attack 💋

Kiya hari ini mengajak Gina untuk ke kontrakan barunya yang memang lebih dekat dari kantor production house mereka bekerja. Sepeninggal taksi online yang mereka tumpangi, Gina dan Kiya terpaku melihat keributan yang terjadi begitu saja di depan mereka. Seseorang dibekuk oleh sekumpulan orang. Dari pembicaraannya yang terdengar mungkin mereka adalah aparat berpakaian preman.

Gina dan Kiya dengan kresek berisikan cilok, cilor, gorengan lainnya serta bungkusan es kelapa muda di kedua tangan melihat pemandangan tersebut dengan begitu syok.

Kiya meminta Gina untuk membawakan kresek miliknya dan dengan gugup mengais kunci rumah dari dalam tas. Kiya juga begitu gusar saat membuka pintu karena baru berhasil di dua kali percobaan.
Kiya dan Gina memasuki rumah kontrakan baru Kiya dan menutup pintu. Dari sini mereka masih bisa mendengar gertakan aparat yang menginterogasi pelaku itu.

“Gue kira mereka lagi nangkap maling,” ujar Kiya usai melepas kaos kaki dan berselonjor di lantai begitu saja.

“Narkoba kayaknya,” jawab Gina sembari sedikit mengintip dari balik horden tebal Kiya.

“Mereka pasti lagi ngejar yang atas-atasnya lagi.”

“Oh yang tadi itu cuman kurir?”

“Kayaknya sih gitu. Eh liat, itu ada yang duduk-duduk tangannya diiket.”

“Mukanya masih abege banget nggak sih?”

“Jangan-jangan mereka yang beli?”

“Gils, mereka transaksi di sini?”

“Lo yakin mau lanjut kontrak di sini, Ya? Ngeri gue ih," ujar Gina sambil bergidik.

“Asli, Na. Gue juga ngeri. Baru banget tadi malam lho gue pindahan, udah kejadian kayak gini di hari pertama.”

“Haduhhh.”

“Eh eh, aparatnya lagi meriksa sekitar sini,” bisik Kiya.

Gina menggigiti kukunya. “Duh gue takut ihhh. Tapi kita juga nggak salah apa-apa.”

“Iya tenang, kita nggak salah apa-apa.”

“Eh tapi kasian deh ibu-ibu kios itu sendirian di sana," ujar Gina menunjuk dengan dagu.

“Beliau tau nggak ya pengintaian ini?”

“Kayaknya tau deh. Pasti beliau ditanya-tanya juga.”

“Gue mau ngajakin makan cilor di sini bareng kita aja, tapi takut.”

“Eh, bentar gue ngambil gelas buat es kelapa," kata Kiya bangkit berdiri.
Gina lantas turut bergerak. “Ikut, Ya.”

“Lumayan padahal rumahnya, Ya," kata Gina mengedarkan pandangan pada kontrakan baru Kiya. Bersih, lega dan adem.

“Iya, walau nggak pake pagar dan beneran padat banget sama rumah yang lain dalemnya not bad kok. Yang jelas sih deket sama kantor kita," jawab Kita lagi.

Usai berkenala dari dapur mengambil gelas dan teman-teman, Gina dan Kiya sibuk mengunyah dan menikmati es kelapa dan menuntaskan dahaga mereka. Meski terkadang keduanya terperanjat dengan suara aparat yang kini tepat berdiri di depan rumah Kiya.

Gina memutuskan sholat Ashar di kontrakkan Kiya saat adzan telah berkumandang.

“Eh, Dion tadi nelepon nggak sempat gue angkat,” kata Kiya ketika Gina sudah selesai sholat.

“Okeeew.” Gina kemudian menelepon balik suaminya itu.

“Halo suamiku,” ujar Gina usai mengucapkan salam.

“Hm... iya di kontrakan baru Kiya, nanti aku share loc yaaa.”

“Ih tau nggak Yon, di sini lagi ada penangkapan gitu. Serem deh. Aku sama Kiya gugup banget tadi,” bisik Gina lagi.

“Iya, see you. Waalaikumsalam...”

“Dion jadi jemput kan?” tanya Kiya.

Gina mengangguk.  “Iya ini dia mau otw.”

“Alhamdulillah....” ujar Kiya lega.“Hm, mereka belum kelar-kelar juga?”

Gina melongok dan mengintip lagi dari horden. “Iya, belum euy.”

“Duh apa gue pulang ke rumah bonyok aja ya hari ini?" kata Kiya resah.

“Terserah aja sih, Ya. Nanti gue sama Dion anterin.”

“Nggak usah ah, nanti gue pake ojol aja.”

Gina mengibaskan tangan. “Ah sekalian juga kok, Ya. Gampang gampang.”

Kurang lebih hampir setengah jam, Dion akhirnya datang. Gina membukakan pintu untuk Dion. Secara alamiah, Gina mencium tangan Dion seperti biasanya mereka baru bertemu. Namun, karena perasaan cemas yang sedari tadi menyergapnya, Gina begitu tenang ketika melihat kehadiran Dion di sini.

“Buka aja pintunya,” kata Dion santai dan membuka pintu itu lebar-lebar.

Dion juga sempat sedikit beramah tamah dengan ketua RT dan aparat di luar sana. Sementara Kiya dan Gina dari tadi tidak berpikir ke sana dan hanya fokus mengurung diri.

Gina, Dion dan Kiya juga sempat memperhatikan beberapa aparat yang menempelkan wajah di depan kaca rumah di seberang mereka.

“Mam dulu,” kata Gina mengulurkan bungkusan bening berisi cilok yang masih tersisa.

Dion mengangguk memakan jajanan itu, sesekali Dion juga menyuapi Gina, membuat Kiya hanya bisa bersabar. Lagian dia juga sudah terbiasa dengan kemesraan pasutri itu.

“Eh udah pada mau bubar," bisik Kiya melihat satu persatu motor yang menggerubung di sana meninggalkan lokasi.

Pelaku yang dibekuk diapit oleh petugas. Mereka naik motor tumpang tiga. Setelah benar-benar bubar, Gina memotongkan kue yang Dion bawa. Dion yang memberikan kue tersebut pada ibu-ibu yang menjaga kios.

Awalnya hanya Dion yang dengan lancar membuka pembicaraan mengenai peristiwa pembekukkan tadi. Gina dan Kiya yang penasaran pun lekas bergabung.

Ibu itu pun bercerita dengan lancar. Penangkapan tersebut juga berawal dari keresahan warga. Padahal spanduk untuk menjauhi narkoba sudah terpasang besar-besar tepat di dekat tiang listrik yang berada di dekat mereka.

"Di sini baru sekali kejadian. Kalau di jalan sebelah tuh, yang lumayan sering. Bukan narkoba aja. Segala kejahatan lainnya juga rawan."

“Oh iya, makasih kuenya ya, Nak."

"Sama-sama ibu...."

***

Awalnya Gina dan Dion yang akan mengantarkan Kiya pulang. Namun, saat Pilip menyambangi kontrakan Kiya sore itu, Pilip lah yang akhirnya bertugas mengantarkan Kiya. Cowok itu juga awalnya setia membantu saat Kiya pindahan ke situ sebelumnya.

Dion dan Gina udah sampai rumah mereka.

"Nonton apa?" Dion yang baru saja dari dapur melirik Gina yang duduk di atas sofa sambil mesem-mesem dengan ponselnya.

"Video lama Justin Bieber," jawab Gina sambil mendongak ke arah Dion singkat.

Dion meletakkan beberapa toples berisikan makanan ringan ke atas meja lalu duduk memepet Gina. "One less lonely girl?"

Gina mengangguk. Dion menatap Gina heran melihat istrinya yang terus senyum-senyum sendiri. Sebenarnya nggak perlu heran sih ya, jiwa fangirl Gina masih tersisa.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Dion seraya merangkul bahu Gina.

Gina lalu menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada bahu Dion. "Lucky banget nggak sih dinyanyiin kayak gini? Kalau aku mah udah pingsan kali ya."

Iya, One Less Lonely Girl, salah satu penonton akan naik ke atas panggung, duduk dan punya previlege dinyanyiin idolanya depan mata. Sejenis fanservice gitulah.

"Apaan? Kamu bayangin kamu sama Justin Bieber? Apa ... sama Kiev gitu?" tanya Dion sambil mengatur suaranya agar tidak terdengar nyinyir.

Gina malah bereaksi dengan sangat antusias. "Ih, kok tau? Dulu Kiev juga pernah kek gini-gini tapi aku nggak pernah disuruh naik."

Mendengar itu, entah kenapa air muka Dion langsung berubah. Gina mendongak dan memperhatikan ekspresi Dion yang muram.

"Idih mukanya marah," celetuk Gina sambil mencolek pipi Dion.

Dion berusaha stay cool. "Nggak, siapa yang marah?"

"Kamu tuh, maraaah." Kali ini, Gina menowel-nowel ujung hidung Dion berulang kali.

"Nggak," ujar Dion kekeuh.

"Kalo nggak, apa coba?"

Dion berdeham. "Kesel aja."

"Kok kesel?"

"Daripada kek gitu bagus juga aku meluk kamu terus dinyanyiin sama Payung Teduh. Wanita Yang Sedang Berada di dalam Pelukan," kata Dion dengan mukanya yang ih, Gina gemes banget!

Gina terkikik. "Mungkin saja aku sedang cantik-cantiknya, ya?"

"Kan sering dulu aku nyanyiin kamu depan jendela kosaaaan," ujar Dion sedikit kayak anak kecil lagi ngerengek. Kontradiksi banget sama suaranya yang serak and berat ala mas-mas 25 tahun.

"Kan bedaaaa." Gina tersenyum lebar, masih bersikukuh mengusili Dion.

Dion melepaskan rangkulannya pada Gina. "Aku waktu kuliah dulu ngeband juga pernah kek gini," ceplos Dion songong.

Wajah ceria Gina langsung berubah cemberut. "Ihhhh."

"Enggak ada, enggak ada." Dion tergelak sambil buru-buru memeluk Gina erat sampai istrinya itu tersandar di sofa.

Gina menabok bahu Dion, mana berat banget ini laki. "Boong! Dion nakal huh!"

Suara tawa Dion masih menggema, puas banget. "Ih, yang tadi yang boong. Nggak pernah kayak gitu-gitu."

"Masa? Nggak malah bohong untuk menutupi kebohongan?" cecar Gina lagi.

Dion sedikit mengurai pelukannya untuk menatap wajah Gina. "Ya ampun, becanda, Naaa. Kamu juga yang usil duluan, aku bales eh malah ngambek."

"Ah, udah ah. Kalau beneran juga nggak apa-apa," kata Gina cuek.

Gina termenung. Iya, sih. Dia juga yang seenaknya mancing-mancing. Waktu Dion balas kayak gitu, Gina malah nggak terima. Gina jadi ngerasa egois.

Tapi Dion ini aneh, masa sewot sama Justin Bieber?

Terus malah bawa-bawa Kiev?

Ah, Dion masih cemburu sama Kiev walau Gina udah pensiun bertahun-tahun jadi ketua Kiev Fans Club sejabodetabek?

Dion masih ketawa-tawa aja, terus jail gelitikin Gina. "Beneran nggak pernaaah, cintakuuu. Becanda doang."

Gina ikut ketawa, nggak tahan dikelitikin. "Iyaaa, percaya kok percayaaaa. Kamu ngeyakininnya nyebelin, ketawa muluuu!"

Dion berenti tertawa dan tersenyum kecil. "Kamu tau lah aku mah natapnya siapa kalau manggung dulu."

"Hmmmmmmsss nggak tauuu," kata Gina. Gina dulu kan nggak mau geer ya kalau Dion manggung terus senyum-senyum ke arahnya.

Dion menusuk-nusuk pinggang Gina. "Alaah, saltiiiing."

"Aku serang nih, Ya!" Gina memukuli bahu suaminya itu dengan bantal sebagai balasan.

"Serang sini serang!" tantang Dion. Setelah berkata seperti itu, Dion malah kabur membawa bantal dan melompat berlindung ke balik sofa yang ada di pojok.

Padahal Gina niatnya nggak serius tapi Dion malah niat banget main perang-perangan. Dion yang sedang tak terlihat itu pun membuat Gina jail meraih pouch makeup nya yang ada di atas meja.

Ya ampun, Gina niat nyerang dengan cara lain.

"Yuhuuu...." kata Gina usai mengenakan lipstik tebal warna merah menyala. "I am coming!!!"

Mendengar suara Gina, Dion bangkit dengan masih dengan bantal sofa sebagai perisai.

Nggak Dion sangka waktu dia berdiri, Gina menyerang tiba-tiba hingga mereka berdua jatuh terjungkal di sofabed.

Dion kegelian saat Gina menciumi wajahnya tanpa ampun. Nggak cuman setiap sudut wajah, leher sampai belakang telinga juga kena.

"Bagus, kan? Serangan aku?" tanya Gina terkekeh melihat wajah Dion yang dipenuhi lipstik cetakan bibirnya.

Gina mengusap bibirnya kayak drakula yang puas sehabis melahap mangsa.

"Luar biasa...." sahut Dion syok bukan main.

Habis gitu, Gina langsung kabur gitu aja.

Astaga, Dion kan nggak sempat balas dendam!



Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top