Cara Branding Bagi Penulis

Mendengar kata 'branding' seharusnya sudah tidak asing lagi bagi kawan-kawan, tetapi belum tentu semua sudah memahami dan mempraktekkannya secara keseluruhan. Sejujurnya, ini juga berlaku buat aku sendiri sebab yang namanya pembelajaran akan terus update dan bergeser, tapi aku bakal share sejauh pengalaman aku, ya.

Izinkan aku menjelaskan artinya terlebih dahulu. Branding dari kata 'brand' adalah adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal—sumber dari Wikipedia.

Pemahamannya begini. Kita tahu sendiri kalau ada banyak merek yang tersebar di antara kita. Nggak hanya merek untuk barang dagangan, jasa juga termasuk. Nah jadi ketika mendengar namanya, kita bisa langsung tahu; oh, barang ini gunanya begini, barang itu gunanya begitu. Jasa ini bergerak dalam bidang apa, jasa itu ditujukan buat siapa.

Orang yang memberikan brand pasti mengunggulkan produknya, toh? Nggak cukup dengan menyebarkan doang, tetapi juga mengusahkan gimana caranya supaya melekat dan sampai ke pengguna dengan efektif. Aksi itulah yang menjadikannya sebagai branding.

Branding adalah proses penciptaan atau peninggalan tanda jejak tertentu di benak dan hati konsumen melalui berbagai macam cara dan strategi komunikasi sehingga tercipta makna dan perasaan khusus yang memberikan dampak bagi kehidupan konsumen—kutipan dari Wijaya, 2011.

Penulis juga seharusnya memiliki branding. Jadi, ketika branding sudah melekat, diharapkan siapa pun yang membaca nama pena kita akan langsung 'ngeh' penulis apa kita sebenarnya. Contohnya seperti aku, nih. Aku, yang suka menulis genre romansa remaja, diharapkan untuk langsung dikenal sebagai penulis teenlit.

Lantas, mengapa branding menjadi penting? Penulis, ya, nulis aja kegiatannya, ngapain juga branding-branding segala? Eits, jangan salah. Kita tahu sendiri kalau penulis dari tahun ke tahun semakin meningkat, apalagi jumlahnya naik secara signifikan sejak pandemi. Nggak heran, sebab pada masa itu, banyak yang menghabiskan waktu mendekam di rumah dengan cara membaca karya di platform, yang tidak menutup kemungkinan menarik mereka untuk ikut-ikutan menjadi penulis. Ibarat gayung bersambut, sejumlah platform menawarkan cuan bagi yang memonetisasi tulisannya.

Itulah sebabnya, mengapa branding menjadi penting bagi setiap penulis. Izinkan aku menyebutkan apa saja manfaat personal branding, ya.
1. Membentuk identitas dan mempunyai ciri khas/unik
2. Meningkatkan rasa percaya diri dan totalitas
3. Membangun relasi
4. Menemukan pembaca atau bahkan penulis yang sefrekuensi
5. Mengarahkanmu ke proyek yang menguntungkan sebab personal branding menjadikan kamu penulis yang berkarakter
6. Secara tidak langsung, kamu belajar promosi

Setelah mengetahui teori dan manfaatnya, lantas gimana, sih, cara branding-nya? Aku tahu ini nggak gampang dan caranya nggak instan, ya. Membangun branding yang pengertian seperti menjejaki diri dalam pikiran orang-orang tidak sesimpel itu. Seperti yang kubilang di atas tadi, penulis di Indonesia itu sudah banjir. Bisa dibilang malah lebih banyak penulis ketimbang pembacanya. Belum lagi ada banyak penulis pemula yang masih mencari identitasnya. Jangankan melakukan branding, menulis cerbung saja belum tamat-tamat. Nah, loh.

Memang benar nggak segampang membalikkan telapak tangan atau segampang punya dua ayang dalam sehari, tapi jangan insecure dulu. Plis, ini yang penting. Kalaupun belum mengerti gimana cara branding, setidaknya kalian harus pede sama karya sendiri dulu, deh. Ini yang penting.

1. Ingat, percaya diri. Insecure sama diri sendiri, boleh. Insecure sama karya orang lain, boleh, tapi jangan kelamaan atau berlarut-larut, ya. Plis, soalnya menjadi percaya diri adalah tips tercepat untuk menciptakan branding. Kamu harus percaya diri dengan karyamu, yakin bahwa tulisanmu layak untuk disebarluaskan. Dengan demikian, kamu akan tergerak untuk totalitas dengan segala usaha yang kamu mampu. Dengan kata lain, kamu jadi tergerak untuk promosiin karya, 'kan?

Aku nggak tahu cara promosi. Gimana, dong? Tenang. Tarik napas dalam-dalam, trus nggak usah buang—eh! Jangan tegang dulu, rileks. Seperti yang kubilang tadi, personal branding nggak segampang itu. Personal branding itu kayak mengusahakan cinta yang bertepuk sebelah tangan, ceileh. Intinya, nggak gampang deh karena nggak semua orang bisa memotivasi diri. Aku sering menemui penulis yang keluhannya nggak jauh-jauh dari nggak pede sama tulisannya. Entah jelek atau nggak layak dipublikasikan, intinya nggak berani promosi. Sekarang pertanyaanku, jika pedenya nggak dimulai dari sekarang ya kapan lagi? Jika branding-nya nggak dipupuk dari sekarang ya kapan lagi?

Buat yang belum menyelesaikan karya, segerakan dulu kelarin supaya bisa dilancarkan branding-nya. Lakuin segalanya satu-satu dan nikmati prosesnya. Yang penting enjoy, pede, dan totalitas. Percaya nggak, itu tiga poin yang selalu kuandalkan selama ini.

2. Tentukan genre apa yang kamu sukai. Penulis tentu boleh mencari identitas dengan menulis banyak genre, tapi kalau bisa, setelah terbiasa menulis, pilihlah spesialis yang menunjukkan branding kamu. Kayak merek 'Richeese' yang lebih dikenal dengan cemilan rasa keju (sori, sebenarnya bukan endorse), konsumen tetap aja lebih 'ngeh' dengan wafer ketimbang lini produknya yang lain seperti mi instan. Dengan demikian, setidaknya proses personal branding akan lebih cepat karena pembaca telah menandai kamu sebagai penulis genre tertentu.

Cara instan mengembangkan branding bisa dari memunculkan yang kamu suka. Semisal kamu suka menulis genre horor, ya tulis aja. Kembangkanlah apa yang kamu tekuni. Ibarat dokter spesialis, nah fokuslah pada bidang tersebut. Teruntuk penulis pemula, jangan memaksakan branding dulu. Kelarin karya dan pupuklah kepedean kamu terlebih dahulu. Setelah mengoleksi beberapa karya tamat, niscaya bisa memunculkan sedikit demi sedikit personal branding itu.

3. Nggak perlu ikut-ikutan yang lagi viral semisal genre romance. Fokusin aja dengan genre yang kamu nikmati prosesnya, yang lebih bikin kamu 'sreg' sebab totalitas itu lahir dari kesenangan hati, bukan? Kemudian, ketotalitasan itulah yang akan membawa kalian ke merevisi karya dengan senang hati, bahkan nggak menutup kemungkinan akan membuat kalian tergerak untuk mempromosikan karya termasuk belajar dari kesalahan yang ada. Nah, di sinilah menjadi titik di mana kalian akan mengembangkan branding.


Pesan
Percayalah nggak ada yang instan di dunia ini, tapi bukan berarti segalanya menjadi sulit untuk dijalani. Percayalah bahwa semua akan terasa lebih ringan ketika kita menerima segala kekurangan. Dengan menerima, kamu akan tergerak untuk memperbaiki dan menemukan potensi. Keunggulan tersebutlah yang akan menjadi identitas kamu. Mari percaya pada kemampuan diri kita dan terus bertotalitas. Semangat 🔥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top