Pelet Cinta

Bandar Lampung, 26 Juni 2015, 03.18.

Cerpen ini saya tulis, menjelang keberangkatan saya ke Yogyakarta. Semoga nanti setelah dari Yogyakarta, banyak cerita yang bisa saya tulis di sini.

Kategori: Remaja

Sumpah! Aku heran banget. Kenapa sejak kemarin, aku selalu ingat sama Donald. Namanya mirip sama Bebeknya  Walt Disney. Aku selalu ngatain dia Donald Bebek. Kebetulan, jalannya juga mirip bebek. Temen satu kelasku itu dibilang ganteng juga nggak. Jelek juga nggak. Sudah sejak pertama masuk SMU, aku paling sebel sama yang namanya Donald. Isengnya minta ampun. Aku selalu aja jadi sasaran keisengannya.

Hampir tiap hari kami ribut mulut. Aku sama sekali nggak pernah suka sama orang satu itu. Tapi herannya, sejak kejadian dia nabrak aku di pintu kelas kemarin, kok tiba-tiba aku keinget-inget dia terus, ya? Hadeuh! Kepalaku pusing. Kenapa cowok jelek satu itu nyangkut di otakku terus?

Aku jadi inget sama kata-kata dia beberapa minggu yang lalu. Waktu itu dia nembak aku. Tau nggak nembaknya di mana? Masak dia nembak aku di WC sekolah, pas aku kebetulan lagi kebelet pipis. Ya, aku tolaklah. Cowok sableng! Mana ada keren-kerennya nembak cewek di WC.

Eh, dia ngancem aku. Katanya, "Awas loh Violet, ntar aku pelet, baru tau rasa!"

Waktu itu aku emang nggak merhatiin omongan dia. Aku langsung masuk WC. Abis, aku kebelet pipis. Udah nggak tahan lagi. Aku nggak ngeladenin omongannya.

Siapa juga yang suka cowok model begitu. Nggak ada lebih-lebihnya sama sekali. Tampang pas-pasan. IQ juga pas-pasan, seratus sepuluh lebih sedikit. Kelebihan dia satu-satunya itu cuma jago main basket. O iya, ada kelebihan satu lagi. Kelebihan tinggi badan. Tingginya seratus delapan puluh centi meter. Bukan meter, loh. Kalo ngomong sama dia, aku mesti sedikit dongak.

Orang satu itu suka ganti-ganti nama orang. Namaku yang keren--Agnes Monika--diganti-ganti sama dia dengan Violet. Itu karena aku suka warna violet katanya. Namaku mirip artis ya? Aku nggak tau, yang niru Agnes Monika sono atau orang tuaku. Yang jelas, umurku lebih muda dari Agnes Monika.

Aku yang cantik jelita, masak mau sih, pacaran sama si Donald Bebek? Aaah! Nggak! Ini nggak boleh terjadi. Apa iya, dia melet aku? Masak sih dia cowok kayak gitu? Hari gini, apa masih ada yang namanya ilmu pelet?

Aku bangkit dari kasur. Aku ambil ponsel Android-ku yang ada di meja belajar. Aku search di google. Nyari ciri-ciri orang kena pelet. Aku penasaran banget. Ah, dapet! Ini Dia! Aku baca baik-baik.

CIRI-CIRI TERKENA PELET

1. Sering terbangun dimalam hari lalu bingung, karena heran tidak mengenali tempatnya.

Yang nomor satu ini nggak sama ciri-cirinya. Tapi nanti dulu, aku kan, baru kemaren ngerasa keinget-inget Si Donald mulu. Semalem sih, perasaan aku masih inget sama kamarku. Tapi ... emang semalem aku kebangun dari tidurku. Coba yang nomor dua, deh!

2. Timbulnya perasaan nafsu birahi atas bayangan seseorang yang selalu saja muncul .

Perasaan nafsu birahi? Apaan ini? Aku nggak ngertilah. Tapi emang bayangan dia selalu aja muncul. Aku jadi deg-degan. Ciri yang kedua mirip sama kejadian pada diriku. Coba yang ketiga, deh!

3. Sering merasa pusing kepalanya di saat magrib, jam 22.00, dan pas bangun tidur.

Nah, loh! Kayaknya yang ini juga mirip, nih. Malahan aku sudah dari di sekolah tadi pusingnya sampe sekarang. Aku jadi tambah penasaran baca yang ke empat.

4. Makan dan minum mulai dirasa tidak enak/hilangnya nafsu makan.

Aduh, mama! Ini beneran, deh. Aku dari kemaren nggak nafsu makan. Gimana ini? Coba aku lanjutin baca yang ke lima.

5. Sering mengeluarkan airmata padahal tidak dalam keadaan yg sedih.

Aah! Beneran deh. Ini mirip banget! Tadi di kelas aja aku nangis. Si Donald narik kuncir kepang kudaku kuat-kuat. Sakit banget, sampe aku ngeluarin air mata. Aku nggak dalam keadaan sedih. Aku tadi kesel. Berarti ini mirip juga ciri-cirinya. Aku makin penasaran sama ciri-ciri pelet ini.

6. Sering tidak nyambung jika ditanya.

Iya juga, ya. Tadi waktu mama ngajak aku ngomong, aku nggak nyambung, sampe mama marah-marah. Aduh! Mirip lagi!

7. Mulai suka menyendiri dan mengurung diri dalam kamar.

Hah! Kok sama lagi. Sejak pulang sekolah tadi, aku di kamar terus. Aku jadi tambah pusing. Apa iya, aku dipelet Si Donald?

8. Mulai suka bepergian tetapi tidak tau arah dan tujuannya.

Nah, yang ini nggak mirip, nih. Dari tadi aku di kamar terus.

9. Mulai suka tersenyum dan tertawa atau menangis tanpa sebab yang jelas.

Ih, kok mirip lagi. Tadi aku senyum-senyum sendiri. Apalagi kalo inget Si Donald.

10. Saat tidur di malam hari, tiba-tiba mulai senang dengan tanpa busana/telanjang.

Amit-amitlah, aku tidur telanjang. Dingin, dong!

11. Mulai sering keluar jalan di malam hari dalam keadaan mata tertutup/tidur berjalan.

Apa aku kayak gini, ya? Tapi kemarin malam rasanya nggak, deh. Apa lagi tulisan yang di bawah ini?

Sifat Ilmu Pelet Reaksi sangat cepat, kurang dari 24 jam. Reaksinya sangat keras sehingga orang yang terkena pelet tidak lagi berpikir rasional. Daya tahan cinta hasil pelet hanya 40 hari, bisa diperpanjang. Bisa digunakan untuk kebaikan, main-main atau tujuan jahat, sesuai niat pemilik
ilmu pelet. Pelet hanya bisa digunakan untuk mempengaruhi satu orang dalam suatu saat.

Apa bener Si Donald melet aku, ya? Kemarin tabrakan, trus sekarang aku inget dia terus. Reaksinya emang nggak sampe 24 jam. Kepalaku makin pusing. Kayaknya aku mesti cari dukun untuk ngilangin pelet Si Donald.

***

Beberapa hari kemudian, aku minta sobat karibku Leony nganter aku ke dukun. Katanya dia ada kenal dukun. Awalnya dia nggak mau. Katanya, "Nggak mungkinlah Si Bebek melet kamu. Kali emang kamunya suka sama dia."

"Amit-amit, amit-amit!" kataku waktu itu sambil nepok jidat lalu mukul meja. "Jauh-jauh, deh!"

"Apa salahnya, Vio! Si Bebek menurut gue lumayan ganteng, jago basket, pinter lagi." Temenku satu ini ikut-ikutan Si Bebek manggil aku Violet. Bahkan temen satu kelas manggilku Violet. Nama yang bagus sih, sebenernya. Tapi karena Si Bebek yang ngasih, aku jadi sebel denger nama itu.

"Hah?! Mata lo juling? Orang kayak gitu lo bilang ganteng? Pinter?" Mataku melotot waktu itu. Apa mata para cewek pada juling? Kenapa mereka banyak yang bilang Si Bebek ganteng? Dan banyak yang suka sama dia. Tapi aku ... No way!

"Loh, emang ganteng, kan? Liat tuh si Ivana, primadona sekolah kita aja suka sama dia."

"Masak?" Aku kaget juga. Ada rasa kesel juga di hatiku, Ivana naksir Si Bebek.

"Iya! lo ketinggalan cerita!"

"Terus, Si Bebek terima, nggak?"

"Kayaknya nggak, deh. Kalo diterima, nggak mungkin dia nembak elo!"

Hh! Aku narik napas lega, selega-leganya. Entah kenapa, kok, aku seneng, ya? Ah! Aku buang jauh-jauh perasaan ini. Aku nggak boleh jatuh cinta sama Si Bebek. Aku ini sebel sama dia, bukan suka! Dia itu iseng! Jail! Suka bikin aku nangis. Suka bikin aku kesel.

"Dia kan, memang udah lama naksir elo!"

Aku melotot lagi ke arah Leony. Dia tau dari mana? Padahal aku nggak pernah cerita kalo Si Bebek pernah nembak aku.

"Lo tau dari mana?"

"Ah ... elo emang ketinggalan cerita. Semua orang satu sekolah juga tau, kalo dia naksir elo!"

"Apa?!" Aku kaget beneran kali ini.

"Emang dia cerita-cerita?"

"Nggak, sih! Masak elo nggak ngerasa, sih? Bukannya tiap hari dia sama lo terus? Orang satu sekolah ngira, dia itu pacar elo!"

"Apa?!" Kali ini aku berdiri dari bangkuku. Ini bener-bener bikin kaget. "Siapa bilang?!" Aku jadi sewot banget.

Ini nggak bisa dibiarin. Anak satu itu, pasti sudah buat gosip murahan ini!

"Gue nggak suka sama dia! Dia bukan pacar gue! Dia itu sudah melet gue. Gue nggak mau jadi pacar orang jelek kayak dia!" Aku mencak-mencak di depan Leony. Untung waktu itu kelas lagi sepi. Anak-anak lagi pada istirahat di luar.

"Nggak mungkin dia melet elo, Vio!"

"Gue udah baca ciri-ciri orang kena pelet. Mirip banget sama ciri-ciri yang gue alamin."

"Masak, sih?!" Leony nggak percaya sama omonganku.

"Iya. Nih, elo baca!" Aku kasih catetan "CIRI-CIRI TERKENA PELET' yang sudah aku salin di kertas itu ke Leony.

Dia baca sebentar. "Hari gini, lo masih percaya beginian?" Dia melempar kertas itu ke atas meja.

Aku pungut kertas itu. "Lo liat! Reaksi pelet itu cepet banget! Kemaren dia nabrak gue, terus, kok gue ngerasa keinget-inget dia mulu!"

"Haha ...! Berarti lo juga naksir dia!"

"Nggak! Gue dipelet dia!"

"Vio, jangan berprasangka buruk sama orang. Si Bebek itu orangnya baek, kok. Nggak mungkin dia melet elo."

"Pokoknya, nggak mungkin gue suka sama dia! Lo ada kenal dukun nggak?"

"Untuk apa?"

"Gue mau buang pengaruh peletnya!"

Leony menggaruk-garuk kepalanya. Aku yakin, kepalanya nggak gatel.

"Ada, nggak?"

"Ada, sih!"

"Anterin gue ke sana!"

"Tapi ...."

"Anterin gue ke sana! Kalo elo nggak mau, jangan bilang lo sahabat gue lagi!" ancamku.

"Iya, iya. Tapi resikonya aku nggak ikut tanggung jawab, ya?"

"Aku yang tanggung jawab. Besok, lo anterin gue ke sana!"

***

Keesokan harinya, kami menumpang bus selama satu jam. Terus naik becak lagi ke rumah dukun itu. Rumahnya masuk ke gang sempit. Jauh banget. Kami tiba di depan sebuah rumah kecil. Di sana ramai orang yang berkunjung. Kami ngantri. Ngantrinya lama juga. ada sekitar tiga puluh menitan. Rumahnya bau banget. Bau kemenyan! Aku sampe bersin-bersin. Aku paling nggak tahan sama bau yang menyengat.

Ternyata menyebalkan juga ngantri di dukun. Mana panas, bau lagi. Aku sampe sesek napas.

"Masih mau nunggu?" tanya Leony. Dia berharap aku membatalkan menemui Sang Dukun.

Aku mengangguk pasti. Sudah berjam-jam gini kok, mau dibatalin.

Leony duduk gelisah. Dari tadi dia mondar-mandir.

Setelah lama menunggu, akhirnya tiba giliran aku. Kami masuk ke dalam ruangan yang remang-remang. Semua jendela tertutup. Apa para dukun suka tempat gelap?

Bau semakin menyengat hidungku. Baunya campur-campur. Ada bau kembang, bau kemenyan, sama bau apa lagi, aku nggak tahu. Pokoknya bau! Aku sampe tutup hidung. Aku melangkah ragu. Seorang lelaki setengah baya, duduk di atas matras dengan kaki bersila. Di depannya ada anglo kecil dengan arang yang membara. Asap mengepul dari bara api.

"Duduk!" perintah lelaki itu dengan suara serak dan menyeramkan. Matanya terkatup.

Aku menyenggol Leony. Dia menyenggol aku. Kami senggol-senggolan, sebelum akhirnya duduk di depan lelaki setengah baya itu. Kami duduk di atas tikar yang sudah lusuh.

"Ada apa?" tanyanya.

Leony menyenggol tubuhku.

"Mm ... gini, Mbah. Saya mau nanya, apa saya ini kena pelet?"

"Hahaha ...!" Tiba-tiba suara tawa dukun itu menggelegar.

Aku terkaget-kaget.

"Ada ribuan jin yang ngikutin Si Eneng. Ada lelaki yang suka sama Eneng. Eneng memang kena pelet! Pelet ini sangat kuat. Sampe si Eneng nggak bisa lupain tuh lelaki. Bener begitu?"

"Iya, Mbah!"

"Boleh Mbah tau, siapa?"

"Temen sekolah!"

"Haha ...! Sudah Mbah duga!"

"Bisa buang pengaruh peletnya Mbah?" tanyaku tidak sabar.

"Bisa-bisa. Tapi Eneng harus bayar maharnya."

"Mahar? Apa itu?"

"Biayanya!"

"Oh! Berapa?"

"Lima ratus ribu rupiah!"

"Kok, mahal, Mbah?"

"Ini kerjaan berat. Kamu sanggup nggak?"

"Saya cuma bawa uang tiga ratus, Mbah!"

Ya, udah, nggak apa-apa. Untuk gadis cantik kayak Eneng, Mbah kasih diskon khusus. Mana uangnya!" Dukun itu mengulurkan tangannya.

Aku mengambil uang dari dalam tasku, yang memang sudah aku siapkan. "Ini, Mbah!" Aku kasih uang tiga ratus itu ke Dukun itu.

"Bagus! Sekarang Eneng merem! Mbah mau jampi-jampi, biar jin sama setannya keluar dari badan Eneng!"

Aku memejamkan mataku. Si dukun komat-kamit baca jampi-jampi. Aku nggak ngerti dia ngomong apaan. Lalu diam sejenak. Tapi tiba-tiba ... Buurr!!! Wajahku disemprot air! Aku gelagapan. Air itu masuk lewat hidungku dan membuatku tersedak. Aku batuk-batuk! Asli ...! Aku batuk-batuk bukan cuma karena tersedak. Tapi karena air itu bau banget! Kurasa itu bau jigong si dukun!

"Nah! Jin sama setannya udah keluar! Eneng boleh pulang. Tapi inget, ini ada kembang tujuh rupa. nanti malem pas jam dua belas, Eneng mandi pake kembang ini. Nggak boleh pake aer anget. Eneng harus berendam selama tiga puluh menit di dalem aer yang dikasih kembang ini." Dukun itu memberikan bungkusan dari daun pisang kepadaku.

***

Reaksinya sungguh luar biasa!

Keesokan paginya aku demam tinggi. Aku menggigil kedinginan. Papa-mama sampai kebingungan. Aku dibawa ke dokter. Alhasil hari itu aku nggak sekolah. Padahal hari itu ada ulangan Bahasa Indonesia.

Setelah minum obat dokter, aku meringkuk di atas kasur. Bukannya sembuh dari pelet, sekarang malah nambah penyakit. Mana sudah bayar tiga ratus ribu, sama tuh dukun. Padahal itu sebenernya uang untuk bayaran sekolah. Gimana nanti ngomong sama mama? Kepalaku jadi tambah pusing. Apalagi bayangan Si Bebek malah tambah melekat di otak.

Kenapa aku jagi kangen banget sama Si Bebek? Sehari nggak ketemu, lama rasanya. Aku berharap pulang sekolah dia dateng ke rumahku. Ngarep baget .... Aku tertidur pulas.

"Vio ...!" Seseorang mengguncang-guncang badanku.

Aku menggeliat. Kubuka mataku. Aku langsung duduk. "Bebek ...!" Tiba-tiba aku memeluk cowok yang lagi duduk di tepi ranjangku. "Aku kangen banget!"

"Hah? Kangen?"

Aku tersentak. Buru-buru aku lepasin pelukanku. Wajahku panas. Kenapa aku jadi bego gini? Kenapa aku tiba-tiba meluk cowok jelek ini? Kok, pengaruh peletnya nggak juga ilang? Langsung aku dorong badan Si Bebek kuat-kuat.

Buk! Dia jatoh ke lantai.

"Pergi!" teriakku.

"Vio!" Dia lompat ke atas ranjangku.

"Pergi!" Aku dorong lagi badan Si Bebek. Kali ini dia sudah siap-siap. Jadi dia nggak bergeming.

"Violet cantik, kok teriak-teriak gitu? Katanya kangen?" Dia mulai godain aku lagi.

"Siapa yang kangen?" sungutku.

"Kan, tadi kamu yang bilang. Aku juga kangen sama pacarku yang udah aku pelet, dan peletnya nggak mempan dibuang!"

"Apa? Kamu melet aku? Bener, kan? Kamu jahat!" Aku mukulin badan si Bebek yang tinggi besar itu.

"Aku melet kamu sama cinta aku, bukan sama dukun. Makanya nggak akan mempan dibuang!"

"Maksud kamu?"

"Aku melet kamu sama jampi-jampi 'aku cinta kamu', Vio". Tulus dari hari aku. Aku nggak pake dukun. Makannya peletnya nggak mungkin ilang, walau kamu ke dukun mana juga."

"Hah? Kok, kamu tau kalo aku ke dukun?" Wajahku melongo.

"Biasa aja, lagi." Dia mengusap wajahku. "Aku kan, dukun juga! Pasti taulah apa yang kamu lakuin. Haha ...!"

"Kamu jahat!" Aku pasang wajah cemberut. Padahal ada rasa lega sih, ternyata dia nggak melet aku. Akunya aja yang bego. Padahal aku sebenernya juga suka sama dia. Aku mirip-miripin aja ciri-ciri orang kena pelet ke aku, karena aku nolak perasaanku sendiri.

"Aku udah bilangin, tapi dia nggak percaya!" Tiba-tiba Leony masuk ke kamarku.

Wajahku langsung memanas. Ini pasti kerjaan Leony yang cerita kalo aku pergi ke dukun.

Dasar dukun sialan! Sudah minta duit, aku dikasih jigong ... lagi. Baunya sampe bikin aku demam.

"Tau nggak, Bek. Violet pacar kamu ini sakit karena abis ikutin ritual dukun itu. Mandi kembang jam dua belas malam! Haha ...!"

"Leony ...!" Aku berteriak dengan mata melotot memandang Leony. Dia buka kartu aku aja. Tapi ajaib, loh. Sejak Si Bebek dateng, kok demamku tiba-tiba ilang.

"Mandi kembang, tengah malam, jangan kau lakukan ...." Dia malah joget-joget sambil nyanyi lagu dangdut kesukaannya. Tampang keren, muka Indo, tapi selera lagu Leony jangan ditanya lagi. Dia paling suka lagu dangdut. Katanya cinta produk dalam negeri. Kalo aku ... Emoh!

"Leony ...!" Aku turun dari ranjang dan mengejarnya. DIa lari ke luar kamar cepet banget. "Sialan!" Aku ngos-ngosan di pintu depan rumah. Dia meleletkan lidahnya dari halaman rumah. "Awas kau!" teriakku.

"Kalo cinta, bilang jujur aja! Nggak usah kambing hitamin pelet!"

"Leony ...!" Aku membanting-banting kakiku. Kesel banget!

Tiba-tiba seseorang meluk pinggang aku dari belakang. Aku tau, itu Si Bebek. Jantungku deg-degan. Baru kali ini aku dipeluk cowok. Minta ampun rasanya. Ke mana papa dan mama? Kok nggak ada? Badan Si Bebek nempel banget di bagian belakang badanku. Gede banget tuh badan!

"Adegan tujuh belas tahun ke atas di mulai! Aku belum tujuh belas, aku pulang!" Leony berlari meninggalkan halaman rumahku. Tuhan ...! Tinggal aku berdua dengan Si Bebek!

"Sudah sehat?" Si Bebek mengeratkan pelukannya.

Jantungku makin nggak keruan. Alamak, aku kok nggak bisa nolak?

"Aku cinta kamu, Voilet. Kamu mau jadi pacar aku?" Ia berbisik deket banget di telingaku.

Aku kayak kebo dicucuk idungnya. Aku nganguk.

"Hore! Akhirnya dapet juga cewek cantik yang udah bikin aku penasaran setengah mati!" Dia ngangkat badan aku.

"Turunin!"

Dia nururin badan aku. Dia balik badan aku. Di peluknya aku kuat-kuat, sampe aku sesek. "Lepas, Bebek!" teriakku.

"Nggak mau!"

"Aku nggak bisa napas!"

Dia melepaskan pelukannya. "Selamat jadi pacar Pangeran Donald, Tuan Puteri. Semoga cinta kita langgeng. " Dia meraih kedua pipiku dan mendaratkan kecupan di keningku.

Aduh, papa ... mama ...! Aku deg-degan. Kenapa hari ini Si Bebek keliatan ganteng banget di mataku? Ternyata pelet cinta itu indah dan membuatku melayang. Aku mau pelet Si Bebek ini nggak ilang-ilang. Ternyata dia ini cowok yang romantis juga, kayak di cerita-cerita.

"Aku cinta kamu, Bebek Aku mau dipelet kamu! Aku nggak akan ngilangin pelet ini lagi! Pelet kamu ternyata indah!" teriakku dalam hati.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top