7. Bukan apa-apa
"Tidak apa-apa bukan berarti tidak ada apa-apa"
Hamada POV
Aku berjalan beriringan bersama sahabatku menuju kelas, kami berdua baru saja keluar dari ruangan ayahku, tepatnya ruangan kepala sekolah. Aku tidak pernah mengatakan margaku pada orang lain, karena aku takut mereka semua menganggapku berbeda dan memperlakukanku dengan istimewa, aku tidak menyukai itu.
Yang tahu akan keluargaku hanyalah Hikari, sahabat yang bersamaku saat ini. Padahal aku sudah menutupi tentang keluargaku padanya, tapi aku tertangkap basah saat dia melihatku dengan kepala sekolah berbicara.
Hikari itu orangnya ... Entahlah, dia sangat unik dan lucu menurutku, dia selalu menjadi sasaran untuk kejahilan Ruto dan yang lainnya, bahkan dia selalu tidak pernah tahu kalau dia sedang dikerjai. Tapi aku kasihan padanya, kadang dia selalu dibully karena itu, selalu berbeda didepan orang lain, padahal aku juga tahu kalau dia itu memiliki masalah. Dia selalu memperlihatkan dia baik-baik saja, tapi aku yakin didalam hatinya berbeda.
"Hey Hama_nii, apa yang kau fikirkan?" panggil Hikari membuyarkan lamunanku.
Hamada POV end
"Hm? Aku tidak memikirkan apapun." jawab Hamada.
"Kau berbohong." ucap Hikari dingin, dan membuat Hamada bungkam.
Hikari mengeluarkan sebuah headset dari dalam sakunya, memakainya ditelinga dan tidak lupa memasang kabel pada Handphone-nya. Hikari memutar lagu kesukaannya, tidak memperdulikan orang yang berada di sampingnya itu. Dia lebih memilih pada dunianya sendiri, Hikari butuh ketenangan, hingga tidak sadar kesunyian mengahmpiri mereka. Untungnya kesunyian itu tidak bertahan lama, karena mereka sudah sampai di kelas.
Setelah mereka berdua sampai di kelas, bel sekolah berbunyi dan pelajaranpun dimulai tanpa ada suara dari siswa maupun siswi. Mungkin mereka sibuk memperhatikan pelajaran yang diberikan.
Tapi tidak dengan pelajar yang satu ini yaitu Hikari, meski pelajaran sudah dimulai, dia hanya menatap langit dari balik jendela kelas, pandangannya kosong dan menerawang. Bukan berarti tidak mendengarkan pelajaran, hanya saja saat ini dia ingin menatap langit yang masih hujan.
Gemerincik suara hujan, hawa dingin yang menusuk dibawa oleh angin, langit kelabu nan langka akan cahaya matahari, menemani setiap orang yang berada di sana.
Angin dingin menerpa, tapi tidak terpengaruh bagi Hikari. Justru dia menyukai suasana ini, meski sedikit terasa dingin.
.
.
.
.
.
.
Tidak terasa waktu telah berlalu pergi, bersamaan awan hitam yang menghilang membawa hujan dan angin dingin. Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan sekolah telah berakhir.
Para pelajar berhamburan pulang ke rumahnya, ada juga beberapa pelajar yang menetap karena ada kegiatan club mereka. Dan di sebuah kelas, tepatnya kelas Hikari ...
"Hey Hika! Kau mau pulang?" tanya Hamada.
"Hm," gumam Hikari sambil mengangguk.
"Gak ada club?" tanyanya lagi.
"Gak," jawab Hikari singkat.
Hikari membereskan bukunya dan segera pergi ke luar kelas, tak lupa juga ia pamit pada teman sebangkunya itu yang akan ikut club bela diri.
"Aku pulang." ucap Hikari berlalu pergi.
"Ok," jawab Hamada.
Hikari meninggalkan sekolah, dia menyusuri jalan yang ramai akan pelajar sekolah dari berbagai tingkatan. Dia sedikit merasa gelisah ketika banyak orang yang memandangnya dan terlihat berbisik- bisik, entah karena hal apa. Hikari pura-pura tidak mendengar dan berfikir positif kalau bukan Hikari yang dibicarakannya, dia juga berusaha untuk tetap tenang dalam keramaian, tidak mempedulikan tangannya yang gemetaran dan detak jantungnya yang bergemuruh.
Hikari selalu benci suasana ini, suasana di mana dia dalam keramaian dan seperti menjadi pusat perhatian orang. Dia mempercepat langkahnya untuk segera keluar dari keramaian. Hikari bernafas lega ketika dirinya berhasil keluar dari keramaian dan sedang berjalan di gang yang tidak terlalu sempit.
Hikari mengeluarkan headset yang masih terhubung dengan Hp-nya di dalam saku celana, dia memakainya dan segera memutar musik. Alunan musik yang sangat menenangkan, udara sejuk yang menemani, jalanan yang tidak terlalu ramai, membuat hati Hikari tenang kembali. Hingga tidak terasa waktu telah berjalan, dia sudah sampai di rumahnya.
"Tadaima!" ucap Hikari sambil masuk ke rumahnya. Tapi tidak ada jawaban.
'Hm? Kukira ada orang.' batin Hikari menelusuri setiap ruangan.
Dia berjalan melewati tangga tanpa bersuara. Namun saat Hikari menuju kamarnya, dia melihat pintu kamar adiknya terbuka dan menampilkan sang adik yang terlihat santai, hanya menggunakan kaus merah pendek dan celana panjang.
Hikari bergidik ngeri saat Ryuho menatap tajam kepadanya.
"Apa?!" tanya Ryuho dengan tegas.
"Ti-tidak." ucap Hikari dan segera berlari masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.
"Fiuh ... Selamat ...." ucap lega Hikari disela nafasnya yang memburu. Dia terlihat kelelahan entah karena apa.
Bruk
Sebuah suara benda jatuh, tapi bukan sembarang benda atau apa.
SKIP (Malam hari)
Malam itu di ruang keluarga pada jam 8 malam, Ryuho terus saja marah-marah sendiri. Bukan tanpa sebab, tapi Ryuho lapar, kenapa kakaknya belum masak juga? Bahkan kedua orang tuanya belum datang.
"Aaarrrggghhh!!! Di mana dia?! Kenapa belum turun juga?!" marah Ryuho mengacak surainya.
Dia terus melakukan itu selama 10 menit 25 detik. Dan saat amarahnya memuncak, dia pergi ke kamar Hikari berniat untuk menyeretnya keluar dari sana.
Saat naik tangga, Ryuho terus saja marah-marah akan kelakuan Hikari yang tak ingat jam. Ini waktunya dia masak untuk Ryuho. Bukan berarti Ryuho tidak bisa masak, dia hanya malas saja, lagipula yang selama ini masak adalah Hikari dan ibunya. Ya meski kadang Ryuho menolak masakan Hikari. Tapi untuk saat ini dia butuh makan.
Tok! Tok! Tok!
Pintu diketuk dengan kerasnya, tapi tidak ada jawaban di dalam sana.
Gedor! gedor! gedor!
Kali ini Ryuho terus memukul pintu tak bersalah itu.
"Oi! Buka pintunya cepat!" teriak Ryuho di balik pintu.
Karena merasa diabaikan dan kemarahannya sudah memuncak, dengan mudahnya Ryuho mendobrak pintu yang dikunci rapat itu.
Brak!
"KENAPA KAU TIDAK MEMBUKA PINTUNYA HAH?! APA KAU TU---" Ryuho tidak melanjutkan kata-katanya, dia terkejut menemukan sesuatu di lantai.
"Hi-Hikari ...?" lirih Ryuho menatap sesuatu yang tergeletak di lantai kamar itu, tapi bukan benda atau apa, dia adalah kakaknya, Hikari.
________tbc________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top