14 - Ciyeee

Et et et nggak nyampe satu bulan, kan? Tepuk tangannn 😂😂😂😂😂😂

.
.
.





Ini Angkasa Kenzi Pradikta yorobun.


Dan ini ransel bebeknyaaa.



-0-

Sebenarnya, Dion hanya ingin mengajak Gina dan Kenzi, cukup mereka bertiga tanpa ada orang lain yang merecoki. Namun, ternyata Pilip, Kiya dan Juli ingin turut serta. Katanya mereka juga ingin melepas penat setelah perkuliahan yang padat.

“Di sini gue jadi tukang foto doang perasaan,” gerutu Pilip dengan kamera yang tergantung di lehernya.

Pilip memang menyukai berbagai hal yang bersinggungan dengan fotografi. Dibanding menjepret manusia dengan berbagai pose, Pilip lebih suka menangkap momen pemandangan senja dan matahari terbit, banyaknya kendaraan saat terjebak kemacetan atau kucing yang diam di emperan toko.

Dan sekarang, galeri kameranya telah dipenuhi oleh berbagai objek di taman bermain ini. Seperti kedua orang tua dengan anak-anak mereka yang berderai tawa ataupun raut ketakutan orang-orang yang sedang menaiki wahana penguji adrenalin. Semua tampak begitu natural dan jujur. Tiada reka atau sandiwara di sana.

“Lip! Yuhuw! Sini fotoin gue sama Juli dong!” seru Kiya yang berjalan jauh di depannya.

“Iye, tunggu!” Pilip mendekat pada Juli dan Kiya yang saling merangkul. Lensa kamera Pilip pun mulai menangkap momen-momen mesra dua sejoli itu.

“Bagus nggak, Lip?” Kiya berlari ke arah Pilip dengan gerak tergesa karena tak sabar, sedangkan Juli mengekor di belakangnya.

Tubuh Pilip seolah membeku ketika tangan Kiya menyentuh tangannya yang menggenggam kamera meski Pilip tahu gadis itu tak bermaksud sama sekali untuk menggetarkan hatinya.

Parfum Kiya tercium jelas dalam jarak sedekat ini. Secara alamiah, Pilip memandangi Kiya yang sedang fokus memeriksa hasil jepretannya. Apalagi senyum manis Kiya membuat jantung Pilip kian berdenyut tak menentu.

“Nih, liat aja puas-puas.” Sebelum perasaannya semakin berkuasa, Pilip melepaskan tali kamera dari lehernya dan menyerahkan kamera itu pada Kiya. Kiya cemberut sesaat sebelum kembali tersenyum memandangi foto-fotonya bersama Juli. Pilip berdeham menetralkan degup jantungnya.

“Gimana, Yang?” tanya Juli. Cowok bule itu berdiri rapat di samping Kiya. Melihat foto mereka bersama-sama.

“Bagus banget. Pilip gitu fotografernya.” Kiya menepuk bahu Pilip bangga. “Kalau kita married, fotografernya Pilip aja, Yang. Siapa tau gratis. Ye nggak, Lip?”

Ada rasa sakit tak berwujud yang Pilip rasakan mendengar perkataan Kiya. Tapi cowok jangkung bermata sipit itu tentu tak menunjukkannya. “Heh, enak aja gratis. Boker aja bayar.”

“Tega lo, Lip.” Juli mencibir dan merangkul Pilip secara paksa. “Entar kalau lo nikah, gue bakal nyumbang aer mineral dah. Berapa dus lo mau?”

“Hedeh, masa anak juragan kaya raya kayak Julian Kenneth Rojali bin Babeh Rojali cuma nyumbang akua doang? Lo nyumbang tanah sehektar buat gue juga gue ikhlas, Jul.”

“Eh, Lip. Gue nanya dulu nih, calonnya emang udah keliatan?” tanya Juli songong.

“Waduh parah nih bule.” Pilip memiting kepala Juli dan menjitaknya tanpa ampun. “Mentang-mentang punya ya lu songong amat!”

Kiya tergelak. “Tapi ya, Lip. Dari jaman kita masih maba juga, nggak pernah tuh ada gosip lo suka sama cewek."

Andai lo tau, Ya. Andai lo tau .... bisik hati Pilip nelangsa. Tapi tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Kiya sudah bahagia dengan Juli, sahabatnya sendiri.

“Tapi by the way, keluarga cemara mana ya?” tanya Kiya di sela-sela tawanya. Merujuk pada Kenzi, Gina dan juga Dion. Mereka berpencar sebelum tadi Kiya, Juli dan Pilip menaiki salah satu wahana.

Di salah satu sudut pada taman bermain itu, tepatnya di sebuah kursi panjang, Gina duduk memangku Kenzi sambil mengayunkankan kaki, menunggu Dion yang sedang membelikan minum.

Dion berjalan ke arah mereka sambil membawa dua botol mineral di tangan kanan dan kiri. Gina terus tertawa geli ketika melihat ransel bebek milik Kenzi yang tersampir di bahu Dion. Apalagi moncong bebek tiga dimensi berwarna oranye itu benar-benar mencolok dan menarik perhatian. Kontras sekali dengan Dion yang mengenakan kaus Nirvana dan snapback berwarna hitam. Untung saja Dion sudah memangkas rambut gondrongnya. Jadi cowok itu nggak kelihatan garang-garang amat.

“Halo, Kenzi ....” Dion menowel ujung hidung Kenzi sambil mendudukkan diri di samping Gina.

“Lo udah kayak papa rock and roll, Yon,” ujar Gina sembari menarik-narik moncong dari ransel bebek Kenzi.

Dion terkekeh dan menyodorkan minumannya ke arah Gina. “Lucu abis nih tas, kalau gue pake ke kampus. Fans gue pada bubar kagak ya?”

Pernyataan narsis Dion membuat Gina lantas memutar bola matanya. “Hedeh, kayak punya fans aja.”

“Banyak fans gue. Tapi elo sih tetap fans gue nomor satu.”

Gina hampir tersedak. “Dih, pede amat.”

Kenzi yang berada di tengah-tengah Dion dan Gina menengok ke kanan dan ke kiri berulang kali mendengar perdebatan Oom dan Onti-nya itu. Tangan kecilnya lalu bergerak menarik-narik tangan Dion. “Oom, Kenji penen mimi cucuuu.”

“Kenzi pengen minum susu?” tanya Dion memastikan. Kenzi lantas mengangguk polos.

Gina menahan tangan Dion. “Lo bisa bikinnya? Kalau nggak bisa biar gue aja.”

“Bisa kok. Tenaaang.” Dion mengeluarkan dot dan tupperware berisikan susu formula Kenzi dari si ransel bebek dan mulai sibuk membuatkan susu untuk keponakannya itu.

Semua yang dilakukan Dion tak luput dari perhatian dua retina Gina yang memerhatikan tanpa henti. Dalam hati, Gina jadi mesem-mesem sendiri. Dion terlihat sangat suami-able, pemirsa!

“Asik, udah jadi!” Dion menyodorkan dot susu itu pada Kenzi. Bocah itu turun dari pangkuan Gina dan naik lagi ke atas kursi yang mereka duduki. Kemudian mengambil posisi berbaring, menjadikan paha Gina sebagai bantal lalu meletakkan kedua kaki mungilnya di atas paha Dion. Gina dan Dion saling pandang dan tawa mereka meledak seketika.

“Kenzi gemesin banget, sih.” Gina mencubit pipi Kenzi gemas. Sedangkan Dion tersenyum memandangi Gina yang kini sedang mengusap-ngusap rambut Kenzi yang harum sampo bayi dengan ekstra kemiri.

“Ini dia keluarga cemara yang kita cari-cari!” Suara Juli mengalihkan perhatian Dion dan Gina. Pilip yang melihat pemandangan di depannya pun langsung mengabadikan momen tersebut.

“Perfect! Potret keluarga bahagia abad ini!” seru Pilip sambil terus mengambil foto Dion dan Gina beserta Kenzi. Pilip bergerak ke kanan dan ke kiri bagaikan fotografer profesional dan berakhir dengan menumpu lututnya di atas tanah.

“Bentar-bentar. Kenzi anteng-anteng di sana ya, Sayang. Onti Kiya snapgram dulu.” Kiya ikut-ikutan heboh dengan ponselnya.

“Kalian apaan sih? Biasa aja dong,” kata Gina meringis melihat kelakuan teman-temannya. Apalagi si Pilip yang hebohnya tiada tara.

“Nggak bisa biasa aja, coy. Ini harus diabadikan. We keep this love in a photograph kalau kata Ed Sheeran mah!”

“Setuju!” Juli mengepalkan tangannya ke atas mendukung pernyataan Pilip.

Gina menunduk dan memilih mengajak ngomong Kenzi yang masih sibuk minum susu. Ujung mata Gina melirik ke arah Dion. Cowok itu cuma tersenyum kalem sambil membuka snapback, lalu menyuar rambut ke arah belakang pakai jari. Gina kontan mengalihkan pandangan saat Dion balik meliriknya.

Aksi heboh Kiya, Juli sama Pilip berhenti saat Kenzi bangkit dan turun dari kursi.
“Udah minum susunya, Ken?” tanya Dion seraya mengambil dot Kenzi dan memasukkannya ke dalam ransel berwarna kuning yang ada di sisinya.

Kenzi mengangguk. “Mau ke cana!” Telunjuk kecilnya heboh menunjuk-nunjuk.

“Komidi putar? Ayuk, let's go!” Dion mencangklong ransel bebek Kenzi di bahunya. Dion tertegun sepersekian detik saat satu tangan Kenzi menggenggam tangannya. Sedangkan tangan Kenzi yang lain menggenggam tangan Gina.

Kenzi berjalan di tengah keduanya menuju komidi putar secara tak sabar. Dion dan Gina saling lirik dan hanya tersenyum kikuk. Kenapa sih mereka tak bisa menanggapi hal ini dengan biasa aja?

“Oy, Trio Kwek-kwek! Nggak ikut?” tanya Gina sambil menoleh ke belakang sekaligus menutupi kesalahtingkahan. Gadis itu menatap Kiya, Juli dan Pilip yang masih saja mengarahkan kamera atau handphone ke arahnya.

“Ikut, dong!”

Juli lantas merangkul Kiya dan berjalan mengekori Dion, Kenzi dan Gina. Sedangkan Pilip hanya bisa menghela napas pelan dan tersenyum miris. “Ngenes banget gue perasaan.”

Tak menunggu waktu lama, Dion berdua Kenzi menaiki kuda-kudaan di komidi putar itu. Sedangkan Gina duduk di kuda lain tepat samping mereka. Kiya dan Juli berada di depan, sementara Pilip lebih memilih tidak ikut. Cowok itu berdiri di luar arena dan asik dengan kameranya.

Waktu beranjak semakin siang. Awan putih berarakan menghias langit biru. Taman bermain ini menjadi kian ramai karena bertepatan dengan hari libur.

“Kita foto rame-rame yok,” ujar Pilip pada teman-temannya yang sudah turun dari komidi putar. Pilip meminta tolong pada salah satu petugas di taman bermain itu untuk mengambil foto mereka. Kenzi berada di tengah-tengah, masih menggenggam tangan Dion dan Gina. Mereka berfoto dengan berbagai pose. Dari yang sangat formal kayak foto KTP sampai gaya random nggak beraturan.

Karena merasa tak enak merepotkan petugas itu lebih lama, jadi mereka hanya mengambil beberapa foto.

“Kenzi selfie sama Onti Kiya yuuuk,” ajak Kiya sambil mendekat ke arah Kenzi yang sekarang ada dalam gendongan Gina. Tangan Kiya terulur menggenggam ponselnya yang sedang memuat fitur kamera depan. Cewek itu beberapa kali mengambil foto bersama Kenzi dan Gina dengan berbagai gaya. Memperbanyak stok foto yang akan ia unggah ke instagram.

“Lo mau gendong, Ya?” tanya Gina menawarkan.

Dengan sedikit cengengesan, Kiya menolak halus. “Nggak, Na. Nggak usah. Lo aja.”

Sebenarnya, Kiya agak takut sama anak kecil. Soalnya dia pernah megang anak tetangga rumahnya dan anak itu menangis tanpa henti. Usut punya usut anak itu keseleo. Jadi, Kiya trauma megang anak kecil lagi, takut anak itu kenapa-napa.

“Sekarang lo berdua foto bener-bener dong sama Kenzi. Itung-itung kenang-kenangan,” kata Pilip mendorong Dion merapat ke arah Gina. Posisi mereka udah pas. Kenzi turun dari gendongan Gina dan berada di tengah, menggenggam tangan Oom dan Onti-nya.

“Emang dari tadi fotonya nggak bener-bener?” tanya Gina heran.

“Tadi banyak figurannya. Udah ah. Senyuuum. Kenzi liat kamera. Ea, cakep!” Pilip mengacungkan jempolnya.

“Nggak berasa fotonya, cepet banget lo ngomong, Lip,” tegur Kiya.

“Iya-iya, sekali lagi. Sekarang lo berdua setengah jongkok madep Kenzi. Kenzi di tengah berdiri aja ya ganteng jangan ke mana-mana. Pas itungan ke tiga kalian cium pipi Kenzi.”

"Iyain aja biar cepet," kata Juli. Dion dan Gina menurut-menurut saja dengan arahan Pilip. Ya, apa salahnya nyium pipi Kenzi doang ini.

“Satu, dua ....”

“Tig—”

Dion dan Gina sudah memajukan kepala mereka untuk mencium pipi Kenzi. Namun, secara tak terduga anak kecil itu malah berlari ke arah Kiya dan Juli yang sedang memainkan boneka jerapahnya.

Meninggalkan Dion dan Gina yang sedang ada dalam posisi luar biasa canggung. Pilip pun sampai ternganga dibuatnya. Ujung hidung mereka bersentuhan dengan lembut karena Kenzi yang menjadi batas mereka malah tiba-tiba kabur. Waktu seolah terhenti. Mata Gina dan Dion mengerjap tak percaya.

"Epic gila!" Suara Pilip terdengar antusias melihat hasil fotonya.

Tersadar, Gina dan Dion memundurkan wajah mereka yang awalnya hanya berjarak sepersekian inci. Kalau saja Dion dan Gina nggak ngerem mendadak, Pilip berani jamin dua bibir itu akan ... Oh My God!

Nyaris!

Pilip terbahak-bahak melihat wajah Dion dan Gina yang teramat merah. “Kenzi ada bakat jadi mak comblang, nih.”

Dion dan Gina lantas memandangi Kenzi yang asik memainkan boneka jerapahnya dengan Kiya dan Juli.

Dion dan Gina saling lirik.

Lirik-lirikan.

Masih lirik-lirikan, salting-salting asoy.

Dion dehem-dehem kayak keselek raja tomcat dengan mata yang bergerak melirik Gina. Sedangkan Gina sok-sok menatap awan di angkasa sambil sesekali juga ngelirik Dion.

"Kapan mereka jadiannya sih? Gemes gue," kata Pilip pelan. Bicara dengan udara.


Bersambung.

Et et et. Tengkyu udah bantu bikin Onti Fila sama Oom Iyon dugeun-dugeun ya, Kenzi 😂😂

Ucul bgt omonaaaaa 😍





Besok atau Satu Bulan lagi?

Yang rajin komennya ya. Biar aku rajin juga hahaha.

#GerakanMembantuIinRajindanProduktif2k17

Regards, Iin.
Lafyuuu❤❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top