(As Fragrant As Roses) Sugawara x Reader #2


Ini dibuat dalam sudut pandang Sugawara.

Enjoy the Story






Warning!!! Ada sedikit OOC

Sabtu, 13 Februari 201×
Pukul 3 sore.

Sugawara Koushi, Second Person POV.

Salju turun dengan lembut hari ini.

Sambil menengadahkan tangan, seorang pemuda mendongak ke atas, memandang sejauh matanya dapat melihat. Hamparan rumput dilapisi putihnya salju.

Beberapa kristal salju mendarat di telapak tangannya yang telanjang. Dia menggigil kedinginan. Rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Seharusnya ia memakai sepasang sarung tangan yang dibelinya tadi, namun benda itu telah dijejal ke dalam kopernya yang terkunci rapat.

Aku yang bodoh ini, dia berpikir sejenak selagi menapaki jalan menuju ke arah gedung bandara yang menjadi tujuannya. Waktu terus berjalan tanpa henti. Jika dirinya bergerak lamban sekarang, bisa-bisa ia ketinggalan pesawat yang harusnya ia naiki.

Namun, ia tak bisa berhenti berpikir. Apakah gadis itu akan menunggunya saat ia pulang nanti? Apakah mereka dapat berjalan-jalan kembali, hanya mereka berdua seperti terakhir kali?

Meskipun jika itu hanya di dalam sebuah ikatan tali pertemanan.

Dengan cepatnya ia menggelengkan kepala. Jangan berpikiran yang aneh-aneh, bisa saja ia sudah menjadi milik orang lain. Namun hati kecilnya menjerit, aku tak bisa melupakannya. Tidak ketika aku ingat aromanya yang seharum mawar itu.

Dan itu membuatnya gusar.

'Jangan sekarang', geramnya dalam hati. Jangan memikirkan tentangnya. Untuk sekarang saja. Fokus dengan hal lain yang lebih penting. Seperti penerbangan pesawat yang harus di naikinya sebentar lagi. Kedua kakinya yang mulanya berjalan, kimi mulai berlari.

Namun, alasannya berlari terburu-buru bukan karena ia takut untuk ketinggalan tumpangannya. Ia berlari karena tak sabar untuk bertemu dengannya lagi. Dia mengigit bibirnya dengan cemas. Mengapa dia bertindak seperti ini sekarang?

Bukankah dia telah meyakinkan dirinya bahwa semua perasaan itu berada di dalam kendali? Mengapa sekarang perasaanny kembali meluap-luap ke permukaan? Mengapa tidak nanti saja? Mengapa harus sekarang?

Karena dia belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Ternyata perasaan itu lebih kuat dengan apa yang ia kira. Bahkan tak dapat dibendung dengan alasan untuk melindungi perasaan dirinya sendiri.

"Payah sekali," ia mencibir. "Diriku ini yang payah. Payah sekali dalam mencintai." Namun tetap saja, perasaan itu tidak dapat hilang semudah itu. Dadanya sesak ketika ia mengingatnya.

Salju kini kian menebal.

'Semoga penerbangan itu tidak di batalkan,' ucapnya dalam hati, dengan perasaan gundah. Awas saja.

Namun tiba-tiba, dia berhenti.

Dia melirik ke arah sampingnya dan bergumam dengan pelan. Sebuah toko bunga, meskipun dalam cuaca yang cukup bersalju ini, dengan beraninya tetap membuka toko dan menunggu siapa saja yang akan datang.

Mungkin tidak ada salahnya untuk membeli satu tangkai mawar, atau beberapa, untuk gadis itu.

Dia menengak salivanya. Apakah akan sempat sebelum penerbangan berikutnya? Ia hanya memiliki beberapa menit tersisa yang dapat dihitung belasan. Apakah dalam jangka waktu yang sangat minimalis itu cukup untuknya?

"Sial." Dia mendorong pintu kaca dengan agak kasar. "Aku akan menyesali ini, kan?" Meskipun berkata begitu, cowok itu tetap saja melakukan hal yang telah ia katakan bahwa ia akan sesali. Sekarang, ia sedang berlomba dengan waktu.

Pada akhirnya, ia membeli setangkai mawar.

Sebuah mawar biru, dengan ikatan pita kecil dengan warna senada yang sederhana, namun cantik. Ada sepucuk surat kecil yang menggantung di ujung pita yang lain yang hanya bertuliskan,

Be my Valentine.

Di mana ia harus menempatkan ini? Tidak penting sekarang. Dia harus berlari ke bandara dan check-in agar tidak ketinggalan pesawat.

Masalah itu dapat dia selesaikan nanti.

Selagi ia berlari, dirobeknya surat kecil yang telah di tulis dengan rapi pada tangkai mawar tersebut. Mengapa demikian? Ia tidak ingin gadis yang akan ia temui itu membacanya. Ia tidak ingin gadis itu mendapat asumsi bahwa, laki-laki itu menginginkannya sebagai pasangan Valentine.

Namun satu hal yang paling ia takutkan dari semua, ia tidak ingin mendengar penolakan dari mulut gadis itu.

Jika ada sesuatu yang salah, dia tidak akan memberikan mawar ini padanya. Tidak apa-apa. Pemuda itu bisa saja dengan mudahnya membuang bunga itu. Bisa saja dengan mudahnya pula ia simpan dalam suatu tempat saat ia pulang kerumahnya nanti.

Ia benar-benar tidak ingin mendengar satu katapun yang berarti penolakan. Hal itu akan menjadi terlalu pedih untuk hatinya yang telah berharap sejauh ini. Namun.. perasaan ini.. tak dapat dibendung lagi. Ia harus mengatakannya.

Diam-diam, dia menghirup aroma bunga itu. Harum. Mengingatkan tentangnya lagi.

Dia, dia, dia. Lagi, lagi, lagi. Bisa-bisanya cowok itu tergila-gila dengan cinta sampai seperti ini.

«🌸» «🌸» «🌸» «🌸»

Dalam suatu pagi menjelang musim panas yang cerah, di sebuah kafe sederhana di pinggir jalan.

Dengan langkah yang ringan, dia berjalan melalui tempat masuk, gemerincing bel yang beriringan dengan pintu yang didorongnya sesuai dengan suasana hatinya yang riang.

Hiasan pot dengan bunga-bunga buttercup yang baru saja bermekaran di jendela menandakan bahwa musim panas akan di mulai sebentar lagi. Hal itu tidak mengganggu cowok itu sama sekali. Bahkan, dia hampir tidak peduli.

Besok ia akan pergi dari tempat ini. Ke sebuah negeri yang jauh, dimana ia akan belajar. Tentang apa yang akan dia dapatkan sekolah di tempat itu, dan juga kehidupan mereka yang menetap di sana. Ia tidak sabar untuk itu.

Namun, setelah apa akan yang terjadi selanjutnya, ia malah berharap jika kepergiannya itu dapat ditunda.

Semua kursi-kursi hampir saja diisi. Dia melesat, menduduki suatu meja dengan dua bangku yang terletak di dekat jendela. Seharusnya, sebuah pasangan  menduduki bangku itu dan menikmati momen hanya untuk mereka berdua-- namun sekali lagi, untuk apa ia peduli?

Toh, dia hanya ingin sebuah tempat dimana ia dapat duduk dengan nyaman selagi mengerjakan tugasnya yang terakhir disini.

Dia membuka laptopnya, dan mulai mengerjakan tugasnya.

Alunan musik yang merdu membuatnya tidak melepas headphone yang melingkari kepalanya sedari tadi. Dan semerbak harum vanilla yang menarik seakan menginginkannya memesan sesuatu.

Tetapi, ia hanya dapat memesan Cappucino dan sekotak cokelat. Tak apa-apa. Sekarang, ia hanya ingin fokus untuk menyelesaikan tugasnya. Jari-jarinya mengutak-atik keyboard laptop dengan lincah seiring waktu berjalan.

Namun, seseorang menepuk pundaknya dengan halus, membuyarkan konsentrasinya. Baru saja ia ingin menoleh kebelakang dan menghardik siapa pun itu yang mengganggunya--

"Permisi?" Suara lembut seorang gadis, diiringi aroma parfum mawar yang menggoda.

Pemuda itu tersentak.

Dia melepas headphonenya, menoleh kebelakang-- mendapati seorang perempuan. Dengan sorotan mata yang penuh harapan. Sendirian.

Sepertinya ia datang dan tidak menemukan tempat duduk yang tersisa. Sekilas, cowok itu melirik ke arah bangku kosong di depannya, namun balik menghadap perempuan itu. "Ya?"

"Apakah ada yang duduk disini?" Tanyanya, menggapai bangku kosong di hadapannya. Seperti yang sudah di duga. "Saya sedang mencari tempat duduk, namun tidak ada yang tersisa." Tampak dari wajahnya, perempuan itu berharap dengan cemas.

Imut, pikirnya.

"Boleh saja, duduklah!" Sang lelaki tertawa simpul, selagi ia berdiri, ia menyilahkan seorang perempuan yang belum pernah ia temui seumur hidupnya untuk duduk semeja dengannya.

Ia berencana untuk kembali fokus pada apa yang harus ia kerjakan-- namun dia tak dapat melirik ke yang lain selain gadis itu. Dia mengamati gerak-geriknya, menenggelamkan wajahnya di balik laptop agar ia tidak mengetahui.

Timbul sebuah rasa simpati.

"Hei, apakah kau ingin memesan sesuatu?" Tanyanya, yang masih berada di tempat dimana ia berdiri. "Akan ku pesankan-- "

"Tidak apa-apa! Aku bisa pesan sendiri," Seketika sang gadis berdiri dari tempat duduknya, tertawa sekedar untuk mengusir rasa canggung di antara mereka berdua, meskipun tawanya yang sekilas terdengar lucu itu sangat palsu.

Ada sesuatu di pikirannya, ya? Mata laki-laki itu tidak pernah lepas darinya, mengamati gerak-gerik perempuan itu dengan teliti. Ada suatu perasaan yang ganjil di hatinya yang kecil itu.

Ditatapnya perempuan yang sedang memesan camilan tak terlalu jauh di depannya. Dari mimik mukanya, ia mengerti bahwa perempuan itu risau. Mungkin ada sebuah masalah dirumah? Suatu yang pribadi menganggu ketenangan batinnya?

Mengapa cowok itu sendiri gusar hanya dengan memperhatikan cewek yang baru ia temui?

Tak ada jawaban.. namun ia juga tidak menyangkalnya.

'Kasihan sekali,' pikirnya dalam hati. Mungkin setelah ini, aku bisa mengajak jalan-jalan sekali. Mungkin akan sedikit canggung dengan orang yang tak pernah ku kenal, namun gadis itu.. setidaknya ia bisa bersenang-senang sedikit.

Tak disadarinya dia memiliki empati yang sangat tinggi untuk sekitarnya, meskipun sudah beberapa kali dia membantah.

Perempuan itu kembali membawa beberapa cokelat dan teh melati. Lelaki itu membelalak, tergiur menatap cokelat yang di pesan oleh gadis itu. Namun mengapa ia hanya memesan sedikit sekali? Apa sedang menjalani diet? Mungkin lebih baik jika ia tidak bertanya.

Ia melihat gadis itu mengemut cokelat dengan raut cemberut selagi ia berjalan gontai ke mejanya. "Oooo, kau bawa cokelat." Ucapnya riang, mencoba untuk membuka sebuah percakapan. Mungkin itu dapat membantunya. "Boleh kucicip sedikit?"

Sambil menaruh bawaannya ke meja, sang gadis kaget ketika ia ditanya, membuatnya terhuyung dan hampir saja jatuh. "Eh-" Insting pemuda itu terdorong untuk mengulurkan tangan dan menggapainya, mencegahnya jatuh. "Maaf." Ia tertawa, di suasana yang sedikit canggung ini.

Kedua pipi perempuan itu merona.

"-...Ambil saja." Gadis itu berkata pada akhirnya, menyodori cokelat yang di pesan olehnya tadi. Ia tidak sekali-kali mengucapkan terima kasih, dahi cowok itu mengkerut. Mungkin sebagai wanita, ia malu-malu untuk mengucapkan satu kata yang sederhana itu. "Hehe, Arigatou!" Sang laki-laki menjawab, dan mengambil salah satu dari cokelat dari kotaknya.

Hmm.. ia mencoba. Ia mencoba, namun susah sekali. Ia sudah mencoba memfokuskan indranya dalam mengecap cokelat itu, ia sudah mencoba agar ia merasakan teksturnya yang lembut, namun setiap kali juga konsentrasinya buyar.

Yang hanya dapat ia sadari adalah parfum yang dikenakan oleh perempuan itu. Parfum yang dia tahu, beraroma mawar itu. Parfum yang menarik perhatiannya dari tadi, yang membujuknya untuk memerhatikan gadis itu lagi?

Kedua matanya yang sayu dan memiliki bulu mata yang lentik, pipinya yang masih saja merona merah, memberi sebuah kesan imut. Hidungnya yang kecil, membuat cowok itu gemas ingin mencubitnya. Dan yang terakhir, bibirnya yang ranum.

Ia ingin menjamah bibir itu.

Ingin sekali menampar dirinya sendiri! Mengapa membayangkan hal-hal yang tidak senonoh itu dengan seseorang yang tidak pernah dia kenal? Ia mencoba berkonsentrasi pada hal yang lain.

Namun tetap saja. Hanya satu hal yang terus saja dia ingat. Parfum itu. Aroma mawar itu. Sangat harum..

..Tunggu. Apa yang sedang dia pikirkan lagi?  Dia telah lupa.

«🌸» «🌸» «🌸» «🌸»

Dia sudah tahu bahwa nama perempuan itu (Fullname). Yang menonjol darinya adalah sikap sang gadis yang dingin terhadap orang-orang yang baru dia kenal.

Jarak usia yang membentang di antara mereka hanyalah dua tahun. Namun, sang perempuan telah mempunyai kepribadian yang cenderung seperti seseorang seumuran dengan lelaki itu.

'Nampaknya dia seseorang yang bisa ku ajak ngobrol atau jalan-jalan,' gumam pemuda itu dalam hatinya. Hanya saja, sayang, waktunya sudah tak beberapa lama lagi untuk pergi. Esok, dengan  pesawat yang akan berangkat paling pagi.

Maka dari itu, laki-laki itu berinisiatif untuk bertukar nomor telepon dengannya. Untung saja, ia bersedia melakukannya tanpa ekspresi yang mengungkapkan ketidaknyamanan.

Dia dapat bersumpah demi dirinya bahwa sekilas gadis itu nampak bersedih ketika ia melepasnya pergi. Tidak ada pertemuan yang akan berlangsung selamanya. Namun, lelaki itu pun tahu. Perpisahan pula, tidak ada yang berlangsung untuk selamanya.

Dia pun telah bersumpah gadis itu akan menjadi orang pertama yang akan dia temui saat kembali nanti. Namun, sebelum hal itu benar-benar terjadi... dia harus memfokuskan diri pada pelajaran-pelajaran disana nanti.

Meskipun begitu, dia tidak bisa melupakan gadis itu.

Setiap hari, mereka berbicara satu sama lain -- melalui ponsel dimana pun mereka berada, dan kadang, sampai keduanya tak mengenal waktu. Kadang pula menunjukkan masing-masing wajahnya.

Kadang pula ia berbohong hanya untuk berbicara dengannya.

Ada saatnya ketika ia telah mengorbankan jadwal tidurnya yang hampir sempurna hanya untuk tetap terjaga dan berbicara pada gadis itu. Alasannya? Ada sebuah tugas yang harus dia lengkapi esok harinya.

Padahal hari esok pada saat itu hari libur..

Namun, Ia dapat mendengar tawanya.

Ia pun dapat melihat ekspresi perempuan itu yang sangat mengantuk, berjuang untuk tidak jatuh tertidur ketika waktu di seberang sana telah sangat larut.

Ia dapat melihat sosoknya terbaring dan terlelap karena letih, lupa untuk mematikan video call yang telah berlangsung selama berjam-jam. Kadang kala saat itu terjadi, ia bisa-bisanya lupa diri dan mengecup layar yang mengungkap sosok gadis yang tertidur tersebut dengan pelan, seraya membisikkan sesuatu..

"Goodnight, princess. Have a nice sleep ♡"

Tentu saja, perempuan itu tak dapat mendengar apa yang dia katakan. Pria itu sengaja agar ia tak dapat mendengar apa yang dikatakannya itu sama sekali..

Padahal hanya sebatas status pertemanan, tapi sudah bersikap layaknya memiliki hubungan yang lebih, ujarnya pada diri sendiri.

Dia telah mengetahui perasaannya sendiri sejak dulu, namun terlalu takut untuk menghadapinya apabila perasaan itu seperti apa yang telah ia pikirkan.

Ia menatap ke cermin di wastafel yang menampilkan bayangan dirinya sendiri. Ia nampak kesal. Kedua mata hazelnya nampak kusam. Terdapat kantung mata di bawah kedua kelopak matanya. Kulit wajahnya pucat. Ia terlihat seperti seorang hantu. Seperti seorang hantu yang gusar.

Seperti ada urusan yang tak terselesaikan sehingga dia tidak beristirahat dengan tenang.

Dia mencekram cermin itu dengan sangat kuat hingga kaca-kacanya retak. Tidak. Tidak. Tidak! Perasaan yang selama ini telah dia sangkal.. yang telah ia tolak dengan mentah-mentah.. benar-benar nyata.

"..Cinta, ya?"

Love at First Sight, Itulah komentar teman-temannya yang telah ia ceritakan tentang hal itu.

Ia merenungi hal ini selama berhari-hari, sampai lupa dengan keadaan dirinya sendiri.

Terkadang orang yang duduk sebangku dengannya menanyakan apakah dia baik-baik saja. Namun, tentu ia sembunyikan semua itu ketika dia berbicara pada gadis yang selama ini dia sukai.

Seorang gadis yang tak bisa ia raih, tak peduli seberapa besar dia menginginkannya.

Tak bisa ia raih.. selama ia masih dalam keadaan yang seperti ini. Hanya dapat bertatap muka dibatasi oleh sebuah layar smarphone, dan jarak yang membentang luas di antara mereka berdua. Lovestruck.. gumamnya pada dirinya sendiri.

Tunggu, bukan itu.
Unrequited Love.

Mana mungkin jika gadis itu akan mencintainya kembali, bukan? Seperti angan-angan di mimpi saja membayangkannya.

Mengapa sesuatu yang seharusnya tak seberapa untuk di pikirkan itu membuatnya gusar? Muncullah sebuah bayangan apabila wanita itu benar-benar telah menemukan seorang kekasih selama dia pergi berputar di kepalanya...

Sebuah api membara tanpa alasan yang jelas, namun asapnya telah membumbung tinggi.

Dia harus mengungkapkan perasaannya saat dia kembali nanti. Tak apalah jika perempuan itu menolaknya. Setidaknya, ia telah membiarkan perasaan itu lepas dengan bebas melalui kata-kata yang susah payah ia rangkai agar terdengar indah.

Tak apa-apa. Dia akan memberikan suara hatinya yang terbaik. Yang akan ia ungkapkan untuk pertama kalinya, dan mungkin saja untuk yang terakhir kali pula. Dia akan menahan pedihnya penolakan yang mungkin akan terjadi. Dia tak apa-apa dengan itu.

Tak apa-apa..

«🌸» «🌸» «🌸» «🌸»

Selama penerbangan yang menurutnya terasa berlangsung untuk sangat lama, dia menatap jendela sambil menggigit bibirnya dengan cemas. Buku-buku jarinya memutih karena saking erat kedua tangan itu berpegangan pada sandaran kursi pesawat. Penumpanh lain yang tak sengaja memperhatikannya mungkin sampai keheranan, apa bocah ini takut dengan ketinggian atau apa?

Namun masalah yang di pikirkan olehnya bukan itu.

"Apa yang harus kukatakan saat bertemunya lagi nanti? Apa yang yang harus kulakukan? Mawar ini, aku akan memberinya mawar ini-- lalu apa? Setelah itu, apa?"

Kepalanya pusing memikirkan hal ini sedari tadi sejak pesawat telah terbang, bukannya mencoba beristirahat dengan tenang selama perjalanan berlangsung.

Disaat-saat yang genting seperti ini, hanya beberapa hari lamanya sebelum ia akan mengajaknya untuk bertemu, perasaan-perasaan hatinya mulai berkecamuk. Memberikan sebuah gambaran tentang hal yang dia paling cemaskan selama ini.

Bagaimana kalau perempuan itu akan membencinya apabila dia mengatakan hal ini? Bagaimana kalau dia menganggapnya sebagai sesuatu yang rendah bagaikan sampah, dan tak ingin bertemu dengannya lagi?

Semua ini.. semua perasaan ini bercampur aduk di dalam dadanya. Dia tidak menginginkan hal itu terjadi. Namun, pada saat yang sama, jika dia menyatakan perasaannya.. bukankah dia akan mengambil resiko tersebut?

Jika perasaan ini di biarkan, bisa-bisanya dia gila karena itu. Selama ini, perasaan yang tak pernah dia ungkapkan dari mulutnya ketika mereka berbicara.. yang telah ia secara mati-matian untuk tak menampakkannya.

Lebih baik begini, kan?

Lebih baik jika mereka hanya tetap berteman. Tak perlu cemas tentang apakah mereka akan saling membenci satu sama lain. Lebih baik tetap berjalan bersama-sama, menjaga jarak namun tak ada rasa kecanggungan satu sama lain. Lebih baik hidup dalam 'dekapan' yang nyaman meskipun tahu itu bukan milikmu atau kau yang memintanya.

Tetapi, itu tidak akan berlangsung untuk selamanya.. bukan?

Tidak akan selamanya dunia ini mengizinkan mereka untuk bersenang-senang seperti itu. Tidak akan selamanya mereka akan bersama-sama, namun hanya sebatas itu.

Pasti ada waktu-- apabila mereka tidak mulai dekat satu sama lain-- salah satu dari mereka akan menjauh. Akan jatuh cinta pada seseorang yang lain dan meninggalkan seorang teman mereka yang lain di belakang.

Dia takut jika perempuan itu akan menjadi orang yang akan meninggalkannya.

Bagaimana hatinya akan bereaksi kepada itu? Dia akan merasa sengsara. Karena sebesar-besarnya dia berusaha, dia tak bisa melupakannya. Mengapa dia berkata demikian? Karena dia telah mencobanya. Berkali-kali.. tetap saja seperti itu.

Ia mengenang aroma mawar yang telah menjadi ciri khas gadis itu sejak dulu. Tak terlalu tajam, namun tak pula terlalu pudar hingga berbaur dengan bau yang lain.. ingatan tentang aroma itu selalu segar di otaknya.

Dan sekali ia mengingat aroma itu, dia juga akan mengingat tentangnya.

«🌸» «🌸» «🌸» «🌸»

Pesawat telah mendarat.

Begitu pula dengan tekad hatinya yang telah membulat. Dia akan menyampaikan semua yang telah ia simpan selama ini-- kapan pun cewek itu membalas pesannya.

Bip.

Dia membuka ponselnya, dan mengetuk "kirim pesan rekaman." Dengan itu, kedua bibirnya sempat terbuka, lalu mengatup lagi, selagi ia meneguk salivanya untuk kesekian kali. Dia telah mencoba menguatkan dirinya untuk ini. Ayolah. Hanya untuk saat ini saja.

"Hei, ini aku, Koushi. Haha, masih ingat kan? Kalau sudah lupa aku bakal nangis nih, hiks. Oke, bercanda." Dia bersusah payah untuk terdengar ceria, agar suara paraunya yang berusaha menahan tangis tak akan disadari oleh gadis itu ketika ia membuka pesan ini pada kali pertama.

"Pesawatku telah mendarat, dan sekarang aku sedang menunggu koperku. Bosaannn."

"Di luar salju turun dengan lebat lagi, huh."

"Apa kau ada waktu luang besok? Aku bermaksud ingin mengajakmu jalan-jalan, yah, kau tahu. Mungkin mampir lagi ke kafe di saat kita pertama bertemu, mungkin? Sekali-sekali untuk nostalgia."

Dia mengenang lagi saat-saat pertama ketika mereka bertemu. Dia mengira dia akan memberi kesan pertama yang sangat, sangat buruk dengan penampilannya pada saat itu. Karena itu, dia mulai tertawa.

Dia merasa senang dapat berteman dengan seorang (Name), meskipun seperti itu. Dia tidak akan pernah menyesal bertemu dengannya.

"Kuucapkan terima kasih ya, untuk tetap menjadi temanku hingga sekarang. Meskipun cara kita bertemu agak aneh, hehehe. Kau itu.. salah satu orang yang penting di dalam hidupku, oke? Jaga diri ya." Dia menggigit bibirnya dan menarik napas pelan-pelan.

"..Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kusampaikan -" Matanya membelalak ketika melihat koper miliknya yang cukup mencolok, berjajar dengan koper lain siap untuk di ambil. Seseorang nampaknya telah mengira itu koper mereka sendiri, dan hendak mengambilnya.

"Eh, koperku sudah datang. Sekian, ya. Ku tunggu balasannya!"

Huh, payah.

Tak jadi bilang sesuatu yang akan mengubah hidupmu gara-gara kesalahpahaman koper? Momen yang paling memalukan yang juga dia akan kenang untuk seumur hidup. Dan dia akan merasa terusik karena itu.

Untung dia berhasil mengatasinya. Orang itu juga merasa bersalah, dan meminta maaf berkali-kali padanya. Huuft. Tak apa-apa. Kalau keadaan memang memungkinkan, dia dapat memberitahu perempuan itu tentang segalanya besok.

Lima menit berlalu.

Dia telah mengatasi semua bagasi-bagasinya, dan hendak menuju ke tempat taksi untuk mengantarnya pulang. Ahh, membayangkannya rumah yang hangat dan nyaman. Sesekali, dilihatnya mawar itu yang telah ditumpuk paling atas di dalam tasnya, memastikan apabila ada salah satu mahkotanya yang lepas.

Kedua mata hazelnya yang sayu tak memerhatikan apa-apa, karena kesadarannya tengah sibuk memikirkan apa yang akan terjadi besok.

Denyut jantungnya mulai berdetak dengan cepat lagi. Rambut softgrey nya yang tak terasa terlapisi salju tipis, karena tengah berjalan di ruang terbuka tanpa adanya dinding.

Sedari tadi ia mengeluarkan headphonenya dan mendengarkan musik untuk menenangkan hatinya yang resah, namun tidak ada hasil yang bagus. Seperti itulah, headphone kesayangannya itu melingkar di lehernya.

Sedari tadi ia melamun, tak memperhatikan jalan.

Yang dibenaknya hanyalah gadis itu. Yang telah mencuri hatinya. Dan harumnya.. harumnya aroma mawar yang dia selalu ingat, sangatlah nyata seakan ia dapat benar-benar menghirup aromanya--

Ring.. Ring..

Ponselnya berdering.

Ingin tahu, cowok itu menggapai ponselnya dari saku, dan seketika wajahnya berubah cerah. Sebuah panggilan dari seseorang yang selama ini ia pikirkan!

(Name)!

Tak sabar, dia menghubungkan panggilan telepon dan berbicara dengan suara yang semakin lama semakin riang. Hanya dengan satu panggilan.. dia sudah bertingkah seperti ini.. lucu, bukan? Orang yang sedang di mabuk cinta.

"Hei! Akhirnya kau menjawab juga-" Jantungnya berdebar-debar, namun bukan karena rasa panik maupun cemas, melainkan rasa senang tak terhingga, sehingga dia tak berhenti-hentinya tersenyum. Namun suara di seberang  panggilan terdengar sangat lirih dan memprihatinkan.

"..Lihat kebelakang."

Dia mengedipkan matanya dengan kebingungan. Untuk apa? Namun suara gadis itu berkata lagi,

"Koushi, tolong lihat kebelakang."

Lelaki itu menjauhkan daun telinganya dari ponsel dan memutar kepalanya ke arah belakang. Apa yang ia saksikan pada saat itu membuat kedua matanya membelalak.

Ditemuinya sosok seorang perempuan yang mendekatkan telinganya ke ponsel, terhubung sebuah panggilan yang masih berlangsung, tersenyum dengan manis ke arahnya. Untuk sementara, waktu serasa berhenti. Semua adrenalin, semua emosi, semuanya hilang dalam sesaat.

"(Name)?"

Dia melesat ke arahnya dan memeluk perempuan itu dengan erat. Sangat erat, bahkan mungkin sampai gadis malang itu bisa kehabisan nafas. Namun lelaki itu tak menyadarinya. Hampir saja, dia menangis. 'Tak dapat dipercaya,' ujarnya dalam hati. 'Dia kesini hanya untuk menemuiku lagi.'

Pria itu benar-benar merasa tersentuh.

"Terima kasih sudah menunggu ku." Bisiknya, dengan bibir yang bergetar. Akhirnya melepaskan pelukannya yang erat setelah sesaat berlalu.

"..Oh, iya!" Sang gadis tersadar dari lamunan setelah dipeluk olehnya. "Aku ada sesuatu untuk mu-- Eh?" Dia terpaku. Dari sorot matanya, dan eskpresinya yang cemas, terlihat bahwa dia telah melakukan suatu kesalahan. "Oh, tidaaakkk!" Wajahnya yang cantik, yang semula tersenyum dengan cerah luntur saat ia cemberut.

Pria itu mengedipkan kedua matanya, penuh tanda tanya. Namun, wanita itu tidak menghiraukannya.

Emosi kepanikan merasuki dirinya dan membuatnya begitu cemas. "Aku meninggalkan cokelat buatanku di bus tadi! Padahal.. padahal.." suaranya yang tertahan, terdengar seperti ingin menangis. "..Aku membuatnya untuk mu.."

Pemuda itu tidak bergerak dari posisinya, namun sebuah senyum merekah di wajahnya. Ternyata, gadis itu pun berencana membawakan sesuatu untuknya.

Meskipun ternyata tidak berjalan dengan sempurna, dia tetap merasa terharu. Timbul sebuah rasa ingin membalas kebaikannya.

Dengan lembut, ia menempatkan jari telunjuknya tepat di depan bibir perempuan itu.

Sang gadis terpaku.

"Hei.. tenang saja." Pemuda itu berkata, mengusap rambut panjang orang yang disayanginya dengan lembut. "Aku mendengar ada kafe baru di lantai atas-- kau ingin kesana?" Dia terdiam sesaat.. sebelum mengangguk pelan.

«🌸» «🌸» «🌸» «🌸»

Sang pria menceritakan semuanya. Semua pengalaman yang di alaminya selama ia menetap di negeri sana. Dari yang penuh tawa sampai yang penuh dengan air mata.

Gadis itu dengan tenang mendengarkan apa yang ia katakan. Dari wajahnya, ia terlihat sangat tulus.

"Dan- Dan guru itu-" Cowok itu mencoba menahan tawanya, tapi sepertinya semakin ia mencoba menahannya, semakin ingin rasanya ia tertawa membahana. "Mencoba menghapus noda kapur itu dari wajahnya dengan telunjuknya-- namun malah semakin parah saja!"

"Iya, iya aku memang di ceramahi dan diberi hukuman yang pantas-- aku sampai masuk ke ruang detensi selama 5 jam-- tapi aku puas! Puas sekali! Aku memang membenci guru itu!" Dia tak bisa menahan tawanya.

Sambil menyesap minumannya, ia menengok ke arah lawan bicaranya. Sang perempuan yang mendengarnya, terkikik pelan. Sepertinya ia sedang menahan sesuatu.

Mengingatkan pada pria itu bahwa dia sedang menahan sesuatu pada saat itu juga.

Perasaannya. Keinginannya untuk memeluk erat wanita itu di dalam dekapannya. Untuk suatu hari dapat mengatakan sebuah 'I love you.' Untuk suatu hari dapat berada dalam sebuah hubungan yang saling mencintai dan mengasihi satu sama lain.

Mengingat itu, dia terdiam.
Dan bertanya.

"..Hei, apa kau sudah punya pacar?" Bagus, dasar sinting. Pertanyaan yang sangat mudah dibaca seorang cewek. Seolah petir telah menyambarnya, dia tetap diam dan menunggu untuk jawaban dari si gadis.

"A-Apa?" Tampak seperti terbuya dari lamunannya, gadis itu bertanya balik terbata-bata. "Ah.. tidak, aku tidak punya. Aku memang.. kurang beruntung.." Dia menunduk malu.

Deg.

Lagi-lagi, jantung lelaki itu berdebar-debar. Sangatlah kencang hingga ia mengira jantung itu akan terlihat berdetak keluar dari dadanya. Apa.. memang masih ada kesempatan untuk meraihnya?

Apa.. dia akan mengambil kesempatan itu.

Pemuda itu membetulkan letak posisinya, sekarang duduk berada di samping perempuan itu-- wajahnya tepat di depan wajah yang satu lagi, yang tengah menunduk. Menyadarinya, si gadis tersentak dan bertanya, "Eh? Sedang apa kau--"

Namun sang laki-laki telah menempelkan jarinya di depan bibir perempuan itu, mengisyaratkannya untuk diam. Mematung, ia hanya dapat menuruti apa yang telah disuruh, dan juga menutup kedua matanya.

Dengan lembut, pria itu mengangkat dagunya. Adrenalin mengalir. Hati kecilnya menjerit. Ingin sekali rasanya untuk pingsan pada saat itu juga.

Apa yang kau lakukan!? Teriak batinnya, yang sadar tentang apa yang akan dia lakukan. Ini tindakan yang bodoh! Bodoh sekali, kau idiot! Bisa saja gadis itu menampar mukamu setelah ini!

Dia tidak mengindahkannya. Dengan perasaan yang masih saja sama, dia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu, hingga dahi dan hidungnya menyentuh satu sama lain.

Dan menciumnya.

Dia menutup mata. Terasa sebuah sentakan yang ia ketahui, dari gadis itu. Dia menutup matanya lebih rapat lagi, siap-siap untuk menerima sebuah tamparan.

Tapi itu tak terjadi. Yang ia dapatkan? Perempuan itu balas menciumnya.

Apakah ini sebuah mimpi? Jika ini benar-benar hanya sebuah mimpi, lelaki itu meminta agar tidak dibangunkan. Karena hanya dengan apa yang ia dapatkan pada saat ini, ia sudah merasa sangat, sangat bahagia.

Kedua bibir mereka memisah. Perlu selang beberapa waktu untuk akhirnya keduanya menyadari apa yang baru saja mereka lakukan.

"Eh- ah- maaf! Aku hanya- aku hanya-" Dia hanya dapat menggaruk leher belakangnya dengan cemas, dengan rona wajah yang telah menyerupai tomat. "Aku terbawa suasana.." Namun, gadis itu tetap terdiam. "..Aku rasa.. aku tak bisa menyembunyikannya lagi, ya?"

Timbul rasa panik, dingin dan membeku dari belakang punggungnya, semakin menjalar keseluruh tubuh. Lemas. Mati rasa. Tetapi, baru saja ia ingin menyatakan bahwa ia menyukai gadis itu, ternyata ia telah berkata lebih dulu.

"..Tak apa. Aku suka kamu juga kok, Koushi." Bisiknya dibalik nafas. Namun pria itu tidak dapat mendengar apa yang ia katakan. "Eh? Apa yang kau katakan tadi-"

Gadis itu melonjak dari tempat ia duduk. "Tak apa-apa! Aku juga suka kamu, kok!" Sebelum pemuda itu dapat merespons, gadis itu telah duduk di pangkuannya, memeluknya dengan erat.. dan mengecup pipi dan dahinya secara bergantian. "Aku suka kamu, Koushi! Sejak dulu.."

"..Aku sudah jatuh cinta padamu."

Wajah lelaki itu merona. Lidahnya kelu, dan tak dapat berkata apa-apa. Namun, dari pelupuk matanya.. tetes air mata kebahagiaan. Ia memeluk balik orang yang telah ia cintai selama ini.

"Arigatou." Ucapnya, bergetar. Mata hazelnya berkaca-kaca.

"Ternyata semua perasaanku, cintaku.. tidak harus bertepuk sebelah tangan.." Dia mendekatkan wajahnya ke perempuan itu dan mencium keningnya perlahan.

Mereka resmi berpacaran pada malam itu.

Pada akhirnya, bunga mawar biru yang ia beli masih tersimpan di dalam tasnya. Pada akhirnya, masih ada ada perasaan yang mengganjal di hatinya, dan masih ada hal-hal yang terasa kurang.

Namun, pada saat itu.. pada saat ia mencium kening gadis itu dengan lembut, ia dapat menghirup aroma rambutnya yang harum. Aroma khasnya yang seharum mawar itu.

Dan itu.. sudah lebih dari cukup. ♡






終わり

Halo... ^_^

Udah sebulan buku ini gak up ya? Gomen, kemaren-kemaren tugas numpuk, terus juga lagi bikin OC buat buku Roleplay.

Arigatou CinnabunBC udah bikinin nih cerita dari sudut pandang Sugawara T_T... Fe terhura.

Sudahlah, males ngetik banyak-banyak.

Sekian~

Next : Secret x Reder

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top