It's Meaningless Without You Part 2
When You're Not Here Anymore
by: Shin Chunjin
Semua character asli Haikyuu! adalah milik Furudate Haruichi sensei.
Cerita "When You're Not Here Anymore" dan OC adalah milik saya seorang.
Warning alert: typo, ooc, angst gagal
Enjoy~
~~~~~~~~
Seiring berjalannya waktu, Yukina semakin sering mengikuti kami. Dia bergabung setelah kami selesai latihan. Biasanya hanya Kageyama dan Hinata yang bermain dengannya, tapi sekarang yang lain pun mulai mengajak dia berlatih bersama. Serve-nya lumayan bagus, ada tenaga dan tidak kalah kuat dengan laki-laki. Bahkan dia juga bisa floating serve seperti Yamaguchi. Seharusnya tim perempuan semakin bagus karena kedatangan orang yang berbakat. Kenapa mereka tidak menyukainya?
Namun, belakangan ini dia tidak datang lagi. Pernah suatu hari aku sengaja melewati tempat latihan tim perempuan untuk melihat apakah Yukina datang latihan atau tidak. Dia masih mengikuti latihan rupanya. Meski suasana terasa berat namun dia tetap datang latihan. Tapi, kenapa tangan dan kakinya ada beberapa memar kebiruan? Tidak ingin mengganggu mereka, aku memutuskan untuk kembali.
'Apa dia di-bully? Kenapa tubuhnya banyak luka seperti itu?' Aku memikirkan hal tersebut sepanjang latihan sehingga konsentrasiku hampir saja buyar.
.
.
Selesai latihan, aku pergi membeli minuman di vending machine. Langkahku terhenti ketika mendengar suara seseorang menelepon. Aku tidak ingin mencuri dengar, namun setelah tahu siapa si pemilik suara rasa ingin tahuku tidak bisa dibendung.
"Aku akan mengatakannya jika aku memenangkan Pertandingan Musim Semi nanti."
Aku yakin ini suara Yukina. Dia terdiam sejenak, seperti mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicaranya. Lalu dia pun menjawab kembali sebelum memutuskan sambungan telepon.
"Aku akan menyerah dan menghilang dari pandangannya."
~~~~~~~~
Latihan kami semakin serius karena Karasuno masuk babak final dan akan melawan Shiratorizawa. Alangkah senangnya jika Karasuno bisa berjaya kembali seperti dulu. Sayang sekali tim perempuan kalah sebelum babak final. Padahal Yukina berlatih begitu keras. Luka memar yang dulu kulihat, alasan mengapa gadis itu tidak datang lagi ke tempat latihan kami, aku sudah mengetahuinya. Selesai latihan bersama tim perempuan, dia bergegas ke stasiun, membeli tiket kereta menuju Tokyo. Untuk apa? Untuk berlatih dengan Bokuto-san dan Kuroo-san.
Saat training camp di Tokyo dan Saitama dulu, rupanya mereka juga mengajari Yukina. Hal itu berlanjut hingga sekarang. Aku tidak tahu akan hal ini sampai aku mengikutinya diam-diam dan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kini aku tahu penyebab luka memar di tangan dan kaki gadis tersebut. Itu adalah hasil dari latihan.
Sekilas aku merasa kesal. Mengapa dia tidak minta diajari oleh senpai? Memang Nekoma dan Fukurodani lebih hebat dibandingkan Karasuno, tapi... Sepertinya aku cemburu karena dia latihan dengan laki-laki lain yang jauh lebih hebat. Salahku juga karena dulu aku menolak ajakan Hinata sehingga kami tidak bisa bermain bersama. Ingin rasanya bermain dengan gadis tangguh seperti itu. Sayang tidak pernah ada latihan campuran.
Hatiku tergerak, tidak ingin kalah dari gadis yang rela bolak-balik Miyagi-Tokyo untuk latihan, bahkan bersama lawan jenisnya yang jelas tenaganya jauh lebih kuat dibandingkan perempuan. Kegigihan Yukina menambah poin untuk membuatku menyukainya. Pada akhirnya aku seperti menjilat ludahku sendiri. Aku jatuh pada pesonanya. Dalam hati aku bertekad, aku akan mengatakan perasaanku pada Yukina jika menang melawan Shiratorizawa.
~~~~~~~~
Hari ini, hari penentuan bagi Karasuno dan juga untukku. Aku ingin menang agar bisa menyatakan perasaanku pada Yukina dengan keren. Aku melihat dia duduk di bangku penonton ketika kami bertemu pandang secara kebetulan. Bibirnya bergerak seakan mengatakan sesuatu.
Aku menyukaimu.
Tanpa kusadari, sudut bibirku tertarik membentuk seringai kecil. Dalam hati aku senang sekali didukung seperti itu. Aku benar-benar berusaha yang terbaik untuk menghentikan serangan Ushijima. Bahkan hingga jariku terluka sekalipun. Aku tidak menyerah.
Lima set benar-benar menguras tenaga. Aku berharap agar pertandingan ini selesai, dan doaku terkabul. Serangan Hinata yang terakhir berhasil membawa Karasuno menuju kemenangan. Aku mencari sosok Yukina di deretan bangku penonton, tapi tidak menemukannya. Aku mengendikkan bahu. Mungkin saja dia menungguku di luar?
Aku membasuh muka di kamar mandi sebelum acara penerimaan penghargaan. Meskipun menang, ada rasa kesal melanda karena aku bertekad untuk menghentikan serangan Ushijima beberapa kali namun aku hanya bisa melakukannya satu kali dalam lima set. Menyebalkan sekali. Setelah acara penerimaan penghargaan selesai, aku kembali mencari Yukina. Mengapa gadis itu tidak kunjung menemuiku? Aku ingin mendengar pujiannya, melihat ekspresinya. Aku ingin bertemu dengannya. Aku meraih ponselku dan baru menyadari bahwa dia mengirimiku pesan.
Isinya benar-benar tak bisa dipercaya. Aku membacanya berulang kali, mencoba meyakinkan diriku sendiri apa yang kutangkap tidak salah. Hasilnya sama, aku tidak salah baca.
Dia sudah pergi. Dia tidak akan muncul dihadapanku lagi. Rupanya dia akan segera pindah sekolah, namun dia memohon pada ayahnya untuk memberikan waktu sampai Pertandingan Musim Semi. Jika tim perempuan kalah, dia akan menyerah dengan perasaan sukanya padaku dan pindah dari Karasuno. Jadi inilah yang kudengar waktu itu? Dia masih menyempatkan diri datang mendukungku hari ini untuk terakhir kalinya sebelum jadwal keberangkatan pesawatnya ke Amerika.
~~~~~~~~
Malam itu kali pertama aku merenungkan Yukina dengan headset terpasang namun tiada lagu yang dimainkan. Aku merindukan senyumnya, suaranya, dan tatapan mata saat mengungkapkan perasaaannya. Aku merindukan kedatangannya untuk memperhatikanku latihan. Aku merindukan ucapan sukanya padaku. Hatiku sakit mengingat semuanya. Terang bulan yang memasuki kamarku menambah rasa hampa dalam keheningan malam.
"Sial. Kenapa apapun yang kurencanakan tidak bisa terlaksana dengan baik?!"
Kali ini, aku tidak bisa menyatakan perasaanku padanya. Bukan karena aku tidak memenangkan pertandingan. Bukan juga karena harga diriku yang terlalu tinggi untuk mengakui perubahan perasaanku. Aku tak bisa melakukannya karena dia sudah tidak lagi berada disisiku. Untuk apa aku berusaha keras untuk menang? Tidak ada artinya jika aku tidak bisa mengatakan perasaanku padanya. Tidak ada artinya jika aku tidak bisa melihatnya seperti biasanya.
Tidak ada artinya jika kau tidak ada di sini.
.
.
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top