5. Senyuman palsu
"Ppffttt... Buahahaha... " tawa pecah para siswa/i termasuk Hamada, melihat tingkah lucu dari Hikari. Padahal dia tadi marah harimau, kenapa jadi malu² kucing kayak gini?
"Hallo Hamada, Hika_chan! Selamat pagi!" ucap Ruto Otoda atau biasa dipanggil Ruto, salah saru teman Hikari dan Hamada yang duduk di kursi depan mereka. Karena Hamada dan Hikari adalah teman sebangku.
"Selamat pagi / selamat pagi! " jawab keduanya.
"Apa yang terjadi?" tanya Ruto.
"Tidak ada!" jawab Hikari singkat."Eh tunggu? Kenapa kau juga masih memanggil ku Hika_chan? Jangan bilang kalau ... " Hikari tidak melanjutkan ucapannya, dia hanya melirik tajam pada Hamada.
"Apa?! Aku tahu aku ini tampan, tapi jangan seperti itu juga kali ... Hi-ka_chan!" ucap nya dengan sedikit penekan pada kata terakhir. Dan membuat Ruto dan Hikari ingin muntah saja mendengarnya, apa katanya? Tampan? Astaga, dia terlalu Percaya diri.
"Enggak jadi!" kesal Hikari sambil menyilangkan tangannya didepan dada.
"Hehe .... " tawa Hamada dan Ruto garing melihat Hikari.
"Eh iya aku lupa, aku mau cerita Hika!" ucap Ruto.
'Nama itu lagi, tapi tidak apa-apa. Asalkan jangan pakai _chan!' batin Hikari.
"Apa-apa? Cerita apa?" Hikari selalu penasaran dengan cerita Ruto, Hikari ini seperti seorang pendengar yang baik bagi teman-temannya.
"Tadi, aku ketemu sama orang gila di jalan! Astaga aku takut sekali."
"Benarkah? Terus-terus?" tanya Hikari yang mulai penasaran, saat Hamada hanya memandang keduanya.
"Iya Hika, aku bertemu dengannya di sana. Beruntung aku lari, dari pada ngadepin orang gila." jelas Ruto.
"Lalu?"
"Iya, tapi gak disangka orang gila itu juga ikutan lari!"
"Apa? Ko bisa?"
"Iya, terus aku makin cepet aja larinya. Tapi ..., dia makin dekat dan makin dekat aja! Aku gak nyangka kalau dia lebih cepat!" histeris Ruto.
"Lanjut-lanjut!"
"Iya, dan makin dekat ... Makin dekat ... Dan makin ... Dekat ..., lalu ..." Ruto menjeda ucapannya, dia menatap Hikari dan Hamada yang sudah penasaran.
"Dia ..." jeda lagi. " Dia ... DIA TERNYATA CUMA LAGI OLAHRAGA! BUAHAHAHA .... " teriak Ruto yang diakhiri tawa kerasnya, ternyata itu hanya cerita rekaan untuk menjahili Hamada dan Hikari.
"Jadi, itu cerita bohong?" tanya Hikari.
"Ahaha ... Maaf-maaf." mohon Ruto.
"Dasar Ruto, kau mempermainkan kami ternyata." ucap Hamada yang tadi diam saja.
"Ya maaf, habisnya bosan." jawab Ruto.
"Itu bukan jawaban (-_-')" gumam Hamada dan Hikari.
"Eh iya Hika, Hamada! Kalian tahu tidak, kalau adik sepupu ku ... Bla bla bla ... " Cerita Ruto panjang lebar seperti biasanya, dia selalu menceritakan paginya, tentang saudara sepupu dan keluarganya atau yang lainnya. Semua cerita itu selalu membuat Hikari merasa sedikit berbeda, entahlah! Hikari selalu merasa sedikit sedih dan merasa dia itu kurang beruntung. Karena apa? Karena setiap cerita Ruto, dia itu seperti selalu diperhatikan, dihargai dan disayangi oleh keluarga dan yang lainnya. Hikari hanya merasa berbeda saja kalau mendengar cerita Ruto atau siapapun yang menceritakan tentang keasikkan keluarga mereka, tapi Hikari tidak menunjukan perasaannya pada mereka, Hikari hanya akan mendengarkan dan tersenyum kecil, meski senyuman itu bisa dibilang palsu karena itu adalah senyuman yang menutupi sebuah luka didalam hati.
'Tolong hentikan ini, siapa saja! Aku tidak tahan mendengar semuanya, aku merasa sakit dan sesak.' batin Hikari sedikit tertunduk, tapi masih berusaha menahan senyumannya. Hikari selalu sakit dan sesak kalau ada yang menceritakan tentang keluarga mereka.
Hamada yang memperhatikan gerak-gerik Hikari, dia memotong cerita Ruto dan izin padanya tanpa diketahui Hikari.
"Ah, sudahlah. Ayo Hika_chan!" ucap Hamada yang segera menarik Hikari ke sebuah tempat.
"Eh-eh? Kita mau kemana?" tanya Hikari yang masih ditarik.
"Diam dan ikut saja!" tegas Hamada.
"Tapi sebentar lagi masuk kelas!"
"Tidak apa-apa! Hanya sebentar!"
'Hah~ dasar pemaksa (-_-')' batin Hikari.
Setelah beberapa menit melewati lorong dan beberapa kelas, lalu menaiki tangga, mereka berdua telah sampai di atap sekolah.
"Oh, atap sekolah ternyata .... " gumam Hikari menatap sekeliling setelah dilepaskan oleh Hamada.
"Nah, kau bisa cerita sekarang!" ucap Hamada.
"Hah? Cerita? Emangnya tadi aku mau cerita apa?" bingung Hikari.
"Astaga Hika_chan, jangan berbohong padaku. Itu tidak mempan!" tegasnya yang sedikit protektif pada Hikari.
"Apa? Bohong? Tunggu-tunggu ..., aku tidak sedang berbohong. Dan satu lagi, jangan memanggil ku dengan embel-embel chan terus!" Hikari sedikit kesal dan bingung.
"Erm ... Kau benar-benar tidak jujur pada dirimu sendiri ternyata," jelas Hamada yang membuat Hikari semakin bingun.
"Ma-maksudnya? Aku benar-benar tidak mengerti!" ucap Hikari.
"Sudahlah lupakan." jawab Hamada dan segera berjalan ke pagar pembatas yang berada di sana dan diikuti Hikari yang bergumam tak jelas.
"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Hikari.
"Apanya?" tanya balik Hamada.
"Ya ampun, tentu saja kelakuanmu yang menarik ku ke tempat ini!" ucap Hikari kesal.
"Oh itu, tidak ada. Memangnya salah ya mengajakmu ke tempat kesukaan kita?!"
Benar juga, Hamada hanya mengajaknya kesini. Mungkin Hamada ingin mencari ketenangan.
"Baiklah, terserah kakak saja." ucap Hikari berjalan mundur dan segera berbaring di atap itu. Tunggu-tunggu, tadi Hikari memanggil Hamada kakak? Ya, Hikari selalu menganggap Hamada adalah kakaknya. Dan yang dipanggil kakak ( Hamada ) hanya menatap Hikari dengan senyuman dibibirnya.
Hamada tahu kalau Hikari selalu menyukai tempat ini. Lihat saja, Hikari dengan santainya berbaring di sini dengan kedua tangan sebagai bantalnya, padahalkan kotor. Ditambah lagi Hikari menutup matanya menikmati setiap angin yang berhembus pelan meniup helaian rambutnya, dan cuaca yang tidak terlalu mendung dan tidak terlalu panas. Suasana ini, ya ..., Hikari selalu menyukainya. Tanpa sadar, Hamada memperhatikan Hikari cukup lama, Hingga sang empunya menyadarinya.
"Ada apa? Apa kau terpesona padaku kak?" ucap Hikari sedikit sombong tanpa membuka matanya.
"Hoek ..., apanya yang terpesona? Aku hanya melihat lantainya, kasihan juga kalau tertimpa oleh mu!" ucap Hamada ketus dan mengalihkan perhatiannya.
"Dasar pembohong, mengalihkan pembicaraan," gumam Hikari tanpa didengar oleh Hamada.
Setelah mengatakan hal itu, Hamada mendekatinya dan ikut berbaring disana bersama Hikari, menikmati suasana yang damai dan menenangkan.
"Sekarang jam berapa Hama_nii ?" tanya Hikari yang masih menutup matanya.
"Em ..., 5 menit lagi bel masuk." jawab Hamada sambil bangun dan duduk setelah melihat jam tangannya.
"Oh," jawab singkat Hikari.
"Hm?" Hamada merasa bingung dengan Hikari, biasanya Hikari akan berbicara panjang lebar padanya, atau Hikari akan panik saat mengetahui sebentar lagi masuk. Tapi, kenapa sekarang berbeda? Apa dia ada masalah?
Hamada masih terduduk dan memperhatikan Hikari, dia berusaha membaca keadaan Hikari. Meski hanya sedikit saja, itu pasti akan membantunya untuk mengintrogasi Hikari. Dan yang diperhatikan hanya diam saja, meskipun Hikari juga sudah tahu kalau Hamada memperhatikan gerak-geriknya. Lalu saat Hamada memperhatikan wajahnya Hikari secara teliti, Hamada menemukan sebuah ... Luka lebam pada wajahnya Hikari, dengan spontan Hamada bertanya.
"Apa kau berkelahi lagi, Hikari? " dengan suara tegasnya Hamada bertanya, membuat Hikari terbelalak dan menatap horor pada orang yang dia anggap sebagai kakaknya itu.
🍁✨__Tbc___✨🍁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top