EPILOG
Undangan itu sederhana, walaupun menurut Indri desainnya sangat elegan dan unik. Warna kertasnya coklat tua, dengan gurat emas di setiap sisinya, senada dengan pita yang menghiasi amplop pembungkusnya. Gurat emas yang membuat kertas berwarna tua itu menjadi menarik.
Namaku dan Irawan tertulis dengan tinta emas yang kilaunya menimbulkan efek gemerlap. Aku memutuskan hanya mengundang sedikit teman-teman kantor dan rekan-rekan mengajar Irawan, yang sudah dua tahun ini dipercaya menjadi kepala sekolah sebuah SMP swasta di kotaku. Kini, tinggal tiga puluh menit sebelum aku menyandang status sebagai seorang istri yang sah.
Irawan menunjukkan kesabaran luar biasa selama dua tahun ini sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk menyerah dan membuka hatiku untuknya, karena tidak ada hal lain yang dapat kulakukan untuk mengobati luka di dalam jiwaku, selain mencoba mencari penghiburan pada cinta yang ditawarkan Irawan.
Aku memutuskan untuk belajar mencintai Irawan sepenuh hati. Cintaku pada Ferdi ibarat gurat emas yang menghiasi sisi-sisi kertas undangan pernikahanku. Meskipun indah, namun hanya sebagai hiasan di sisi hatiku karena pada pusat hatiku hanya nama Irawan yang boleh aku tulis dengan tinta emas. Irawan yang mau menerimaku apa adanya. Irawan yang memintaku memberinya kesempatan untuk menuliskan janji perkawinan di dalam kekosongan jiwaku.
Aku meminta adikku menyalakan TV di kamarku, sambil menunggu acara dimulai. Aku mencari sebuah saluran TV. Aku membaca di koran, hari ini FerdiKa and co. akan menerima penghargaan dari pemerintah sebagai perusahaan yang paling berhasil dalam penanganan limbah dan menjadi percontohan untuk perusahaan lain.
Ferdi terlihat lebih gemuk dari terakhir kali aku melihatnya, lebih dari tiga tahun yang lalu, saat perpisahan di bandara. Ketampanannya tidak berubah meskipun uban mulai menghiasi jalur-jalur rambutnya yang tebal bergelombang. Di sisi kanannya, Kania tersenyum, masih dengan kecantikannya yang kenes seperti dulu. Perutnya membesar namun kehamilan ketiganya itu membuatnya semakin menarik. Seorang gadis belia yang cantik dan anak laki-laki yang tampan berdiri di belakang mereka. Sebuah keluarga bahagia yang utuh.
Aku menarik nafas panjang, kemudian mematikan TV, sambil berdoa dalam hati, untuk kebahagiaan Ferdi dan keluarganya, juga untuk hari baru yang akan kujelang bersama Irawan. Ferdi adalah masa lalu, yang akan selalu mempunyai tempat di sudut kenanganku yang paling dalam, tapi masa depanku adalah Irawan. Ayah membuka pintu kamar tempatku berias dan mengulurkan tangan. Aku menarik nafas panjang sekali lagi, sebelum melangkah menghampiri ayah.
Aku siap.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top