17 - rumah.
ancurr, ancurr wkwkwk.
-
-
-
(Name)'s POV:
"一me)!"
"(Name), bertahanlah!!"
pusing.. ini ada apa? kenapa kalian memanggil namaku seperti itu?.
"Re.. ki..?" aku memanggil dengan suara lirih. mataku berat rasanya.
"gak usah banyak omong! ini bentar lagi sampe!" Reki berseru panik. kepalanya meneteskan darah.
oh, aku baru ingat. lengan Reki mulai patah disini, serta kepalanya yang luka.
omong-omong luka, aku juga terluka 'kah, sampai dibaringkan seperti ini?.
ahh, rasanya aku ingin tidur. tahan sebentar lagi, sampai benar-benar sampai saja.
lalu aku akan tidur.. sebentar..
.
.
.
3rd person's POV:
"bagaimana keadaan kak (Name)?" bocah surai hitam bertanya dengan raut panik disertai cemas, menatap intens lawan bicara.
"kalo (Name) gua gak tau, masih ditanganin sama dokter kayaknya. itu Reki lagi dikasih perban" balas sang surai biru.
tak lama setelah itu, Reki datang dengan perban yang melapisi kepalanya serta tangannya yang di perban pula.
"katanya butuh waktu dua minggu sampe pulih" ucapnya sambil melihat lengannya yang diperban.
"kepala aman sih!" lanjutnya dengan senyuman tipis, mendapat respon dengusan dari Miya.
"kau beruntung cuma luka segitu, kak (Name) lebih parah.." ucapnya sambil terus menunduk.
"maaf ya, Miya. padahal bilang mau menang, tapi.. malah jadi kayak gini.." ucap Reki sendu sembari mendekat ke Miya, dapat ditebak kini mata Miya sedang berkaca-kaca.
"hey, jangan kayak gitu. gue yakin (Name) bakal baik-baik aja, kok" Langa menyahut dari samping Reki.
"selanjutnya mau gimana? lo tetep mau lawan Adam?" Shadow bertanya pada Langa, yang ditanya hanya diam membisu.
selang beberapa detik, Langa membuka suara.
"... gua一"
"permisi, dengan keluarga (Name)?"
suara dokter memotong ucapan Langa, membuat semua yang ada disitu tersentak. sesaat mereka semua diam, tidak ada yang merespon karena tidak ada dari mereka yang merupakan keluarga kandung (Name).
keheningan terjadi sampai Langa memberanikan diri membuka suara.
"... saya kakaknya. apa yang terjadi pada adik saya, dok?" ucapnya seraya mengangkat tangan.
"Langa..?" Miya bergumam sambil menatap Langa dengan tatapan sendu, Langa mengangguk mantap dan melangkah mendekati sang dokter.
"anda bisa ikut saya melihat kondisi pasien terlebih dahulu" ucap dokter, Langa mengangguk lalu mengikuti langkah dokter.
.
.
.
Miya gelisah, hatinya tak tenang mengingat kondisi seseorang yang sudah dianggap seperti kakak sendiri yang tengah terbaring tak berdaya dikasur rumah sakit.
"Miya" Langa memanggil namanya, sontak ia menoleh dengan sigap.
berdiri dan memegang tangan Langa erat, sembari berseru panik.
"gimana keadaan kak (Name)? aman kan? kak (Name) gak kenapa-napa kan?! beritahu aku, Langa!" serunya sambil menggoyangkan-goyangkan lengan Langa.
"Miya, tenang dulu!" ujar Langa, Miya sukses terdiam dibuatnya.
Langa menarik nafas, "(Name)... koma, Miya" ucapnya pelan, lirih, dan bergetar. membuat Miya membelalakkan matanya tidak percaya.
"Langa, jangan bercanda.." ujar Miya, suaranya bergetar dengan mata yang berkaca-kaca, seakan air mata itu bisa jatuh kapanpun ia berkedip.
"Miya.." Reki bergabung dalam pembicaraan mereka berdua, dirangkulnya pundak kecil Miya dan menatap kebawah dengan sendu.
Miya terisak, air matanya telah turun mengalir dengan pandangan masih menunduk.
.
.
.
cahaya lampu perlahan menyusup masuk kedalam netra, membuka mata dengan perlahan kemudian mengerjapkannya berulang kali memastikan netra nya dapat bertoleransi dengan cahaya.
ia bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk bersandar, jiwanya masih belum berkumpul membuat ia menatap sekeliling dengan tatapan kosong nan datar.
sampai jiwanya sudah menyatu, ia tersadar.
dirinya terkejut setengah mati, kok bisa dia balik ke kamar ini? bagaimana keadaan Reki, Langa, Miya dan lain-lain disana? bagaimana bisa ia kembali kesini?
dirinya bingung, kepalanya terus berpikir alasan alasan yang logis untuk menjawab pertanyaannya sendiri, tapi satu hal yang membuatnya sangat sangat cemas.
bagaimana kehidupannya didunia asli berjalan?.
apakah waktu terhenti? atau dirinya tetap menjadi dirinya dan menjalani kehidupan seperti biasa? atau bahkan kehadirannya dilupakan oleh lingkungan? yang terburuk adalah..
dia dianggap mati.
(Name) mengedarkan pandangannya pada sekitar, ia berada dikamarnya persis. ornamen ornamen khas wibu miliknya masih setia berada diseluk beluk tempat itu. hingga akhirnya pandangan nem terhenti pada benda kotak tipis yang terbuka, laptop miliknya.
dia sangat ingat, bahkan tak pernah terlupakan dalam benaknya, bahwa benda itu yang menyeret dirinya masuk kedalam dunia yang seharusnya tidak nyata.
kenapa dari sekian orang, dirinya yang terseret?.
memikirkan hal-hal seperti itu membuat kepalanya sakit, mencoba mencerna berbagai hal yang sekiranya masuk akal untuknya.
batinnya terus beropini, hingga akhirnya lamunan itu terpecahkan oleh suara pintu kamar yang dibuka. pandangan langsung mengarah pada asal suara.
"(Name) bangun, makan dulu"
suara itu, (Name) tentu mengenalnya, sangat. dibalik pintu yang terbuka disana terdapat sosok figur laki-laki bersurai persis seperti (Name).
"... abang..?" suara lirih memanggil, yang terpanggil lantas mendekat dengan wajah yang terheran.
"kamu kenapa? kayak orang abis kesurupan" tanya nya lantas membuat emosi (Name) sedikit terpancing.
"enak aja dikata kesurupan" ucapnya sarkas.
"ya abisan kamu linglung gitu, kayak orang bego"
terpancing sudah emosinya, "heh bangsat jaga mulut lo" balas (Name).
".. gua lagi bingung, bingung banget. kepala gua sampe sakit mikirin ini semua.." lanjutnya dengan nada yang pelan diakhir kalimat, mengundang pertanyaan dari sang lawan bicara.
"emang bingung kenapa sampe kepala kamu sakit gitu?"
(Name) menundukkan kepalanya, "... gua.. juga gak ngerti.." ucapnya dengan nada lirih.
pemuda yang kerap dipanggil 'abang' oleh (Name) duduk disampingnya dan menaruh tangannya disurai (Name).
"kenapa sih? bangun tidur malah begini" ujarnya heran.
"tell me, hal apa yang bikin kamu berpikir keras kayak gini?" lanjutnya.
(Name) masih terdiam membatu, mulutnya rnggan menceritakan ini kepada sosok kakaknya. takut akan rasa tidak percaya dan kurangnya bukti untuk memungkinkannya.
kakak (Name) hafal sekali dengan tingkah laku (Name) jika sudah seperti ini. ia perlu waktu, tidak bisa dipaksa.
sosok itu menghela nafas, lalu mengusap lembut surai adiknya itu.
"pelan-pelan aja. kalo udah siap cerita datengin aku, bakal aku dengerin semua omongan kamu" ucapnya, (Name) membalas dengan anggukan.
"yosh. sekarang makan dulu, ya? nanti lagi mikirin jawabannya" lanjutnya sambil bangkut dari pinggir kasur adiknya, mengulurkan tangan guna mengajak adiknya turun.
(Name) membalas uluran itu dan ikut bangkit, "iya, bang Ru"
.
.
.
-✰ғʙʏʀᴀʏ81.
956 word.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top