2a. Mendadak Pengangguran
= Delapan bulan sebelumnya =
Karyawan Hotel Caraka Inn heboh. Mereka berkumpul di halaman belakang hotel yang terletak di daerah Bintaro itu. Roy yang datang terlambat, langsung bergabung dengan teman-temannya.
"Ada apa?" tanyanya pada salah satu rekan.
Teman itu menunjuk pengumuman yang ditempel di dinding. "Coba cari nama lo ada nggak di situ? Itu daftar karyawan yang diberhentikan bulan ini."
Roy langsung berkeringat dingin. Sudah dua tahun ia bekerja di sini, masa tiba-tiba PHK? Roy menerobos kerumunan untuk melihat daftar nama yang ternyata panjang itu. Hampir semua karyawan diberhentikan dan dirinya adalah salah satu dari sekumpulan orang bernasib sial itu.
"Gosip gonjang-ganjing itu ternyata benar," keluh Roy.
"Iya. Kok bisa hotel segede ini bangkrut?" sahut yang lain.
"Gimana nggak bangkrut? Uangnya dimakan sama bos-bos."
Mereka saling pandang. Nasib malang kembali membayang.
"Kita masih dapat gaji nggak bulan ini?"
Seorang yang lain ikut nimbrung. "Haruslah! Kalo nggak digaji, kita protes ke Disnaker!"
Kepala orang itu langsung kena timpuk temannya. "Asal ngejeplak aja lo. Kalo ribut beneran, emang lo berani ngadepin?"
"Orang kecil kayak kita, mana sanggup ngelawan bos-bos? Paling-paling kita kalah juga."
Roy meremas rambut dengan hati resah tingkat dewa. Ia butuh makan, butuh membayar indekos, butuh modal buat menyenangkan pacar, dan mengirim jatah bulanan buat orang tua di kampung. Bila mendadak pengangguran, jangan-jangan ia akan menggelandang di kolong jalan tol.
Salah satu rekan menepuk pundak Roy. "Nasib. Tapi siapa tahu kita dapat pesangon."
Pesangon? Berapa besar uang itu? Kapan ia kaya kalau begini?
"Udah, nggak usah pucet kek gini. Kita pulang aja, cari kerjaan lain!" usul teman yang lain. Kerumunan itu bertahan, namun Roy lebih memilih mengikuti saran terakhir, pulang.
Roy kemudian menghentikan angkot di depan hotel. Ia duduk berdesakan dengan penumpang lain sembari menghirup udara Jakarta yang penuh polusi. Akan mencari kerja ke mana setelah ini? Padahal, ia berharap pulang kampung dengan membawa keberhasilan.
Ibu dan neneknya tidak setuju ia merantau. Kedua orang tua yang tersisa itu ingin Roy memenuhi amanat terakhir kakek dan ayahnya untuk meneruskan mengurus sawah dan ternak mereka di kampung.
"Kowe mengko kualat, lho, yen ora nurut karo wong tuwo!" ancam Mbah Surti, neneknya, dua tahun yang lalu. (Kamu nanti kualat kalau tidak menurut pada orang tua!)
"Nggih mboten to, Mbah. Wong kulo kepingin maju kok disumpahi kualat?" bantah Roy. (Yah, tidak, Mbah. Saya kepingin maju kok disumpahi kualat?)
Ia susah payah sekolah SMK jurusan teknik kelistrikan, masa harus mengurus sawah? Apakah tanaman padi perlu disetrum?
Roy akhirnya nekat merantau ke Jakarta. Ia bersumpah tidak akan gagal. Kedua orang tua itu harus melihat bukti bahwa pilihan merantau itu sangat tepat. Ternyata ia malah terkena PHK. Jangan-jangan kualat itu benar-benar ada dan menimpa dirinya.
Telepon dalam saku Roy berdering. Saat dikeluarkan, layarnya menampilkan nama Salma. Kepala Roy mendadak berdenyut.
"Ya?" sahut Roy dengan enggan.
"Roy, kapan lo bisa datang ke rumah? Abah nungguin," tanya gadis yang setahun ini menjadi kekasihnya.
Roy menggaruk tengkuk sebelum menjawab, "Lho, abah kamu nunggu apa? Mbok ya jangan suka nunggu. Nggak baik buat akhirat."
"Iiiiiiiih!" Salma menggeram kesal. "Abah tuh nungguin lamaran lo, Roy!"
"Lho, abah minta aku lamar? Apa nggak salah, Sal? Cintaku itu sama kamu. Ya nanti yang aku lamar pasti kamu," jawab Roy kalem.
"Roooy!" pekik Salma. "Kalau lo nggak datang, gue mau dinikahin sama cowok lain, tahu!"
☘☘☘
Wajah pas-pasan tapi punya cewek juga. Hehe
Komen please ....
Follow IG dan FB-ku: furadantin untuk info-info karya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top