil.

Bersamamu.

Dan anak-anak kita kelak.

Sebuah istana.

"Papa!" Lima anak kecil berebutan memeluk sosok Dion dewasa yang baru memasuki rumah selepas bekerja. Dion tersenyum hangat dan membalas pelukan anak-anaknya.

Lalu, seorang wanita datang menghampirinya, kemudian mencium punggung tangannya. Satu tangan Dion terangkat mengelus puncak kepala sang istri dengan kasih sayang. Keduanya berpandangan penuh cinta. Hm, gambaran keluarga yang sangat berbahagia.

Gina jadi plonga-plongo ketika Dion mengelus kepalanya dan tersenyum aneh.

"Yon!" Gadis itu menepak lengan Dion yang kontan mengerjap. Tersadar dari angan-angan indah masa depan. Melihat Gina yang bingung atas tindakannya, Dion lantas menarik tangan dengan canggung.

"Ngapain tangan lo di kepala gue?" tanya Gina dengan alis menukik.

Dion menjawab asal. "Ada ketombe."

"Masa sih?" tanya Gina tak percaya. Gadis itu sedikit menunduk dan membiarkan rambutnya menutupi wajah layaknya kuntilanak lagi nongkrong. Jemari Gina bergerak menyisir rambutnya. "Perasaan gue nggak ketombean," gerutu Gina, cenderung bicara pada dirinya sendiri.

"Ada nih ketombenya di sini." Dion mempertipis jarak mereka dan jari Dion sudah berkelana di permukaan kulit kepala Gina.

"Mana? Nggak ada, Yoooon."

Pletak!

"Adaw!" seru Gina saat Dion kembali menjitaknya dan cowok itu tertawa dengan begitu puas.

Ekspresi Gina berubah mencekam dan sosok Gina apalagi dengan rambutnya yang dikedepankan lantas mengingatkan Dion pada The Sacred Riana. Sangat menyeramkan dan membuat Dion jadi ngeri sendiri. Gina menggerakkan kepalanya ke atas sampai rambut yang tadi sedikit menutupi wajahnya berayun terbang. Lalu, gadis itu menarik pergelangan tangan Dion. Ekspresi Dion sudah tidak terkontrol lagi ketika Gina membuka mulut dan akan menggigit tangannya.

"Adoh, Nang! Ampun ampun ampun nggak lagi dah nggak lagi!" Dion berseru heboh mencemaskan keselamatan tangannya dari ancaman gigi ganas Gina. Dia sudah sering kena gigit waktu SMA jika cewek itu lagi naik darah.

"Ish, belum juga digigit!" Gina mendelik dan mengempaskan tangan Dion. Kemudian mengikat rambutnya asal. "Tapi tadi lo dengerin kata-kata gue nggak sih?!"

Dion kontan memasang wajah sok serius. "Iya, denger. Tapi bikin rumah kan nggak cuma dari batako doang, Nang."

"Itu perumpamaan, Iyoncu!" Gina tak kuasa menahan decakan. "Coba lo liat berita di internet. Orang yang coba berenti ngerokok terus duitnya ditabung. Ada yang bisa beli iPhone 8 plus, motor, bahkan ada yang bisa naik haji!" kata Gina bersemangat layaknya motivator ulung.

"Gue tau cowok sama rokok itu susah buat dipisahin. Dan ada hal dari rokok yang bikin lo nyaman yang mungkin gue nggak pernah ngerti gimana rasanya." Gina mencoba memandang dari perspektif Dion. "Tapi temen satu kelas gue ada yang kena TBC gara-gara rokok. Dan gue ngeliat langsung dia batuk darah." Jeda sejenak, Gina memejamkan mata karena memori itu terulang dalam pikirannya. Detik berikutnya Gina membuka mata dan menatap Dion lekat. "Gue cuma nggak mau lo nimbun penyakit, Yon."

Dion langsung terhenyak, apalagi melihat muka sendu Gina kala mengutarakan hal itu.

"Sorry, gue jadi kayak-kayak ngatur-ngatur lo gini. Tapi semuanya gue serahin ke elo. Gue nggak akan maksa." Gina mengulas senyum manis, merasa tak seharusnya ia mendikte Dion. Dia hanya memberikan masukan. Untuk semuanya, keputusan tentu ada di tangan Dion.

Lagipula Dion merokok atau tidak, Gina menjamin dirinya akan tetap menerima Dion apa adanya.

Eak.

"Iya, entar gue pikirin." Senyum Dion mengembang seraya mengacak-ngacak rambut Gina. "Makasih ya udah perhatian. Duh, jadi malu."

"Dih, geer!" Gina memekarkan hidungnya dengan kocak.

Dion terbahak. Cewek ini benar-benar tidak ada jaim-jaimnya.

"Oh iya, Yon. Lo kenal Aira nggak? Cewek yang tadi di panti sama gue. Dia satu program studi sama lo," tanya Gina sambil membuka keripik singkong berukuran besar.

"Gue nggak semasa bodo itu sampai nggak kenal temen satu angkatan, Nang."

"Iya, kan? Soalnya Aira bilang nggak yakin elo kenal sama dia. Dia kan agak pendiam gitu."

"Kelas gue sama dia satu ruangan waktu matkul tertentu. Dia nggak pendiam kok waktu diskusi. Kritis banget orangnya."

"Hm, sudah kudugong."

Alis Dion mengerut heran. "Apanya?"

"Aira itu wanita cerdas dan berintegritas tinggi. Sangat tepat untuk kujadikan teladan."

"Iya, ambil yang baik biar bener idup lo." Dion menyambar keripik singkong yang ada di tangan Gina dengan mulutnya.

Gina membelalak dan kontan memukul bahu Dion. "Untung tangan gue nggak kena gigit!"

"Yang cowok tadi siapa?" tanya Dion penasaran tanpa menanggapi omelan Gina.

Raut wajah Gina berubah cerah. "Cowok yang mukanya kayak arab tadi? Namanya Hafi, terus lo tau nggak? Dia jurusan dakwah, Man. Dakwah!"

Melihat Gina yang mesem-mesem, Dion mendengus sambil menarik ujung hidung cewek itu. "Heh, lo suka sama dia?"

Alis Gina terangkat. "Suka? Emangnya gue semudah itu suka sama orang?"

Bola mata Dion berotasi malas. "Iya, semudah itu."

"Yeee, sok tau lo. Gue emang seneng liat cowok kinclong. Apalagi dengan segala kelebihannya. Tapi ya bukan berarti gue suka mereka semua. Gue cuma mengagumi ciptaan Yang Maha Kuasa." Tangan Gina bergerak-gerak mengikuti nada dari cerocosannya. "Liat Hafi mengingatkan gue sama Kiev."

Pikiran Gina menerawang. Iya, Kiev Bhagaskara idola kesayangan Gina. Ah, Gina jadi merindukannya.

"Hafi kan bukan seleb," komentar Dion. "Terus juga, kalau aja waktu prom dulu lo nerima ajakan Kiev buat dateng sama dia, mungkin lo bakal punya cerita berbeda sama idola lo itu. Kenapa juga lo nolak?" tanya Dion sambil mengarahkan pandangan ke arah lain. Tidak ingin menatap mata Gina.

Gina mengembuskan napas kesal. Dion ini gimana sih? "Karena gue maunya sama lo!"

Ups.

Gina langsung membuang muka dan merutuki pernyataannya.

Mendengar itu, Dion langsung menoleh dengan wajah kaget. Namun, setelah beberapa saat senyuman cowok itu mengembang dengan tengilnya. "Oh, maunya sama gue ...."

"M-maksudnya, kalau bukan sama gue lo sama siapa lagi coba?" tutur Gina gengsi.

Wajah Dion langsung berubah jumawa. "Eh jangan salah, gini-gini dedek gemes gue banyak."

"Terus ngapain lo ngajak gue?!" tanya Gina dongkol.

"Karena gue maunya sama lo."

Syadap.

Tapi suasana mendadak senyap.

Gina mengerjap. Apa yang Dion katakan serupa dengan perkataannya tadi. Lima kata yang sama. Lalu mengapa jantungnya bergemuruh saat cowok itu yang menyatakannya. Nada suara Dion memang terdengar lebih lembut dibandingkan dirinya. Tapi tetap saja ... seharusnya kalimat itu tak berefek sebesar ini untuknya. Karena ... ia jadi kembali berharap.

"Mung dadi konco mesra mergo kependem cinta...." Suara Pilip menggema dari luar.

"Wes, berduaan aja niy," celetuk Pilip yang baru saja masuk. Diikuti oleh Juli yang bersiul-siul.

"Apaan nih?" tanya Juli membaca selebaran yang tadi Hafi berikan pada Gina. "Pekan iman dan takwa?"

"Ah, iya." Gina mencoba menguasai dirinya. Kemudian mengajak Juli dan Pilip untuk bergabung pada acara itu.

"Dion ikut?" tanya Pilip.

"Kalau Gina ikut ya Dion pasti ikut lah," sahut Juli. Dion menaik-naikkan alis sedangkan Gina hanya diam dengan perasaan tak menentu.

"Cocok nih acaranya buat Pilip. Lo kan pernah jadi santri, Lip. Walaupun muke lu nggak ada muke santri-santrinya." Juli tertawa meledek.

"Lho, bukannya kalian satu sekolah terus ya? Kapan Pilip nyantrinya?" tanya Gina heran.

"Waktu SMA, gue dimasukin bokap ke pesantren. Terus gue keluar karena nggak tahan. Pindah ke SMA malah ketemu nih bule koplak lagi. Bosen gue." Pilip menoyor kepala Juli yang hanya cengengesan.

"Ye, elo aja yang nggak bisa pisah sama gue, pan?" Juli memainkan alisnya jenaka dan Pilip pun lantas bergidik geli.

"Oke, whatever. Yang pasti kalian berdua juga harus ikut acara ini. Ti-tik." Gina mengetuk meja bak hakim pengadilan.

Dion mengangguk samar pada Pilip dan Juli. Dengan sorot mata yang mengisyaratkan kedua sohibnya itu agar menuruti permintaan Gina. Pilip dan Juli saling lirik. Berhubung mereka juga sepertinya tak ada kegiatan lain saat acara itu dilaksanakan, jadi oke, mereka ikut.











Bersambung.

Gerakan
membantu
Iin
Rajin
dan
Produktif
2k18 🎉

Yey. Nggak nyampe satu bulan dan cuma satu mingguan. Padahal mager dan masih UAS juga, tumben-tumbenan wkwkw.

Follow instagram aku yaaa -> @inkinaoct

dm for follback tapi harus sopan ☺

Instagram dua racun

Dion @dionangkasa_
Gina @angginafila

Heho. Sampai jumpa dipart selanjutnya 😍

Regards, Iin 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top