Penulis Bermental Yupi
Saya yakin pasti banyak di antara teman-teman semua yang berhasil dibuat bingung oleh topik yang akan saya bahas ini. Mental yupi? Lah, gimana maksudnya? Apa ada kaitannya dengan permen Yupi kenyal-kenyal yang disukai anak-anak itu?
Yap, memang ada. Filosofinya malah berasal dari permen warna-warni tersebut.
Seperti yang kita tahu, Yupi adalah merek permen gummy yang ada di Indonesia. Bentuknya bervariasi, mulai dari bentuk hewan, buah-buahan, makanan, hingga model cinta yang unyu-unyu sehingga tidak heran jika permen ini diminati oleh anak-anak. Soal komposisi, permen Yupi terbuat dari sirup glukosa, air, pengatur keasaman, perisa, sari buah, pewarna makanan, lalu yang membuat permen Yupi bisa kenyal adalah gelatinnya.
Nah, gelatin inilah yang menjadikan Yupi sebagai permen gummy yang tidak bisa langsung hancur setelah digigit sebab berdaya pantul—seperti pembalut Charm yang kembali ke bentuk semula, eh!
🤭
Muehehe, canda. Jadi kesimpulannya, mental yupi berarti mental yang kenyal. Seperti Yupi yang kenyalnya bikin happy, harapan dari istilah mental yupi adalah mendorong setiap insan untuk tetap berpikir positif, meningkatkan mood, bahkan bersemangat setelah mengalami kejatuhan. Memang tidak segampang yang dibicarakan, tetapi dengan mengandalkan prinsip bermental yupi, setidaknya kita diharapkan untuk tidak langsung menyerah setelah mengalami masa-masa sulit.
Begitu pula implementasinya dalam dunia literasi. Perjalanan menulis masing-masing individu tidak akan sama, bahkan semua pasti pernah menghadapi cobaan yang berat sampai mau menyerah. Aku juga pernah, malah cukup sering. Namun, aku berusaha percaya kalau tidak ada hasil yang instan. Mulai dari kritikan pembaca maupun editor, kesulitan dalam membangun feeling, struggle dalam menyelesaikan cerita, hingga perasaan insecure setelah membaca karya yang bagus, penulis pasti tidak luput dari situasi ini. Percayalah, penulis yang berhasil membentuk mental yupi, mampu menyebarkan perasaan bahagia yang otomatis berpengaruh besar terhadap dirinya sendiri.
Lantas, bagaimana konsepnya? Nah, berdasarkan mental Yupi dari segi kebutuhan psikologis, ada tiga filosofi penting yang bisa dijadikan konsep. Aku spill satu-satu, trus aku hubungkan ke aktivitas tulisan, ya.
1. Bounce back
Sesuai kosakata bahasa Inggris-nya, bounce back artinya memantul kembali. Jadi, seperti bola basket yang akan melambung kembali setelah di-dribble, tetaplah meroket selepas dikritik atau ketika sedang insecure. Ingat, hanya kamu yang bisa bangkit dan memotivasi diri.
2. Elastic heart
Sebenarnya, pengertian yang ini kurang lebih sama dengan yang pertama, tapi aku cenderung mengartikan elastic heart sebagai fleksibilitas. Menurutku, penulis sangat butuh konsep ini. Memang ada masanya penulis mengalami yang namanya dilema, yaitu ketika harus dibuat bingung dengan kaidah kepenulisan sementara yang dia pelajari sudah dirasa benar. Untuk itulah, aku menyarankan konsep fleksibilitas ini. Terkadang, keras kepala bisa menjadi bumerang, terutama saat dikritik oleh penulis lain. Jika sudah berada dalam situasi ini, jangan langsung emosi. Siapa tahu, kritikan tersebut malah memperbaiki kaidah kepenulisan yang selama ini kamu yakini benar.
3. Spreads joy
Artinya, menyebarkan kebaikan untuk orang sekitar. Seperti slogan Yupi yang kenyalnya bikin happy, berusahalah menjadi penyemangat bagi orang lain. Jangan salah, penyemangat yang kayak gini malah bisa menyuntikkan semangat buat diri kamu juga, loh. Sepengalamanku, semakin banyak berbagi dan memberikan dorongan pada sesama penulis otomatis mengingatkan diri untuk terus berpikir positif serta terdorong untuk memberikan yang terbaik alias totalitas.
Pesan
Kalian sadar, tidak, kalau topik yang aku angkat ini terhubung erat dengan self love? Kamu diajak untuk bangkit, lebih tegar, serta berpikir positif. Harapanku, semoga semua yang ada di sini bisa termotivasi dan bersemangat dalam menghadapi struggle yang ada. Semangat terus, yaaa 🤗.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top