TanaEnno
Kecanggungan melingkupi ruangan yang hanya berisikan dua orang lelaki yang saling duduk bersebrangan dengan menggunakan kotatsu¹, yang biasa hanya dipakai saat musim bersalju. Kini digunakan saat hujan turun dengan sangat derasnya, kali ini digunakan untuk menghangatkan tubuh rekan se-timnya yang barusan terguyur hujan. Setengah jam telah berlalu, dengan lelaki botak yang tengah membaca komik dan lelaki yang mengenakan pakaian yang sedikit longgar --terbukti dari bahunya yang sedikit terekpos-- tengah diam berpikir.
"Na Tanaka," lelaki botak yang sibuk membaca komik dengan fokusnya kini mengalihkan tatapan terhadap lelaki dihadapannya yang balas menatapnya dengan malu --entah kenapa-- "Terima kasih sudah membiarkanku... Mampir dan meminjamkan bajumu... Walau ini sedikit longgar." tentu saja kalimat terakhir dengan nada kecil tetapi cukup terdengar.
"Hee... Daijoubu²! Tak perlu segan, seperti tidak pernah kerumahku saja." tentu saja Tanaka heran, biasanya temannya bernama Ennoshita ini tidak malu bahkan sering memarahinya. Apa karena hanya ada mereka berdua? Mengingat selama ini jika berkumpul selalu ramai-ramai.
"Mungkin karena... Kita hanya berdua saja dan... Hanya memakai celana sependek ini membuatku merasa aneh." suara itu hampir diredam oleh sahutan para rintik hujan, Ennoshita mengalihkan wajahnya yang terlalu malu untuk berbicara lalu merutuki dengan keadaannya sekarang.
"Kita 'kan sesama lelaki, untuk apa kau malu?" sungguh, rasanya otak pendek Tanaka semakin memendek. Karena, tidak mengerti tingkah laku orang dihadapannya.
"M-memangnya kau tidak malu jika bersama orang yang kau sukai." suaranya pelan--nyaris berbisik, bahkan suara hujan yang semakin deras membuatnya tidak terdengar jelas. Tapi Tanaka masih dapat menangkap beberapa kata yang disebut di akhir.
Setelahnya hening, baik Tanaka maupun Ennoshita tidak ada yang membuka suara, Ennoshita merutuki mulutnya mengatakan kalimat bodoh yang keluar begitu saja dan membuatnya terjebak dalam situasi akward seperti ini. Dapat dilihatnya Tanaka yang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, tapi masih dapat dilihat bahwa telinganya memerah, Ennoshita kebingungan dibuatnya.
"Tanaka, daijoubu ka?³" karena rasa khawatir Ennoshita berpindah tempat menjadi duduk di sebelah Tanaka, dan saat lelaki botak itu mengalihkan tangannya--
--tatapan mereka bertemu, saling memandang dan memuji satu sama lain. Rona merah samar dan rona merah pekat saling melengkapi, tetapi tidak dapat membuat mereka berdua berhenti menatap manik mata satu sama lain.
Ennoshitalah yang mengakhiri tatapan mereka, "Eh-- ya itu..." dia gelagapan sendiri akibatnya.
Setelahnya hening sekali lagi.
"J-jadi... Aku mendengar kata 'suka' tadi itu... Maksudnya..." Tanaka memecah keheningan diantara mereka dengan kalimat menggantung, tetapi masih cukup dapat dipahami.
Ennoshita terdiam dengan tubuh menegang --bukan dalam artian negatif--, dia tidak dapat mengeluarkan kalimat apapun seakan akan semuanya tercekat di tenggorokan. Wajahnya memanas, otaknya dipaksa bekerja dua kali lipat dibanding saat mengerjakan soal matematika yang katanya dapat membuat para siswa menjadi botak seperti orang disebelahnya.
Persetan, batinnya menjerit.
"A-aku suka... Padamu..." hanya bisikan kecil yang cukup didengar oleh mereka, hanya satu kalimat kecil yang mengubah perasaan seorang Ennoshita yang tadinya kacau balau menjadi lega karena dapat menyampaikan perasaannya. "B-bukan berarti aku ingin kau menjadi kekasihku juga!" tambahan untuk meralatnya begitu cepat.
Tanaka memperhatikan lelaki disampingnya.
"C-cukup... A-aku cukup menyampaikan perasaanku saja," terdapat nada tidak yakin dalam perkataan itu, "Aku tidak mengharapkan apa pun."
"Itu berarti kau tidak ingin menjadi kekasihku?"
Hening lagi, entah berapa banyak kata 'hening' dalam narasi, Ennoshita masih berusaha menafsirkan kalimat yang baru daja didengarnya. Tidak ada jawaban berarti, pikirannya terlalu tidak fokus untuk mencerna perkataan barusan. Apa dia sudah menjadi sama bodohnya?
"Maksudmu..." Ennoshita memperhatikan Tanaka yang menggaruk tengkuknya yang dia pastikan hanya untuk menghilangkan rasa gugup, menyengir dengan wajah memerah yang cukup kentara.
"Aku juga."
"Hah?"
"Aku juga menyukaimu."
Ennoshita yakin, kalau sekarang pikirannya menjadi blank seketika.
"Apa kau ingin... Menjadi kekasihku?" pertanyaan itu terlontar dengan tangannya yang menahan dagu Ennoshita dan membuat mereka saling menatap, kali ini Ennoshita yakin bahwa dia tidak tengah bermimpi.
"A-aku..." kalimat itu tidak terlanjut karena rasa malu yang membuncah, bahkan tatapannya teralih saking malunya, anggukan samar menjadi jawaban setelahnya. Tanaka tidak dapat menahan senyumnya lagi saat ini. Dia mendekatkan bibirnya perlahan, mengincar bibir tipis yang sangat jelas terlihat bergetar--entah kedinginan atau malu.
BRUAK!!
"Yahooo!! Ryuu!! Nee-sanmu yang baik ini membawakanmu banyak cemi--" setelahnya hening selama setengah menit dengan wajah kedua lelaki --dengan bibir yang saling bersentuhan-- memasang wajah terkejut tanpa melepas rona di wajah--yang sekarang semakin pekat.
"M-maaf mengganggu kalian!" dan, bunyi pintu tertutup sukses membuat mereka berdua duduk tegap. Dengan segera, Tanaka pergi mengejar kakak perempuannya itu. Sedangkan, Ennoshita yang terdiam menyentuh bibirnya pelan.
Hari itu, Ennoshita tidak jadi mengutuk adanya hujan yang datang dengan mendadak.
TanaEnno End
Kotatsu¹ : Meja dengan selimut hangat khas Jepang.
Daijoubu² : Tidak apa-apa, Bukan apa-apa, dsb.
Daijoubu ka?³ : Apa kamu baik-baik saja?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top